Ingatkah engkau pada belati yang mengoyakkan hatimu. Ia terlalu kejam, bukan? Aku rasa engkau tahu baik tentangnya. Karena engkaulah yang merasakan tikaman terperih itu.
Juga belati itu tampak beringas, bukan? Aku pun ngeri melihatnya saat belati begitu lihai mengoyakkan hatimu berkali-kali. Bahkan ia tak peduli sedikit pun pilu hatimu yang tercecer berkeping-keping. Berseliweran pada debu tanah tak berdaya. Kemudian dilahap dengan rakusnya oleh sekawan ular beludak yang sedang melewati tempat kepingan hatimu menjerit sakit.
Namun sayang engkau tak mengumpat protes atau pun perlawanan atas derita terperih yang kau alami. Sebagai bukti keperkasaanmu yang sering engkau ceritakan kepadaku. Bahwa Luka bukan berarti lemah, melainkan Luka itu kuat.
Engkau pun tak menjerit ketika belati itu menghunjamkan hatimu berkali-kali. Aku menduga engkau hanya pandai membungkam kondisimu.
Pada suatu ketika aku bertanya kepadamu perihal sifat unikmu itu. Katamu, engkau tak mau orang lain mengetahui luka terperih itu. Juga mengetahui beringasnya belati yang kini sudah berkarat tak terawat.
Engkau hanya ingin terlihat kuat. Mungkin juga ingin menepati kata-katamu bahwa Luka itu kuat, tapi sayang kerapuhan telah berkuasa atas dirimu.
Ruang kuliah, 31 Agustus 2020
Air Mata Negeriku
Air mata negeriku sedang berderai deras melumat pipi-pipi lugu
sedang menyerukan protes dengan nada yang keras
Parau
Akhirnya senyap,
Tapi sayang dengungan suara negeriku tak didengarkan
Negeriku sedang merasa tidak baik-baik saja
Tubuh mungil negeriku telah dilecehkan oleh keserakahan yang membabi buta dari pembangkang-pembangkang misterius
Negeriku menjerit pilu
Air mata negeriku masih berderai tapi kini hendak mengering
Mata negeriku lebam
Mulut negeriku kaku membisu
Negeriku menjadi lumpuh
Tuhan…
Bantulah negeriku yang sedang merasa tidak baik ini
Ruang Kuliah, 1 September 2020
Sepi yang Mencekik
Rindu membias pada angan menjelma gumpalan lara
Dengan irama paling lembut ia pun menghunus bercak-bercaknya
Meletuplah isi kepala lalu memuntahkannya
Puing-puing kenangan pun berceceran tak tahu menyapa
Ia tetap membisu bersama lara dalam melodi kebisuan paling nyata
Lihatlah…
Kesepian telah mencekik pecandu rindu yang malang itu…
Meja belajar, 31 Agustus 2020
Kepulangan Abadi
to: Opa Bernadus Bu’u
Pulanglah Engkau yang letih lesu pada biduk sunyi.
Tenteram pula.
Engkau akan merasakan kelegaan yang tak terbantahkan
Akan selalu ada damai di sana
Ketenangan akan selalu setia bermekaran menyambut kepulanganmu
Menantimu tersenyum lega
Pulanglah engkau dalam damai
Perihmu telah sirna
Engkau kini bahagia merebah manja di rumah-Nya yang kekal
Meja belajar, 2 September 2020
- Jalan Tak Bertujuan - 17 Agustus 2021
- Ada Rindu untuk Nona Adila - 17 April 2021
- Olivia - 8 Januari 2021