Bara Bedil yang Menjalar

Bara Bedil yang Menjalar
©Dok. Pribadi

Bara Bedil yang Menjalar

Kejahatan Kemanusiaan dan Konflik Bersenjata di West Papua

Tahun 2024 ini menjadi tahun yang menyuguhkan rentetan konflik kemanusiaan di West Papua, sebenarnya bukan tahun 2024 saja, konflik kemanusiaan yang berlangsung di West Papua itu sudah ada sejak secara cacat Papua dianeksasi ke dalam pangkuan NKRI pada 1 Mei 1963, jadi ini adalah konflik tua yang sudah berumur 60-an tahun, bahkan menurut Prof. Nico Syukur Diester OFM, seorang filsuf dan teolog yang sejak 80an berkarya di West Papua mengatakan bahwa konflik kemanusiaan demi agenda perampokan sumber daya alam di West Papua merupakan sebuah konflik yang paling lama di dunia modern ini dengan memakan korban jiwa dan kehancuran alam yang dasyat melebihi konflik Ukrania-Russia dan Palestina-Israel, Laut Cina Selatan, dan lainnya.

Dunia luas di luar pasti tahu tentang konflik-konflik internasional seperti yang kami sebutkan tadi, tetapi sekali-kali dunia semacam luput dan lumpuh dari situasi kemanusiaan di West Papua, konflik Jakarta-Papua atau Papua-Jakarta, (sumber, Bincang Bangun Damai Bersama Pastor Prof. Dr. Nico Syukur Diester, OFM). Hanya saja, tidak seperti tahun-tahun lainnya, minimal pasca negara dan bangsa ini memeluk demokrasi pasca aksi reformasi tahun 1998, tahun 2024 di Papua menjadi tahun yang menggerikan atau annus horribils bukan tahun yang menyejukkan.

Kekacauan bukan terjadi hanya di West Papua, kekacauan ini terjadi mulai dari pusat menjalar ke daerah-daerah. Kita sebut saja sengketa pilpres dalam pemilu Februari 2024 silam yang hingga saat ini belum menuai titik temunya, benam kusut perdebatan di MK masih hangat terjadi, masing-masing paslon menggeluarkan ragam taktiknya untuk menggugurkan satu sama lain, padahal agak disayangkan sebab “palu” keputusan final sudah ditoki oleh KPU, bahwa paslon nomor urut 02 Prabowo-Gibran berhasil keluar menjadi “sang juara abunawas politik”.

Kembali lagi pada pokok tulisan ini, selain kegaduhan pemilu yang ampas-ampasnya masih kita saksikan hari-hari ini di West Papua, kita juga tidak bisa membungkam mata dan hati atas rentetan tragedi kemanusiaan yang menimpa manusia asli Papua yang semacam secara tahu, mau dan sadar dilakukan oleh gabungan aparat ketidakamanan.

Berikut ini beberapa kasus pelanggaran HAM yang terjadi di West Papua sepanjang awal tahun 2024 yang kami sadurkan dari ragam sumber, ragam fenomena tragedy kemanusiaan ini kami sebut sebagai “gelombang bara bedil”, sebab sama seperti badai yang menghantam silih berganti, batin kita juga senantiasa dihantam oleh berita-berita konflik kemanusiaan yang datang silih berganti, satu kasus baru saja dibahas dan belum diselesaikan dengan baik, keesokan hari kita ditampar lagi dengan kasus kemanusiaan lainnya yang lebih gila, sehingga berikut ini beberapa data dan faktanya:

Gelombang “Bara Bedil” di West Papua

Ada sekitar delapan “gelombang bara konflik bersenjata” yang terjadi di Papua di awal tahun 2024, lokasinya ada di beberapa titik seperti di Yahukimo, Pegunungan Bintang, Intan Jaya, dan Puncak Jaya: Pertama, peristiwa pertama terjadi di Kabupaten Yahukimi terjadi saat penangkapan MH (15) dan BGE (15), dua pelajar yang ditangkap di Kali Brasa Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, pada 22 Februari 2022.  Dua remaja di Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, ditangkap aparat TNI/Polri, Kamis (22/02). Mereka ditangkap tak lama setelah aparat menembak mati seorang milisi pro-kemerdekaan.

Kejadian ini adalah rentetan dari penembakan pesawat Wings Air oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), 17 Februari lalu. Foto-foto penangkapan dua remaja di Yahukimo itu beredar luas. Dalam sebuah foto dua remaja laki-laki berusia 15 tahun itu berada dalam posisi menelungkup, sementara tangan mereka diikat ke belakang. Di sekitar mereka terdapat tiga tentara berseragam, salah satunya menjulurkan lidah ke arah pemotret.

Pada foto lainnya, dua remaja laki-laki itu berada dalam posisi duduk bersila, dengan tangan diikat ke belakang. Sejumlah luka tampak pada tubuh mereka. Dua tentara berseragam dan bersenjata berdiri di belakang dan mengawasi mereka. BBC News Indonesia mengonfirmasi status dua remaja yang ditangkap tersebut kepada kepolisian. Keduanya dinyatakan tidak memiliki hubungan dengan milisi pro-kemerdekaan.

