Demokrasi Membutuhkan Ekonomi yang Baik

Demokrasi Membutuhkan Ekonomi yang Baik
Political Man, Basis Sosial tentang Politik karya Seymour Martin Lipset (Pustaka Pelajar, 2007)

Demokrasi, secara universal, adalah sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan sistem pengorganisasian masyarakat paling baik yang dibuat oleh manusia.

Sejarah dan dinamika kehidupan manusia, sejak dulu hingga sekarang, meneguhkan keunggulan demokrasi dibandingkan dengan sistem-sistem politik yang lain seperti monarki, teokrasi, dan sejumlah varian dari otoritarianisme. Bahkan, karena terdapat pengakuan universal atas keunggulannya, demokrasi juga dilekatkan pada sistem-sistem politik yang pada dasarnya tidak demokratis.

Sejak 1990-an, setelah Perang Dingin dan keruntuhan Tembok Berlin dan Revolusi Eropa 1989, terjadi pertambahan pesat jumlah negara yang mengadopsi sistem politik demokrasi di berbagai belahan bumi.

Sekarang ini, kurang dari 10 negara dari hampir 200 negara yang ada di dunia ini yang belum menerapkan sistem politik demokrasi. Karena diterapkan oleh ratusan negara, maka wajar bila demokrasi sebagai sistem politik memiliki karakteristik berbeda sesuai karakteristik masyarakat di negara yang menerapkannya.

Abraham Lincoln mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Definisi yang diambil dari pidato Lincoln pada 1862 ini barangkali merupakan definisi demokrasi yang paling banyak dikutip. Definisi singkat dari Lincoln ini telah menjelaskan inti dari sistem politik demokrasi.

Joseph Schumpeter mendefinisikan demokrasi sebagai suatu pemerintahan di mana rakyat memiliki ‘kebebasan dan kesempatan’ untuk ‘menerima dan menolak’ para politisi yang memerintah. Menurut Schumpeter, esensi demokrasi adalah mekanisme kompetitif memilih pemimpin melalui kontestasi mendapat suara rakyat. Sehingga pemimpin yang terpilih tersebut bisa membuat keputusan-keputusan politik di sebuah negara.

Sejarah mencatat, jutaan umat manusia telah dengan sukarela tampil dan mengorbankan nyawa dalam rangka memperjuangkan demokrasi. Perjuangan umat manusia mewujudkan demokrasi, oleh Huntington, dicatat dalam tiga gelombang demokratisasi:

  1. Mencakup periode 1828 sampai dengan 1926, mencakup proses demokratisasi di Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru, Australia, Inggris, dan beberapa negara di Eropa.
  2. Mencakup periode 1943-1962 yang mendemokratisasi negara-negara seperti Jepang, Jerman Barat, Prancis, Belanda, Columbia, Argentina, dan beberapa negara Eropa.
  3. Sejak 1974 sampai semua negara otoriter menjadi demokratis.

Sejak tahun 1974, dunia menyaksikan gelombang demokratisasi yang berawal di Spanyol, Yunani, dan Portugal. Kemudian berlanjut ke Eropa Timur di akhir tahun 1980-an, serta ke sejumlah negara Asia di awal tahun 1990-an. Proses ini akan berlanjut hingga demokrasi menjadi satu-satunya sistem politik yang diterima secara universal.

***

Seperti halnya perjuangan untuk mewujudkannya, demokrasi juga menjadi daya tarik yang luar biasa bagi kalangan akademisi untuk melakukan studi atasnya. Ratusan dan bahkan ribuan buku telah ditulis para pakar di seluruh dunia ini tentang demokrasi. Baik yang mendukung dan mengadvokasinya, maupun yang menolak dan melemahkannya.

Karya Lipset ini menjelaskan tentang kondisi-kondisi sosial (ekonomi-politik). Mendukung demokrasi, baik kondisi yang bersumber pada budaya politik maupun struktur politik.

Lipset sendiri adalah sebuah nama terkenal di jajaran pengkaji yang sekaligus penganjur demokrasi. Dari kondisi-kondisi sosial yang memengaruhi demokrasi, seperti ditunjukkan Lipset, pertumbuhan dan kondisi ekonomi negara yang menerapkan demokrasi merupakan kondisi sosial yang paling penting yang mendukung demokrasi.

Lipset (1963) mendefinisikan demokrasi sebagai sistem politik yang memiliki pengaturan konstitusional tentang pergantian para pejabat pemerintahan. Bersama-sama dengan pengaturan sosial yang memperbolehkan sebagian besar penduduk untuk turut memengaruhi keputusan-keputusan penting dengan cara memilih oposisi yang menduduki jabatan-jabatan politik.

