
Laporan dari Beijing memperlihatkan, sebagai dampak dari kebijakan “satu anak”, para pria di Cina terpaksa harus mengalami yang namanya kekurangan istri. Hal tersebut berdasar pemberitaan di SCMP Juni 2015 dan studi dari Institute for Family Studies 2018.
“Terdapat 120 anak laki-laki dibanding perempuan. Artinya, dalam empat dekade terakhir, terdapat 30 juta lebih banyak bocah laki-laki dibanding perempuan disebabkan nilai tradisional bahwa pria harus didahulukan.”
Ketimpangan seperti itulah, sebagaimana dilansir Kompas (24/8), yang membuat para pria kesulitan mencari istri. Ini merupakan efek dari tiadanya nilai tawar para pria dibanding kalangan perempuan yang mampu menolak pasangan yang tidak punya materi atau penghidupan memadai.
Oleh karena faktor finansial sangat menentukan, banyak pria akhirnya harus melakukan berbagai macam cara demi menyiasati krisis perempuan. Salah satunya adalah dengan “membeli istri” dari para penyedia atau pelaku human trafficking.
Seiring maraknya menimbulkan praktik perdagangan manusia juga fenomena kekurangan istri, kebijakan “satu anak” ini kemudian dicabut. Itu sudah berlaku tiga tahun terakhir, atau sejak 2016, di mana pemerintah Cina memutuskan untuk mencabut aturan yang memang kurang mengena.
“Diperkenalkan pada 1979 silam, kebijakan itu dicabut setelah Negeri Panda menghadapi penurunan tenaga kerja yang bersumber dari populasi yang menua.” [ko]
- Ravindra Airlangga Ajak Petani dan Pelaku UMKM Bogor Berorientasi Ekspor - 1 Oktober 2023
- 42 Persen Pendukung Gerakan 212 Memilih Anies - 30 September 2023
- Jika Pasangan Amin Maju, Hanya 16,5 Persen Warga Akan Memilih - 22 September 2023