Bestiemu Cantik? Suka Ziarah, Tidak?

Bestiemu Cantik? Suka Ziarah, Tidak?
©Dok. Pribadi

Salah satu bekal yang selayaknya dimiliki ketika mengadakan perjalanan mengenali diri sendiri, memahami syariat. Bagaimana syariat mengaturnya sebagai laki-laki dan perempuan, misalnya. Wallahu’alam Bish-shawab (Danar’s Quotes).

Aku baru beberapa hari yang lalu mengenal Danar. Seseorang kenalan yang baru saja datang dari Makassar, Sulawesi Selatan ke Polewali Mandar, Sulawesi Barat hanya untuk berziarah di makam Imam Lapeo. Namun, rasanya aku sudah kenal lama, aku seakan-akan sudah mengenalnya bertahun-tahun yang lalu. Entahlah, karena apa? Yang pasti bukan hanya karena rasi bintang kami yang sama, Aquarius.

Aquarius suka kebebasan dan berpetualang melakukan perjalanan. Ya, kami punya “minat” yang sama suka berziarah atau seperti kata Danar, kami “sefrekuensi” karena yang kami bicarakan selalu “nyambung” apalagi keinginan dan tindakan akan sesuatu kami banyak yang sama.

Selama di Mandar, aku mengajak Danar berziarah ke makam Todilaling, raja pertama di Mandar. Kami juga berziarah ke makam Syeh Abdul Mannan, yang terletak di kota  Majene. Dari sana, kami pun bertolak ke Polewali untuk berziarah ke makam Syeh Bil Maaruf Abdurrahim Kamaluddin yang berada di Pulau Tosalama. Keesokan harinya, kami Lalu  melanjutkan perjalanan ke Lambanan, di sana kami berziarah ke makam annangguru Malolo, dan Syeh Abdurrahman.

Setelah kami selesai mengunjungi sebagian makam yang ada di Mandar, kami pun berencana akan berziarah kembali bersama-sama ke beberapa tempat penting lainnya. Oh iya, kami juga berencana akan ke pulau Salemo di Pangkep, Sulawesi Selatan. Kabarnya, “to salama” K.H. Muhammad Thahir (Imam Lapeo) mendapatkan ilmu sekaligus karomah dari sana. Belum lagi ada informasi yang mengatakan bahwa di pulau Salemo memiliki banyak ruang spiritual, tempat waliyullah. Ini membuat kami tidak sabaran lagi untuk segera ke sana.

Smart Woman

Jika ada pertanyaan seperti yang lagi ramai di media sosial, Tik Tok, misalnya; Bestiemu cantik? Dan jawabannya yang relatif. Aku juga punya pertanyaan sendiri dan jawaban seperti ini; Bestiemu cantik? Suka ziarah, tidak? Tidak? Ah, gak seru!

Tapi Danar benar-benar seseorang yang “cantik” yang suka berziarah. Berziarah di sini bukan hanya kuartikan sebagai ziarah ke makam atau petilasan. Danar juga senang mengunjungi tempat baru, dan berpetualang ke tempat yang penuh makna.

Danar adalah sosok yang energik, cerdas, dan berwawasan luas. Pengalaman dan pengetahuannya banyak, mata batinnya tajam, kami sering bertukar pikiran dalam berbagai hal. Di sela-sela kesibukanku, di setiap kesempatan jika ia tidak ke masjid, kami terkadang “ngobrol” bertiga dengan adikku, Ammoz. Terkadang cuma aku dan Danar atau hanya Ammoz dan Danar.

Bahan diskusi kami ada saja, mulai dari kesehatan, keluarga, sampai pada jalan sunyi para pelaku pencari Tuhan. Jika berbicara tentang kaum sufi, Danar juga sudah memiliki ilmunya. Terkadang ia memberikan nasihat dan aku memberikan penjelasan akan sesuatu, intinya kami saling mensupport apalagi jika aku curhat tentang lelaki idamanku ia selalu saja  mendengarkan.

Danar juga suka sekali membaca. Di rumah kakek, ia membaca majalah Cahaya Sufi koleksiku terbitan tahun 2012 yang berisi banyak tentang informasi tasawuf. Jika tidak membaca, Danar terlihat menulis sesuatu. Terkadang ia membaca buku zikirnya, ia seorang pencari Tuhan, pelaku suluk.

Danar hanya tiga hari di Mandar, namun selepas Danar pergi ruang kamar serasa hampa. Ammoz pun merasakan demikian. Rasanya ada yang hilang. Seperti biasa, Danar  yang senang berbagi itu juga memberikan buku zikir seperti yang diberikan kepada orang-orang tertentu. Sebelum pulang ke asalnya, ia memberikan buku Dzikir Pagi & Petang dan Sesudah Shalat Fardhu menurut Al – Qur-an dan as – Sunnah yang Shahih yang ditulis oleh Syaikh Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al – Qahthani diambil dari Kitab Hisnul Muslim.

Baca juga:

Buku zikir ini belum sempat aku amalkan, aku takut belum bisa konsisten ketika membacanya. Saat ini aku hanya “berkonsentrasi” pada perjalanan, ziarah. Walau kuakui, pembacaan zikir Danar sudah sangat kencang walau ia masih mencari mursyidnya.

Cadar? Masyaallah!

Yang paling menakjubkan, ketika Danar bukan hanya memberikan buku zikir, baju  gamis berbunga-bunga hijau muda, jilbab lebar yang berwarna hijau muda polos tapi juga cadar berwarna hitam. Saat diberikan gamis itu aku sempat berseloroh bahwa aku akan berubah menjadi “akhwat”. Akhwat yang kumaksudkan di sini aku sebagai perempuan yang berhijab besar.

Ammoz juga mendapat baju gamis berwarna abu-abu, jilbab berbunga abu-abu, dan cadar abu-abu. Pakaian kami sepaket semuanya serasi. Padahal, gamis dan jilbab diberikan lebih dulu baru kemudian cadarnya. Belum lagi manset tangan yang juga sewarna dengan jilbabnya, seakan semuanya diatur padahal tidak. Danar terlebih dahulu harus membongkar tas gunungnya yang besar ketika akan memberikan cadar dan manset tadi sebelum mobil sewaannya datang.

Terima kasih, sahabat Danar, kami tunggu lagi di Mandar. Semoga kita segera bertemu di Makassar dan merealisasikan semua mimpi-mimpi berziarah itu, amin.

Zuhriah