Api Adis Tetap Menyala di Bawah Palu Godam

Api Adis Tetap Menyala di Bawah Palu Godam
©Tribun

Begitulah Bung Karno memanggil anak perempuan pertamanya dengan sapaan Adis, anak yang kelak mengikuti jejaknya dalam memimpin partai politik hingga menjadi presiden Republik Indonesia ke-5.

Dalam masa genting menuju agresi militer II oleh Belanda sewaktu ibukota negara Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis oleh Cidy Adams menyebutkan:

“Aku takkan melupakan peristiwa di malam tanggal 23 Januari 1947 itu. Malam itu, guntur seperti membelah angkasa. Istriku terbaring di kamar tidur yang telah disediakan rumah sakit. Tiba-tiba lampu padam. Atap di atas kamar runtuh. Mega (awan) yang gelap dan berat melepaskan bebannya dan air hujan mengalir ke dalam kamar seperti sungai, dokter dan para jururawat mengangkat Fatmawati ke kamar tidurnya sendiri. Dia basah kuyup seperti juga perkakas dokter, kain sprei. Pendeknya semua basah. Di dalam kegelapan malam, hanya dengan cahaya pelita, Lahirlah putri kami. Kami menamakan Dyah Permata Megawati Setiawati Soekarno Putri.”

Demikianlah proses kelahiran Megawati yang penuh gejolak dan kelak memengaruhi karakter dan kepribadiannya sebagai pemimpin.

Sampai hari ini Megawati masih menjadi pemimpin terlama dan tertua partai politik terbesar Indonesia PDI-Perjuangan, seorang perempuan yang cukup berani dengan terang-terangan menentang kekuasaan Orde Baru di bawah otoritarianisme Soeharto. Soeryadi (Ketua PDI sebelum berubah menjadi PDI-P) yang memanfaatkan nama besar Megawati sebagai keturunan Bung Karno untuk mendongkrak basis suara akar rumput ternyata berhasil menambah keterwakilannya di DPR yang awalnya relatif sangat sedikit.

Dari sanalah kemudian  kiprah perjalanan politik Megawati dimulai. Ia makin dielu-elukan oleh sebagian besar pengurus partai hingga tingkat cabang serta menjadi harapan perubahan sekaligus simbol perlawanan rakyat.

Tentunya bukan suatu hal yang mudah menurut hemat penulis untuk menjadi seorang Megawati, apalagi sampai pada ke pucuk pimpinan partai. Pasalnya, di masa Orde Baru (istilah yang disematkan pada kekuasan Soeharto setelah berhasil menggantikan kekuasaan Soekarno), segala hal yang berkaitan tentang Soekarno akibat peristiwa G30S atau GESTOK 1965 adalah merupakan sesuatu yang terlarang; membicarakannya berarti siap untuk berhadapan dengan kekuasaan. Berhadapan dengan kekuasaan berarti siap untuk 3B; dibuang, dibui, dan dibunuh.

Maka sesuatu yang cukup masuk akal ketika dalam kongres PDI, baik di Medan sampai Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya tahun 1993, intervensi kekuasan Soeharto cukup telanjang dengan merangsek masuk ke dalam lingkup internal PDI sampai dengan mengakui serta mendukung Soeryadi sebagai ketua PDI yang sah.

Baca juga:

Padahal pada KLB tersebut 256 dari 305 cabang PDI mendukung Megawati sebagai ketua umum. Namun siapa sangka ternyata Megawati berdiri dan dengan tegas menyatakan bahwa secara de facto dialah ketua umum PDI. (sumber :Megawati Anak Putra Sang Fajar).

Megawati Dididik Sejarah

Kemerdekaan Indonesia bagi Bung karno adalah historshe notwendikeit (keharusan sejarah) yang pasti akan datang. Namun keharusan dan kepastian yang diusahakan bukan ditunggu-tunggu karena manusia dan dunia berubah sepanjang waktu. Maka ia mengawali pergerakan kemerdekaan Indonesia dengan banyak berjibaku dengan pemikiran tokoh dunia, membentuk organisasi dan menggalang kekuatan.

Ia mengartikan politik kemerdekaan adalah tentang Machtsvorming dan Machtsaanwending, bahwa selain kita memiliki semangat yang tinggi haruslah dibarengi dengan kerja-kerja politik yang nyata dalam bentuk yang sebenar-benarnya seperti pembentukan organisasi, melakukan kaderisasi, mengencangkan  narasi melalui surat kabar, rapat besar, menentukan roadmap gerakan sampai pada menggalang rakyat untuk ikut terlibat dalam perjuangan hidup dan mati.

Bahwa antara penjajah dan yang terjajah adalah sesuatu yang tidak dapat diperdamaikan kepentingannya. Indonesia di bawah cengkeraman Belanda selama ratusan tahun telah menyadari bahwa satu-satunya jalan mencapai kemerdekaan hanyalah revolusi.

Proses perjuangan itulah yang mengantarkannya sampai pada kekuasan dengan menjadi presiden Republik Indonesia pertama, berjuang dari bawah dan bertarung dalam kubangan lumpur sampai menuju puncak yang tertinggi. Bung karno menyadari benar bahwa kekuasaan yang didapatkan tak lain hanyalah bonus dari pengabdian pada bangsa dan negara.

Hingga di akhir kekuaannya, ia terlempar kembali setelah peristiwa G30S atau GESTOK 1965, menjadi tahanan politik dan mendapat perlakuan yang tidak baik sampai akhirnya meninggal dunia pada tanggal 21 juni 1970.

Berbeda halnya dengan Megawati Soekarno Putri yang lahir dan sempat menikmati masa kecil di lingkungan istana kepresidenan yang bertemu serta bergaul dengan para tokoh pembesar Indonesia maupun negara-negara lain yang berhubungan dengan Indonesia, pembelajaran politiknya dimulai dari ruang lingkup keluarga dan tamu negara namun guru politik tentu dari ayahnya sendiri yaitu Soekarno.

Ada beberapa hal penting yang coba penulis bagi ke dalam pengalaman hidup yang pahit Megawati sebelum ia benar-benar terjun ke dalam dunia politik sesungguhnya dalam pengertian telah menjadi pelaku politik seutuhnya.

Halaman selanjutnya >>>
Abd Muid