Bapak

Bapak
©detikNews

Sebelum itu, saya ucapkan dengan hati tulus dan getar suka-cita: Selamat Hari Ayah 12 November 2022 dan khusus kepada Bapak saya di kampung, sehat selalu dan bergembira.

Setelah usai euforia yang pelan-pelan merangsang ingatan mengenai sosok Bapak lewat perayaan “Hari Ayah” dan hingga kini, terus membuka pintu menuju lorong-lorong jauh dan gelap masa silam. Pada tahun 2006, Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (seusai mendapat beragam permintaan dan pertanyaan mengenai kapan hari Ayah dari khalayak) mendeklarasikan Hari Ayah di tanah air tercinta ini setiap tanggal 12 November, maka timbul pertanyaan retoris dari saya. Langkah apresiatif apa yang mampu menjadi simbol transformasi nyata dari perayaan ini?

Saya jadi ingat film Ayah, Mengapa Aku Berbeda? (2011). Sebuah film bergenre drama, dan bagi saya, mengandung melankolia yang memerihkan. Film ini dirilis pada 17 November 2011 silam dan disutradarai Findo Purwono. Seringkali saya mengingat Film berdurasi 90 menit kurang lebih ini di saat-saat begini; hari menyebalkan, sore yang perih, dan sedikit membuat hati dan perasaan. Lebih tepatnya kosong dan hampa. Benar, benar sekali saya membutuhkan sosok ayah yang tenang dan menguatkan.

Tokoh Angel, seorang gadis cantik dan pintar yang diperankan Dinda Hauw sejak bayi telah dinyatakan sebagai penderita tuna rungu. Penyakit fisik gangguan pendengaran yang nantinya menghambat kredibilitasnya sebagai manusia di lingkungan baru setelah pindah ke Jakarta. Perasaan ‘berbeda’ yang terus mengurung psikisnya membuat ia seperti keluar dari ‘dunia’. Awal persoalan muncul ketika Agnes (tokoh antagois dalam Film ini) merasa terganggu dengan kehadiran Angel, sebab dalam sisi lain Angel lebih pandai sebagai pianis melebihi dirinya.

Hingga sebab puncak ketidaksukaan tersebut berubah menjadi kebencian yang mengerikan. Agnes dengan teganya mencelakai  tangan Angel sampai berdarah dan menjadi sebab Angel menderita penyakit baru, yakni jantung. Dan dari balik semua itu, peran Ayah dalam hidup Angel membuat ia tetep kokoh berdiri dan terus menghadapi hantaman persoalan-persoalan hidup. Sosok yang menjadi muasal energi positif  berasal. Nasihat-nasihat berhamburan sehingga Angel mampu selalu tersenyum. Dan di sini lah sosok Ayah menampakkan kredibelitasnya.

Posisi Ayah bagi Angel serupa dengan posisi Ayah bagi saya, dan khalayak luas saya kira. Stimulus-stimulus positif dari dekapan, semangat, juga pengorbanan membuat kita merasa lebih percaya diri menghadapi hidup yang maha tidak terprediksi ini. Saya jadi ingat Bapak. Suatu hari, sebelum saya menjejaki kota Yogyakarta ini, Bapak mengantar saya ke persimpangan. Tempat biasa orang udik seperti kami menunggui Bis ke terminal Aryawiraraja, terminal kota kami. Selama perjalanan, Bapak tidak bicara. Diam. Seperti menimbang-nimbang sesuatu. Hingga akhirnya Bapak bergumam pelan, “Jangan nakal. Jaga salat. Semangat mencari ilmu dan jangan menyerah.” Seketika pupil mata saya memanas.

Setelah masuk pintu Bis, saya menatap punggung Bapak yang mulai menjauh. Saya bayangkan Bapak seperti George Washington. Setelah selesai ia memerdekakan Amerika, setelah perpisahan sederhana dengan sekitar 300 wakil negara bagian di Annapolis, setelah seremonial yang mengundang isak tangis, ia meninggalkan ruangan dengan wajah bersahaja lalu menaiki kuda kebesarannya dan pulang ke Mount Vennon. Tanpa siapapun diperbolehkan mengawal. Bergerak dengan intensitas sedang ke tepi sungai Potomac. Ke kampung halaman.

Bapak juga begitu. Punggungnya bersahaja seperti melepaskan ribuan beban sekaligus menaruh harapan-harapan. Saya tertegun, betapa berharganya Bapak bagi kehidupan saya, dan mungkin untuk kita semua. Satu-satunya yang saya pikirkan hanya begini: Harus betul-betul berupaya mempertaruhkan segala hal untuk mencapai mimpi. Begitulah, saya kira, perasaan Angel kepada Ayahnya. Menenangkan sekaligus mengukuhkan kita sebagai manusia yang terus berupaya merawat hasrat-hasrat untuk hidup.

Tentu, peran Ayah dalam pembangunan psikologi anak-anaknya akan membantu tumbuh kembang menuju kedewasaan diri. Peran ini bukan serta merta membuat kita sukses, tetapi dengan perlakuan semacam ini kita lebih termotivasi untuk berhasil dalam segala hal. Maka atas dasar hal demikian, sudah selayaknya kita menempatkan posisi Ayah sebaik mungkin bagi kehidupan kita. Perayaan ini memberi kesan-kesan emosional menuju hal tersebut.

Apa yang kita ingat dari sosok Ayah? Mari renungi dan penuhi keinginan-keinginan tersebut sehingga kita tidak menyesali di kemudian hari. Selamat Hari Ayah Nasional, semoga Ayah kita makin kuat dan sehat.

M. Rifdal Ais Annafis
Latest posts by M. Rifdal Ais Annafis (see all)
  • Bapak - 21 November 2022