
Di malam hari, aku mencoba membahasakan kuburan
Yang terbayang hantu-hantu
Kerangka mati, kerumunan ulat belang
Tintaku sudah tumpah
Padaku kuburan berucap:
Aku memiliki bahasaku sendiri
Bisikan Kafan
Pada si mayat, kafan itu berbisik:
Beruntung aku berwarna putih
Kalau hitam, pasti kamu dituduh korupsi
Firman-firman berkerumun
Beradu, berebut menghapus dosa-dosa:
Penyesalan sudah tertutup mata
Kain kafan menidurkan diri
Pada orang yang sudah tidur:
Tak mungkin bangun kembali
Munkar-Nakir
Konon, Mungkar benci pada orang yang ingkar
Nakir benci pada orang kikir:
Mayat itu menjadi kerumunan bidadari
Kerangka tinggallah kerangka
Nama tak lagi berupa nama
Namun peluh di ulu hatinya terus mengalir
Mungkar-Nakir bertanya:
Engkau siapa?
“Aku adalah orang yang gagal menikmati sesuap nasi, persembahan terakhir dari istriku.”
Peluh Tukang Bengkel
Digelengkan cepat kepalanya:
Bibir kering
Peluh mengalir
Dikedip-kedipkan matanya
Anak-istri di rumah menanti
Tersedia sepiring nasi:
Sebelum melepas kata nanti
Kembali pada mimpi yang hakiki
Derai daun jambu membisu
Dia tunggu sampai mentari tenggelam
Tiba-tiba senja berkabar:
Si tukang bengkel dijemput mati
Kutulis Puisi Saja!
Ketika lapar, temanku memanggil. Katanya:
Sini tak pinjemin duit
Aku kasihan sama kamu
Tubuh terlanjur basah
Perut terlanjur hancur
Aku tak mau merugikan orang lain
Kalau kau tanya, kenapa
Tanyakan saja pada masa laluku
Di sana kau akan menemukanku yang sebenarnya
*Lihat sajak-sajak lainnya
- ORMAWA Kampus dan Pelacuran Intelektual yang Kurang Ajar - 17 September 2018
- Jak-Ngajak, Gotong Royong Merajut Kebersamaan, Toleransi, dan Perdamaian di Masyarakat Madura - 9 September 2018
- Gepeng dan Modus Politik Razia - 10 Juni 2018