Aktualisasi Nilai Demokrasi dalam Perekrutan Perangkat Desa

Aktualisasi Nilai Demokrasi dalam Perekrutan Perangkat Desa
©Fajar

Pelaksanaan demokrasi tingkat lokal merupakan hal yang fundamental jika negara ingin menjalankan demokrasi menyeluruh mulai dari tingkat nasional hingga lingkup pemerintahan terkecil yaitu desa. Oleh karena itu, untuk memenuhi tuntutan demokrasi tersebut, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa membuka kesempatan seluas-luasnya kepada pemerintah desa dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah di desa sebagaimana bunyi dari pasal 25 UU Desa tersebut.

Unsur desa sebagai wilayah otonom diberi kewenangan secara khuusus dalam mengurus rumah tangganya sendiri termasuk dalam hal pengangkatan dan pemberhentian peangkat desa. Hal ini diatur dalam pasal 26  (2) UU Desa bahwa untuk melaksanakan tugas, kepala desa berwenang mengangkat dan memberhentikan perangkat desa sesuai kebutuhan sumber daya manusia di desa yang bersangkutan. Proses perekrutan perangkat desa dinilai penting dalam upaya menunjang jalannya pemerintahan desa yang efektif, maka kepala desa perlu mengangkat desa yang berorientasi pada kinerja.

Dalam pemerintahan desa, posisi kepala desa bukan sebagai raja di wilayahnya, yang dapat menjalankan pemerintahan atas kehendaknya sendiri termasuk dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, melibatkan intuisi berupa like and dislike dengan mengesampingkan aturan adalah perbuatan yang tidak dapat dibenarkan. Kondisi ini adalah bentuk lain dari penyakit nepotisme, pengisian jabatan di pemerintahan yang didasarkan pada hubungan bukan pada kemampuan.

Akibat paling sederhana yang dapat ditimbulkan oleh praktik pengisian jabatan seperti itu dalam aspek pelayanan publik adalah adanya potensi maladministrasi dalam pemberian layanan akibat petugas yang tidak kompeten.

Perangkat desa adalah unsur penyelenggaraan desa yang bertugas membantu kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pada penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat di desa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa berada pada kepala desa, namun pelaksana wewenang tersebut tentunya harus sesuai dengan mekanisme yang telah diatur.

Pengangkatan dan pemberhentian tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana telah dibuat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017. Hal ini demi memastikan pengangkatan dan pemberhentian dilakukan secara teruji dan terukur bukan atas perasaan suka dan tidak suka kepada orang tertentu.

Berdasarkan Permendagri tersebut diatur perangkat desa berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan. Khusus untuk pemberhentian karena diberhentikan, yang selama ini menjadi substansi pengaduan ke Ombudsman sebenarnya telah diatur dengan jelas pula tata caranya yakni dengan terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada Camat dan memperoleh rekomendasi Camat secara tertulis.

Hal itu berdasar pada alasan pemberhentian sesuai syarat yang diatur dalam pasal 5 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peratutan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa dengan menjalankan mekanisme tersebut secara taat dan patuh, seharusnya pemberhentian tidak menjadi persoalan atau substansi pengaduan.

Melalui Permendagri tersebut pula penyakit nepotisme dalam pengisian jabatan pada perangkat desa sesungguhnya dapat dicegah, dikurangi, dan disembuhkan, sebagaimana adagium hukum lex semper dabit remedium (hukum selalu memberi obat). Tapi tetap saja masih saja ada pihak-pihak yang menolak untuk sembuh dan justru merasa makin mapan dalam jabatannya jika berhasil melabrak aturan.

Akibatnya, konsentrasi pemerintah desa yang harusnya fokus pada maksimalisasi pelayanan kepada masyarakat di desa justru buyar karena harus menyelesaikan pengaduan terkait pengisian jabatan perangkat desa.

Baca juga:

Tidak dimungkiri bahwa menjalankan roda pemeintahan desa tentu berbeda sedikit banyak dipengaruhi oleh dengan siapa kepala desa mengayuh. Kepala desa tentu berhak memilih mitranya dalam bekerja melalui penempatan pada perangkat desa, memilih pihak-pihak yang dianggap dapat sejalan dengan visi dan misinya agar tercapai pemerintahan desa yang lebih baik.

Namun alasan itu tidak dapat mengesampingkan kewajiban kepala desa untuk melakukan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa harus sesuai dengan alur prosedur yang telah diatur. Justru di sinilah ujian pertama seorang kepala desa menunjukkan profesionalismenya menjamin bahwa tidak terdapat konflik kepentingan yang dapat mengacaukan sistem pemerintahan.