Dampak Kemiskinan pada Kehidupan Perkotaan

Dampak Kemiskinan pada Kehidupan Perkotaan
©International Economic Policy

Dampak kemiskinan tidak hanya berpengaruh terhadap kehidupan mereka saja, namun juga pada kemajuan bangsa Indonesia sendiri.

Kemiskinan masih menjadi permasalahan utama dalam kehidupan. Negara yang dianggap maju belum tentu mampu mengatasi masalah kemiskinan. Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kemiskinan yang tinggi.

Realitas yang ada, kemiskinan yang terjadi pada masyarakat perkotaan dan perdesaan cukup berbeda. Kemiskinan di perdesaan, masyarakat masih memiliki rumah layak huni, pangan yang dihasilkan dari kebun, dan sandang layak pakai. Dalam kehidupan perdesaan, masyarakatnya hanya miskin pengetahuan dan tidak memiliki uang. Sedangkan kemiskinan dalam kehidupan perkotaan, mereka tidak memiliki rumah, sandang layak pakai, dan pangan yang bergizi.

Pemerintahan kota masih mencari solusi yang tepat untuk menanggulangi permasalahan yang ada. Karena apabila tingkat kemiskinan di kota makin tinggi, maka dapat memengaruhi aspek kehidupan yang lain. Contohnya, pada masyarakat miskin di DKI Jakarta, mereka yang tidak mempunyai rumah layak huni terpaksa membangun rumah di kawasan Sungai Ciliwung. Padahal tindakan ini merupakan tindakan ilegal.

Dengan bertambahnya populasi masyarakat di Sungai Ciliwung, mengakibatkan terbentuknya kawasan kumuh di sungai tersebut. Selain menjadi kawasan kumuh, daerah sungai menjadi tempat sampah umum oleh masyarakat. Semua sampah rumah tangga, sampah dapur, semuanya dibuang ke sungai.

Awal mula hanya masalah kemiskinan, namun berdampak pada kehidupan masyarakat. Tidak hanya kawasan kumuh, namun dengan pembuangan limbah rumah tangga ke dalam sungai dapat mengakibatkan banjir.

Dari segi aspek kehidupan, banyak terjadi kesenjangan dalam masyarakat miskin, entah itu dari segi sosial, fasilitas pemerintahan, hak dasar seseorang, dan lain sebagainya. Masalah kemiskinan pasti kembali bermuara pada perekonomian masyarakat. Karena dengan adanya ekonomi yang mapan, masyarakat mampu memenuhi segala aspek kehidupan.

Fakta yang terjadi adalah, banyak orang miskin terutama di daerah perkotaan mengalami krisis pangan dan papan. Karena kualitas sumber daya manusia (SDM) rendah, mengakibatkan mereka tidak dapat mendapatkan pekerjaan layak dan mendapatkan gaji di atas UMK. Alhasil, banyak masyarakat mengalami krisis ekonomi. Karena adanya krisis ekonomi, membuat masyarakat tidak mampu membeli makanan yang layak, sehingga mengakibatkan masyarakat mengalami kelaparan, kekurangan gizi, bahkan banyak balita mengalami gizi buruk akibat kekurangan vitamin.

Masyarakat miskin hanya fokus pada kehidupan mereka. Prinsip mereka mencari uang hanya untuk membeli makanan. Mereka tidak sampai berpikir untuk membeli makanan bergizi. Prinsip mereka makan hanya untuk kenyang.

Apabila hal ini terus terjadi, dampak kemiskinan tidak hanya berpengaruh terhadap kehidupan mereka saja, namun juga berdampak pada kemajuan bangsa Indonesia sendiri. Apabila banyak masyarakat yang lebih mementingkan perut kenyang dengan uang pas pasan, maka banyak anak bangsa yang mengalami kebodohan. Banyak anak bangsa memilih untuk tidak bersekolah, karena tidak memiliki biaya, sehingga mereka memilih untuk menganggur.

Selain memengaruhi aspek pendidikan yang rendah, kemiskinan juga merupakan faktor utama tingkat kriminalitas tinggi. Banyaknya usia produktif namun tidak bekerja, mengakibatkan mereka memilih untuk mencuri, dan mencopet. Walapun lapangan pekerjaan luas, akan tetapi masyarakat yang ada memiliki kualitas pendidikan yang rendah dan kualitas skill yang dimiliki juga rendah. Pihak penyedia lowongan tidak bisa menerima, alhasil mereka pun menganggur.

Dari data BPS tahun 2005 sampai 2007, tingkat kemiskinan di Indonesia makin meningkat. Pada tahun 2005, terdapat 35,10 juta penduduk Indonesia mengalami kemiskinan. Namun angka tersebut makin bertambah pada tahun 2007.

Dari data terbaru BPS pada tahun 2020, terhitung sejak September angka kemiskinan sebanyak 10,19 persen, lalu meningkat 0,41 persen pada Maret 2020. Kemiskinan mengalami peningkatan pada masyarakat perkotaan. Awal Maret 2020, angka kemiskinan sebesar 7,38 persen, kemudian naik menjadi 7,88 persen pada survei September 2020. Angka kemiskinan yang terjadi di perkotaan hampir mendekati angka 100 persen apabila tidak ada solusi dan kebijakan oleh pemerintah.

Solusi Pemerintah Kota

Faktor ekonomi merupakan kunci utama dari permasalahan kemiskinan. Pihak pemerintah pun telah memberikan solusi dan kebijakan terhadap permasalahan tersebut. Bantuan tersebut berupa bantuan sembako, sandang, bantuan pendidikan, bantuan pembangunan rumah, dan lain sebagainya. Namun, bantuan tersebut dirasa kurang maksimal, karena bantuan masih bersifat jangka pendek.

Memang, bantuan berupa sembako sangat dibutuhkan oleh masyarakat, akan tetapi masyarakat juga memerlukan bantuan dalam jangka panjang. Kemiskinan ini bersifat multidimensional yang artinya berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan. Jadi tidak hanya bantuan dari segi ekonomi saja, namun bantuan tersebut juga berupa pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan tersebut adalah berupa pelatihan skill masyarakat, peningkatan keterampilan usaha, perluasan jaringan kerja, dan informasi pasar. Karena apabila bantuan hanya dari segi ekonomi, maka bantuan tersebut akan cepat habis dan kurang meningkatkan kehidupan masyarakat. Buktinya, dari dimulai banyaknya bantuan tidak mengentaskan kemiskinan sama sekali, malah membuat mental masyarakat menjadi “ingin sekaku diberi dan menunggu bantuan”, bukan membuat masyarakat berpikir untuk menjadi kehidupan yang lebih baik.

Daftar Pustaka

Purwanto, Agus Erwan. (2007). Mengkaji Potensi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk Pembuatan Kebijakan Anti Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik. 10(3), 295-324

Rani, Setyo Ayu., dan Lilik Sugiharti. (2016). Faktor-Faktor Penentu Kemiskinan di Indonesia:Analisis Rumah Tangga. Jurnal ilmu Ekonomi Terapan. 1(2), 17-33

Badan Pusat Statistik (BPS). Persentase Penduduk Miskin September 2020 Naik Menjadi 10-19 persen.

Suryani Dwi Lestari
Latest posts by Suryani Dwi Lestari (see all)