Dalam karya yang lain, bersama Larry Diamond dan Juan Linz, Lipset (1989) merumuskan tiga unsur untuk mengukur derajat demokrasi, yakni:

  1. Kompetisi nyata dan meluas di kalangan individu dann kelompok dalam memperebutkan jabatan-jabatan politik tanpa menggunakan paksaan;
  2. Partisipasi politik yang luas; dan
  3. Tingkat kebebasan sipil dan politik yang cukup untuk menjamin integritas kompetisi dan partisipasi politik.

Tiga unsur tersebut bisa disederhanakan menjadi kebebasan, partisipasi, dan kompetisi. Derajat demokrasi dari sebuah sistem politik bisa diukur menurut kondisi kebebasan, partisipasi, dan kompetisi.

Dalam buku ini, Lipset secara tegas berargumentasi bahwa semakin tinggi tingkat kemakmuran ekonomi sebuah negara, maka semakin besar peluang mewujudkan demokrasi. Dengan kata lain, modernisasi sosial ekonomi akan menghasilkan demokrasi politik.

Penjelasan umum atas korelasi dua variable ini menyebutkan, kemakmuran ekonomi mendorong peningkatan jumlah penduduk berpendidikan. Menumbuhkan kelas menengah yang sadar akan hak-hak politiknya sebagai warga negara. Menumbuhkan kelompok borjuasi dan kelas menengah yang menginginkan kepentingan ekonomi mereka terjamin dalam masyarakat dengan penegakan hukum yang baik dan kompetisi ekonomi yang jujur.

Kemakmuran ekonomi juga akan menurunkan radikalisme dan menumbuhkan toleransi, sehingga demokrasi lebih mudah dilaksanakan.

Argumentasi Lipset tentang kaitan antara demokrasi dan tingkat kemakmuran ekonomi ini didukung oleh banyak ahli. Tetapi, juga ditolak oleh studi dari ahli-ahli yang lain, seperti O’Donnell (1973) yang dari studi tentang negara-negara di Amerika Latin 1970-an mendapati kesimpulan sebaliknya. Bahwa ketika sebuah negara melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi justru melahirkan rezim otoriter.

O’Donnell menyebut rezim otoritarian yang muncul dan menguat selama pendalaman industrialisasi di negara-negara Amerika Latin ini sebagai rezim otoritarianisme birokratik (bureaucratic authoritarianism). Didominasi tiga kekutan modern: militer, teknorat-birokrat, dan modal internasional.

Kendati demikian, demokratisasi yang berlangsung di negara-negara sosial Eropa Timur sejak 1989 dan merembet ke negara-negara Afrika dan Asia pada 1990-an. Ini membenarkan argumentasi teoritis Lipset tentang kaitan pembangunan ekonomi dan demokrasi. Kondisi ekonomi sesungguhnya bukan hanya faktor penting yang melahirkan demokrasi, tetapi juga faktor penting yang menjaga demokrasi agar tetap bertahan di sebuah negara.

***

Bertolak dari argumentasi di atas, pembangunan demokrasi di Indonesia saat ini barangkali belum benar-benar berada pada titik yang aman, mengingat pertumbuhan dan kondisi ekonomi Indonesia.

Dalam konteks ekonomi global, Indonesia masuk dalam deretan negara berpendapatan ekonomi menengah bawah. Sementara negara-negara demokrasi yang stabil pada umumnya termasuk dalam deretan negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah. Sementara, sebagian negara demokrasi yang tidak stabil berada pada deretan negara berpenghasilan bawah atau menengah bawah.

Di samping itu, angka kemiskinan di Indonesia masih sangat tinggi yang berimplikasi pada banyak hal. Di antaranya, tingkat pendidikan rendah, tingkat pemahaman terhadap demokrasi yang rendah, dan perasaan ketidakamanan secara sosial. Kemiskinan, pendidikan rendah, dan perasaan tidak aman secara sosial merupakan ancaman terhadap demokrasi.

Demokrasi tidak bisa disemai secara baik dalam kondisi sosial-ekonomi yang demikian. Untuk menguatkan demokrasi di Indonesia, pemberantasan—setidaknya pengurangan—kemiskinan harus menjadi prioritas utama.

Di samping penanganan kemiskinan, penguatan demokrasi di Indonesia, pada tahapan ini juga, membutuhkan ketegasan dalam penegakan hukum (aturan). Juga konsistensi para elite politik terhadap prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri, yang sebagian telah dijelaskan dengan baik dalam buku Lipset ini.

Semoga buku ini menjadi rujukan berharga bagi para pembaca untuk memahami demokrasi dan akhirnya memberikan kontribusi bagi penguatan demokrasi di Indonesia itu sendiri.

*Pengantar Akbar Tandjung untuk Political Man, Basis Sosial tentang Politik (Seymour Martin Lipset, Pustaka Pelajar, 2007)

___________________

Artikel Terkait: