Ekonomi Politik Perdesaan; Hadirnya Negara ke Desa

Artinya, negara menisbikan adanya peran negara dalam melakukan pengaturan tersebut. Hal itulah yang menjadikan peran masyarakat kemudian terkucilkan dalam arena tersebut karena ekonomi masuk dalam domain negara secara penuh dan absolut.

Masyarakat tidak lagi memiliki pilihan lain kecuali memilih pengaturan sumber daya yang negara kuasai. Pasar sebagai aktor kedua dalam pengaturan sumber daya ekonomi memang memberikan banyak pilihan bagi masyarakat untuk bisa memilih, namun juga sesuai dengan rasionalitas harga yang sedemikian tinggi pula. Adanya kepemilikan sumber daya yang masif dan besar yang desa miliki itulah yang menjadi polemik. Dominasi negara sudah berjalan di desa sebelum menginjak pada globalisasi pada abad ke-21 sekarang ini.

Otonomisasi dan independensi desa sebagai entitas yang kemudian tergerus oleh pengaruh negara. Setidaknya hal tersebut dapat mengindikasikan pola penetrasi yang negara lakukan untuk mensubordinasikannya sebagai objek pengaturan negara. Tentunya praktik hegemoni negara yang demikian bukanlah barang baru dalam relasi negara dengan desa.

Perekonomian desa yang sebelumnya bersifat komunalistik dan kooperatif lantas kemudian berubah menjadi kelas-kelas yang individualistik dan liberal. Pola redistribusi perekonomian yang dulunya berlaku secara seimbang dan setara mulai bergeser pada rasionalitas uang. Bahwa uang menjadi kunci atas pola pembagian tersebut.

Akar untuk memahami globalisasi dalam tingkat perdesaan adalah bagaimana kita juga melihat konteks di masa lalu bahwa globalisasi sekarang ini merupakan bentuk kolonialisme di masa lalu. Maka penting juga untuk kita simak untuk melihat konteks keterbelakangan (underdevelopment) yang terjadi di ranah perdesaan saat era zaman kolonialisme (Wasisto Raharjo Jati, 2014).

Parasitisme atas Desa

Desa adalah entitas ekonomi mikro sedangkan negara adalah entitas kapitalisme makro. Keduanya bersinergi dalam relasi simbiosis parasitisme. Negara hadir sebagai parasit atas tatanan perekonomian desa yang kian involutif.

Namun demikian, mencermati fondasi dasar atas perkembangan ekonomi di desa juga perlu melihat adanya karakteristik dari negara. Dalam hal ini, di balik alasan neoklasik yang menjadi paradigma ekonomi negara bukanlah menjadi kapitalisme sungguhan (real capitalism), akan tetapi lebih menuju kepada ekonomi pinggiran.

Ini karena karakter negara yang mengejar keuntungan dalam jangka pendek dengan cara mendisiplinkan warganya, terutama perdesaan yang mengakibatkan proletarisasi dan marjinalisasi warga desa karena praktik trickle up effect yang negara lakukan. Sehingga, perdesaan umumnya mengalami keterbelakangan secara ekonomi.

Baca juga:

Kondisi underdevelopment yang berlangsung dalam perdesaan karena adanya ketimpangan pembangunan yang terjadi akibat pola kebijakan yang eksploitatif. Secara makro, konteks pengaruh negara di desa yang termanifestasikan dalam pola desa dilihat sebagai self-governing community. Hal ini karena memiliki hak asal-usul dan bawaan sebelum negara hadir sehingga “desa” kita pahami republik mini. Sekarang kemudian berubah menjadi desa kita lihat sebagai local state government.

Kondisi underdevelopment yang berlangsung dalam perdesaan karena adanya ketimpangan pembangunan yang terjadi akibat pola kebijakan yang eksploitatif. Secara makro, konteks pengaruh negara di desa yang termanifestasikan dalam pola desa dilihat sebagai self-governing community. Hal ini karena memiliki hak asal-usul dan bawaan sebelum negara hadir sehingga “desa” kita pahami republik mini. Sekarang kemudian berubah menjadi desa kita lihat sebagai local state government.

Adapun strategi penerapan prinsip otonomi murni kepada desa lebih berarti ketidaksiapan kapasitas negara dalam mengatur desa. Sehingga dengan menempatkan kembali desa sebagai republik mini, desa akan mudah untuk mengatur dirinya dan mengorganisasi diri sebelum kemudian negara atur.

Oleh karena itu, cara instrumentasi untuk mengikat loyalitas desa kepada negara, maka negara kemudian memaksakan prinsip kepada perangkat desa untuk terjabarkan dalam pola perilaku pemerintahan desa. Kemudian, selain itu pula, semua perangkat desa adalah birokrat yang mereka tunjuk dan angkat dari lembaga supradesa. Sehingga mereka hanya menjalankan mandat dari lembaga supradesa untuk menyelenggarakan rumah tangga desa dan menyebarkan kredo negara kesejahteraan.

Melalui strategi administrasi dan institusionalisme, negara mulai hadir dengan wajah baru dalam pengaturan desa. Deperti munculnya Lembaga Badan Perwakilan Desa, pengaktifan Babinsa dalam rangka menjaga teritorial, dan menempatkan sekdes sebagai birokrat sekaligus agen spionase negara.

Akan tetapi, desa juga tidak mau kalah dengan mengaktifkan kembali berbagai macam institusi desa untuk mengimbangi negara. Sehingga sering kali muncul dualisme dalam desa, seperti halnya pengakuan hukum adat dan positif nasional, komunalisasi tanah dan privatisasi tanah, dan lain sebagainya (Wasisto Raharjo Jati, 2014).

Dalam era sekarang, kita bisa melihat dimensi desa sebagai local state government mulai tereduksi. Terlebih lagi selama dalam masa penerapan otonomi daerah dalam konteks kekinian. Kita bisa melihat bahwa adanya revitalisasi atas bangkitnya unsur-unsur lokal untuk diafirmasi dan direkognisi.

Penguatan itu berlaku dengan cara memberikan penguatan pada entitas kultural lokal setempat, seperti halnya Gampong di Aceh, Banjar di kawasan Kalimantan Barat, dan juga Nagari. Adanya upaya penguatan berbagai kelembagaan lokal tersebut merupakan upaya untuk mereduksi atas pengaruh uniformisasi desa yang Pemerintah selama ini lakukan (Wasisto Raharjo Jati, 2014).

Membangun Brand Desa

Dalam kerangka mendinamisasikan politik ekonomi perdesaan, baik pemerintah pusat maupun daerah harus membangun keunggulan daya saing desa. Antara lain: perekonomian, sistem keuangan, governance, kebijakan, manajemen makro/mikro ekonomi. Ini adalah tantangan yang pemerintah kita saat ini dan mendatang hadapi. Membangun keunggulan lewat branding yang kuat akan muncul kesan positif pada pemerintah maupun pemeritah daerah.

Halaman selanjutnya >>>

Kontributor