
Nalar Warga – Solo kota kelahiran saya sekali lagi jadi sorotan. Kasus dikeluarkannya seorang anak SMP dari sekolah karena chatting rasanya perlu membuat kita mencermati seperti apa psikologi anak usia remaja awal itu.
SMP itu masa-masa unik. Masa serba salah buat mereka. Kecil enggak, gede pun enggak. Anak-anak bukan, remaja pun nanggung. Secara biologis, mereka sedang mengalami akselerasi pertumbuhan fisik. Para cewek lebih awal, dimulai sejak SD. Teman-teman cowoknya menyusul kemudian.
Kerabat jauh yang lama enggak ketemu akan kaget dengan postur tubuh yang membesar tiba-tiba. Hormon seksual pun mulai aktif mendorong pematangan fungsi seksual, juga tanda seksual sekunder. Menstruasi dan mimpi basah menjadi fokusnya, disertai sistem reproduksi yang berkembang.
Anak SMP kognisinya juga maju pesat, kritis dan abstrak berpikir. Sementara cara berpikir orang tua umumnya jalan di tempat. Kelak di suatu saat tersalip dan sampai di sini mulai deh peluang gesekan terjadi, karena orang tua enggak siap dengan cara berpikir anak yang dirasa berubah drastis.
Sejalan dengan itu, anak SMP mulai meningkat self-conscious-nya. Implikasinya, ya jadi sibuk dengan diri sendiri. Nyisir berjam-jam, dandan trendy, baperan, sensi, pengen merdeka, pengen diakui, suka eksperimen karena curious, juga mulai interest ngobrol tentang seks.
Urusan kehidupan sosial mereka mulai geser dari parent-oriented ke arah peers-oriented. Mulai konform dengan teman sebaya. Buat mereka, enggak apa-apa dimarahin orang tua asal bisa mengikuti apa kata teman. Dan ini hukum alam, ya. Jadi, orang tua sebaiknya jangan mudah cemburu pada teman anak.
Terlepas bahwa orang tua maupun sekolah mengharamkan pacaran, hal ini enggak bisa menampik kenyataan bahwa mereka mulai merasakan sensasi khusus jika berdekatan dengan orang yang diidolakan. Naksir-menaksir pun menjadi biasa terjadi.
Getaran khusus dengan mudah akan muncul saat melihat kelebatan punggung si dia, mendengar nama si idola disebut, jika lewat depan kelasnya doi, dan lain-lain. Perasaan deg-degan tadi itu wajar. Tak bisa dibendung sebagai konsekuensi logis yang alamiah dari fungsi hormon seksual tadi.
Baca juga:
Untuk urusan nge-date, meski dilarang-larang, biasanya ya tetap kejadian juga. Umumnya anak SMP masih pakai pola bareng-bareng. Mereka pergi ramai-ramai sama kawan-kawannya dan di situ ada sang idola. Makin bertambah usia beberapa tahun kemudian, mereka mulai nge-date one-on-one.
Pada usia mereka, larangan vulgar hanya akan berakibat dua hal: menurut tapi dengan perasaan tak rela (dan mereka akan menjadi berjarak dengan kita, atau melanggar (diam-diam ataupun terang-terangan).
Maka dan maka, menghadapi masa-masa canggung ini, peran yang paling pas bagi orang tua dan guru ya menjadi teman, bukan berperan sebagai polisi atau jaksa.
- Murid Budiman - 1 September 2023
- Budiman Sudjatmiko, Dia Pasti Adalah Siapa-Siapa - 30 Agustus 2023
- Mereka Lupa Siapa Budiman - 28 Agustus 2023