Bangkit Bersatu Melawan Intoleransi, Ekstremisme, Radikalisme, dan Terorisme

Bangkit Bersatu Melawan Intoleransi, Ekstremisme, Radikalisme, dan Terorisme
©Liputan6

Bangkit Bersatu Melawan Intoleransi, Ekstremisme, Radikalisme, dan Terorisme

Hakikatnya, kekerasan dan kebencian dengan mengatasnamakan Tuhan adalah suatu tindakan yang sama sekali tidak bisa dibenarkan. Yang jelas kita tentu tidak ingin negara ini bergelimang darah karena pertumpahan warga sesama anak bangsa, bahkan saudara setanah air.

Kita tidak ingin yang terjadi di Timur Tengah maupun di beberapa negara di Eropa lainnya melanda Indonesia. Cukuplah kekerasan yang mengatasnamakan kesucian Tuhan buat mereka. Kita telah dibuat ngeri dan tak sanggup melihat kekejaman yang dipraktekkan atas nama Tuhan.

Timur Tengah dan beberapa negara Eropa bergolak. Indonesia tidak boleh terjadi seperti itu. Salah satu kuncinya adalah sesama umat beragama menghindarkan sikap arogan, menindas, menelikung serta ingin menang sendiri sehingga orang lain dianggap kafir, sesat serta harus pula dimusnahkan.

Bukankah Tuhan telah memberikan pilihan pada kita, akan kafir atau beriman? Beriman atau kafir akan mendapatkan tempatnya sendiri. Kita juga bukan panitia masuk surga atau neraka. Itu hak Tuhan belaka.

Kenapa kita sering melihat adanya orang meributkan dengan keras ketika seseorang atau kelompok tidak berbuat seperti dikehendaki oleh pihak lain yang berbeda, sehingga otoritas Tuhan seakan-akan berpindah tangan pada kelompok tersebut?

Syahdan, jika kita perhatikan terjadinya kekerasan atas nama agama, para ahli dalam hal sosiologi agama, politik maupun ilmu sosial lainnya memberikan penjelasan sekurang-kurangnya terdapat beberapa penyebab mengapa orang bersedia melakukan tindakan kekerasan atas nama agama.

Beberapa penyebab di antaranya adalah, pertama, persoalan pemahaman keagamaan. Oleh sebab karena adanya keyakinan akan teks suci yang mengajarkan tentang terorisme dari kata jihad. Pemahaman keagamaan merupakan bagian penting dari kekerasan agama (radikalisme-terorisme) yang dilakukan.

Kedua, radiakalisme-terorisme juga dikaitkan dengan adanya pemahaman tentang ketidakadilan politik, ekonomi, dan hukum yang berjalan dalam sebuah negara. Sebuah rezim politik dan partai tertentu dianggap berlaku tidak adil kepada sekelompok masyarakat.

Baca juga:

Ketiga, radikalisme-terorisme juga buruknya dalam hal penegakan hukum, sehingga menimbulkan apa yang sering disebut sebagai ketidakadilan hukum. Penegakan hukum yang tidak berjalan dengan maksimum, sehingga menumbuhkan kejengkelan dalam perkara hukum yang ada dalam sebuah negara.

Ketidakadilan hukum dianggap sebagai salah satu faktor yang masih dominan dalam sebuah negara termasuk di Indonesia, sehingga aparat penegak hukum sering menjadi sasaran kekerasan kaum radikalis-teroris. Peristiwa penembakan aparat kepolisian di beberapa daerah di Indonesia, misalnya, adalah bukti-bukti yang menjelaskan kalau posisi dianggap tidak adil dalam menegakkan hukum.

Keempat, persoalan pendidikan yang lebih menekankan pada aspek ajaran kekerasan dari agama, termasuk pendidikan yang lebih menekankan aspek indoktrinasi, tidak memberikan ruang diskusi tentang suatu masalah. Alih-alih tak memberikan ruang diskusi, pendidikan semacam itu merupakan masalah yang sangat mungkin mendorong terjadinya radikalisasi karena kebebalan perspektif pendidikan agama.

Maka dari itu, harus dipikirkan kembali pendidikan agama yang bersifat transformatif dan pembebasan pada umat manusia. Pendidikan agama yang tidak hanya mengajarkan persoalan jihad dalam makna kekerasan atau perang, tetapi jihad dalam makna yang luas seperti memberantas kemiskinan, memberantas politik licik dan partai yang buruk adalah jihad yang sesungguhnya harus dilakukan.

Kaum Muda sebagai Penentu

Sebagai penggerak masa depan, kaum muda menjadi sangat penting. Kaum muda merupakan masa depan sebuah bangsa yang ingin maju. Kaum muda tidak bisa dituduh sebagai kelompok yang mengacaukan, tetapi mereka adalah kelompok masyarakat yang bergerak dan terus mencari.

Mereka kaum muda tidak bisa ditempatkan sebagai entitas yang selalu dalam kesesatan pikir dan kesesatan tindakan atas nama agama dan Tuhan. Karena itu, tidaklah adil dan proporsional jika menjadikan pemuda sebagai tertuduh.

Kaum muda memang secara umur masih belum kalah dibandingkan dengan kaum tua. Tetapi umur yang kalah dengan kaum tua yang sudah berada di atas 35 tahun bukanlah hal yang bisa dijadikan alasan kaum muda harus dipersalahkan. Bahkan di tangan merekalah Indonesia masa depan akan berada.

Oleh sebab kaum muda masih mengenyam pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai Perguruan Tinggi (Universitas), maka tidak bisa sembarang mengajarkan materi pelajaran ataupun materi kuliah yang tidak sesuai dengan realitas sosial.

Halaman selanjutnya >>>
Salman Akif Faylasuf
Latest posts by Salman Akif Faylasuf (see all)