Berikut ini kronologi lanjutan dari kasus di atas yang dirilis oleh Universitas Kaki Abu (UNIKAB). Mahasiswa, Pengacara dan Keluarga Kesulitan Mengunjungi 2 Pelajar di Rutan Polda Papua: “Beny dan Melianus masih berumur 15 Tahun dan Keduanya adalah Pelajar Kelas 2 SMP”. Pada Selasa, 19 Maret 2024, pihak Mahasiswa dan Pengacara (LBH Papua) berupaya mengunjungi 2 pelajar atas nama Beny Elopere (15 tahun) dan Melianus Hiluka (15 tahun) di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah (Polda) Papua. Namun, Kunjungan itu ditolak pihak Polda Papua, dengan alasan bahwa harus keluarga terdekatnya. Sehingga, Mahasiswa dan Pengacara tidak menemui 2 pelajar tersebut.

Hingga pada Rabu, 20 Maret 2024, Pengacara (LBH Papua) dan keluarga dekat dari Melianus Hiluka mendatangi Mabes Polda Papua untuk bertemu dengan 2 pelajar itu. Tetapi, kali ini pun tidak berhasil ditemui. Alasannya bahwa Penyidik dari Polda Papua tidak berada di tempat. Sehingga pihak keluarga dan Pengacara sampai saat ini belum menemui Beny dan Melianus di Rutan Mabes Polda Papua. Sampai saat ini, belum ada akses bagi Mahasiswa, Keluarga dan Pengacara untuk menemui 2 pelajar yang ditahan di Rutan Polda Papua.

Keterangan Tambahan: (1). 2 Pelajar atas nama Beny Elopere dan Melianus Hiluka masing-masing berumur 15 Tahun. Tetapi dari Pihak Polda menulisnya dalam BAP adalah 19 tahun; (2). Mereka berdua adalah Siswa Kelas 2 (dua) SMP di SMP YPPGI, Dekai, Yahukimo; (3). 2 Pelajar ditangkap dalam Insiden penembakan yang terjadi di sungai Brasa, Yahukimo pada 23 Februari 2024 lalu, mengakibat 1 orang tewas, atas nama Otniel Giban; (4). Media Indonesia (antaranews. Com) tertanggal 26 February 2024, menyatakan mereka telah dibebaskan / dipulangkan, karena tidak bersalah atau tidak ada kaitannya dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Namun, rupanya tidaklah demikian. Ternyata 2 Pelajar tersebut saat ini masih mendekam di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Papua (Polda Papua); (1). Terhitung sejak tanggal 26 February 2024, berita Pembebasan/Pemulangan dikeluarkan sampai dengan 21 Maret 2024, ternyata Rupanya Mereka sudah dipindahkan ke Rutan Polda Papua; (2). Jadi saat ini, Beny dan Melianus telah dan sedang dipenjarakan di Rutan Papua selama kurang lebih 23 hari dan atau 3 Minggu 2 hari; (3). Hingga saat ini belum ada keluarga yang berkunjung; (4). Belum ada advokasi hukum bagi 2 pelajar tersebut, (21 Maret 2024).

Dua, “Info WPA NEWS, pada hari ini Jumat, 01 Maret 2024 Jam. 12. 23 Waktu Papua Barat West Papua Army (WPA) Menyerang Pos Satgas Di Kota Sugapa, di bawah  Pimpinan Yosua Maiseni selaku Komandan Operasi Umum Kodap 8 TPNPB OPM West Papua Army Intan Jaya. Menurut Komandan Operasi Kodap 8 TPNPB OPM West Papua Army WPA Intan Jaya siap serang dan baku kontak dengan alasan pembalasan atas tertembaknya hingga luka-luka atas nama:  Selli Maiseni (17  tahun) dan  Mikalon Yoani (26 tahun), adalah warga sipil, yang ditembak oleh TNI POLRI, pada hari Kamis, 29 Februari 2024, sehingga pasukan West Papua Army merasa tidak terima atas jatuhnya korban di kalangan warga sipil West Papua, Pasukan WPA siap  masuk medan perang hari ini, Jumat 01 Maret 2024.

Menurut Yosua Maiseni, pihaknya telah tembak dua anggota Brimob hingga tewas tertembak pada bagian kepala dan satu bagian leher, tepat di Pos Satgas Sugapa. Panglima Tertinggi Jenderal Demianus Yogi membenarkan aksi Intan Jaya tersebut yang terjadi hari ini, Jumat, 01 Maret 2024, sehingga Pasukan West Papua Army sementara sedang menarik diri ke Markas Besar WPA di Mamba. Yogi menyatakan pihaknya bertanggung jawab atas insiden Intan Jaya Papua Tengah yang terjadi pada saat situasi Pemilihan Legislatif maupun Pemilihan Eksekutif Presiden. Ternyata TNI Polri tidak hargai demokrasi tapi sengaja ciptakan konflik saat pesta demokrasi dengan adanya kepentingan pribadi akibatnya warga sipil Papua Barat Intan Jaya Titigi Distrik Mamba jadi korban, tertembak sebanyak dua orang.

Markas Besar WPA  Totiyo terima laporan dari Medan perang hari ini. Berita baru terjadi sore pada kelompok Yosua Maiseni tarik pasukan ke Markas Besar WPA di Mamba Intan Jaya Papua Tengah, tapi sore ini TNI/Polri tembak mati warga sipil atas nama Nolen Sani, anak dari bapak Athen Sani. Menurut Yosua Maiseni selaku Komandan Operasi Umum Kodap 8 TPNPB OPM West Papua Army, pihaknya sudah umumkan bahwa pasukan sudah tarik diri kembali dan diketahui langsung oleh Panglima Tertinggi WPA RR Demianuas Magai Yogi di Mabes Totiyo Paniai tadi siang, 01 Maret 2024 Jam, 01:23 WP.”

Halaman selanjutnya >>>
Siorus Degei
Latest posts by Siorus Degei (see all)