
Nalar Warga – Sebenarnya kritik terhadap demokrasi sudah setua sistem demokrasi itu sendiri. Pada era Yunani klasik, lebih dari ratusan tahun sebelum masehi, Plato sudah membuat kritik terhadap demokrasi dalam tulisannya dengan judul The Republic.
Plato tidak percaya massa. Memberikan kekuasan pengambilan keputusan pada massa bisa berakibat demokrasi turun menjadi rule of mob. Sistem pemerintah paling bagus menurut Plato adalah Kallipolis, sistem pemerintahan yang dipimpin oleh elite-elite pemikir yang tidak suka berkuasa.
Sistem utopia ala Plato tersebut ternyata diterapkan pada era Dinasti Zhou, yang berkuasa kira-kira sejaman dengan Plato, di Cina. Konfusius menggunakan ideal dari Dinasti Zhou ini yang menjadi landasan pemikiran pemerintahan ideal, pemerintah oleh elite-elite filsuf yang enggan berkuasa.
Pada dasarnya, sistem era Zhou (sekitar 500 BCE) terjadi karena tidak ada satu kekuatan yang besar yang mengatasi Cina. Cina waktu itu adalah negara feodal, dengan kerajaan-kerajaan kecil dengan raja-raja kecil. Kaisar Zhou adalah simbol kekuasaan berdasarkan moral. Legitimasi Zhou adalah legitimasi moral.
Kekuasaan Dinasti Zhou, dengan demikian, adalah kekuasaan soft power. Itulah yang menjadi landasan ideal Konfusian. Pada era Warring States (kerajaan-kerajaan saling bertempur), lahir banyak falsafah pemikiran sistem pemerintahan. Konfusianisme salah satunya.
Pemikiran lainnya adalah pemikiran liberal yang dianut oleh daoisme (taoisme). Tetapi kemudian yang memenangkan pergulatan pemikiran ini adalah legalisme yang dianut oleh kerajaan Qin, yang akhirnya menyatukan Cina kembali menjadi satu administrasi terpusat oleh Kaisar Shi Huangdi.
Legalisme adalah pemikiran bahwa sistem pemerintahan harus berdasarkan rule of laws, dan hukum itu harus tertulis dengan jelas. Di bawah asas legalisme, terbentuklah kode hukum yang besar. Setiap pelanggaran kecil dirinci dan jenis hukuman diseragamkan.
Di bawah penyeragaman hukum inilah seluruh Cina diseragamkan. Lebar jalan diseragamkan. Jarak antar-roda gerobak seragam. Tulisan hanzi disatukan menjadi satu tulisan nasional. Unit-unit berat, uni jarak, luas, semua dibikin standar, seperti yang terjadi pada era modern ini.
Dalam asas legalisme, bahkan Kaisar pun harus tunduk pada hukum. Dengan asas inilah seluruh administrasi imperial dibentuk, dibikin sekolahnya, dan itulah yang kemudian menjadi cikal bakal sistem administrasi Cina. Itu terjadi sekitar 2.300 tahun silam.
Penyeragaman ini menyebabkan gejolak di mana-mana. Daerah-daerah merasa warisan budaya tulisan mereka diremehkan, dan banyak yang berontak. Karena itulah Dinasti Qin umurnya singkat.
Dinasti Han, sesudahnya, menikmati hasil penyeragaman Dinasti Qin, tetapi melonggarkan penerapan hukum. Dinasti Han membiarkan pemikiran dan tingkah laku berkembang lebih bebas, menerapkan asas liberalisme.
Dari eksperimen-eksperimen seperti ini, muncul ide Benevolent Governance, yakni kekuasaan otoriter yang dilakukan demi kesejahteraan dan keadilan untuk rakyat.
Saat ini, sistem di Cina sukar untuk dimengerti tanpa mengerti sejarah pemikiran di Cina sejak era Qin. Kenapa Mao Zedong melihat Shi Huangdi dari sudut positif (sebelumnya Shi Huangdi dilihat sebagai diktator kejam)? Ya karena dia berpikir asas legalisme itu bagus.
Setelah era Mao, pemikiran-pemikiran konfusionisme dan lain sebagainya mulai berkembang lagi di Cina. Tempat-tempat penghormatan terhadap Konfusius dan murid-muridnya dirapikan dan ramai dikunjungi. Ide Benevolent Governance dianggap sesuatu yang natural.
Karena itulah, kenapa kebijakan antikorupsi cukup sukses diterapkan di Cina? Padahal Cina katanya tidak ada demokrasi lho. Kita harus melihat dari perspektif Cina. Mereka ada tradisi yang sudah mengakar sejak ribuan tahun, yang terbukti berhasil: peradaban itu berkembang dan bertahan.
Perlu diingat, selama sejarah manusia ribuan tahun, negara paling kaya adalah dinasti Cina, sampai abad 19 di mana Eropa mulai naik. Jika peradaban-peradaban kuno dunia lain pada punah, tentu ada faktor yang menarik yang membuat peradaban kuno Cina bertahan ribuan tahun.
Kita umumnya lebih mengenal peradaban Eropa ketimbang peradaban Cina. Karena banyak negara Asia Afrika dulunya adalah jajahan negara Eropa. Akibatnya, banyak pandangan yang bias tentang Cina hanya karena sudah berasumsi pandangan dan sejarah Eropa itu inti perkembangan dunia.
Padahal tidak demikian. Karena di Cina berkembang perspektif yang berbeda, yang juga sama-sama tangguh. Sayang, pengetahuan tentang Cina untuk orang-orang di luar Cina pada umumnya sangat minim untuk bisa mengerti sistem di Cina.
Misalnya, umumnya orang luar Cina tidak tahu kalau pemikiran sosialisme, liberalisme sudah ada di Cina sejak lebih dari 2.000 tahun silam. Bahwa nation building Cina terjadi pada era Dinasti Song ketika menghadapi tantangan Jin dan Mongol, dan hasilnya sukses besar.
Pendekatan-pendekatan filosofis yang terjadi di Eropa terjadi lebih duluan di Cina dalam skala yang jauh lebih besar, bahkan sering sampai terjadi pertempuran besar. Kita yang tidak ada dalam hemisphere Cina tidak tahu soal ini kecuali mempelajarinya secara serius.
- Mungkinkah Agnes Dapat Dipidana? - 28 Februari 2023
- Transformer - 6 Februari 2023
- Jalan Panjang Demokrasi Kita - 2 Februari 2023