Eksistensi Tasawuf di Tengah Modernisasi Perkotaan

Tasawuf perkotaan atau dikenal dengan istilah lain urban Sufism akhir-akhir ini memang mulai mengindikasi. Tentunya, hal ini dapat menggirakan namun juga mengkhawatirkan. Sebab, hal ini akan berdampak bahwa ritual hanya digunakan sebagai alat untuk menenteramkan hati yang gelisah. Seolah agama hanya sekadar pelarian belaka. Padahal spiritual mestinya merupakan media sebagai tempat untuk bermuhasabah dan memperbaiki diri.

Menurut Dr. KH. Hamdan Rasyid pada cuplikan tulisannya menerangkan bahwasanya suatu hal yang tidak biasa dari separuh bagian masyarakat urban saat ini, ialah masyarakatnya mulai terdorong dalam meninjau dan mengimplementasikan sufistik. Fenomena ini dapat dipandang dari maraknya buku kajian tasawuf.[6] Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa agama dapat dibawa untuk tinggal bersamaan dengan berkembangnya industri dan perkembangan internet.

Umumnya, kelemahan yang dijalani oleh cendekiawan modern dalam pemahamannya ialah meyakini dengan akal secara berlebihan tetapi dengan meninggalkan wacana keagamaan.[7]

Dalam upaya peningkatan dan pemakaian sains dan teknologi terhadap peninjauan nilai tidak memperoleh sasaran secara mestinya. Dengan ini, berdampak bahwa sains dan teknologi tersebut tidak mampu menangani perbahasan mengenai kehidupan, justru dapat menimbulkan perdebatan baru. Oleh karena itu, kelemahan yang dialami oleh manusia modern ialah berupa lemahnya budi pekerti serta kosongnya arti hidup yang sesungguhnya.

Uraian di atas tersebut menampilkan bahwa manusia dengan berjalannya waktu akan mudah terasingkan. Terutama manusia-manusia kota yang selalu mementingkan kepentingan pribadi serta pemenuhan ambisinya.

Manusia kota juga dikenal dengan manusia yang mandiri atau individualistis, hingga pada akhirnya mereka akan mengalami kesepian. Bukan tidak mungkin jika hal tersebut menimbulkan beberapa kesenjangan yang dirasakan oleh masyarakat perkotaan. Akan tetapi, dengan adanya berbagai ketimpangan dalam hidup pada masyarakat urban inilah akhirnya mengantarkan bahwa baik spiritual ataupun tasawuf merupakan jalan terbaik serta obat dari problema kehidupan tersebut.

Tasawuf sebagaimana menurut pandangan Fazlurrahman, yang dikutip oleh Nuecholis Madjid bahwa tasawuf bukanlah pelarian terhadap dunia semata, akan tetapi muncul dalam citra baru (neo sufisme). Neo Sufism juga memiliki karakter berwujud represi terhadap pola budi pekerti serta aplikasi dari metode dzikir dan ihsan bahwa seseorang merasa diawasi oleh Tuhan.

Neo sufisme juga diartikan sebagai pendalaman spiritual terhadap jiwa yang menaksirkan konstribusi aktif dalam kehidupan yang senantiasa berkecimpung terhadap problem sosial[8]

Baca juga:

Ide tasawuf dalam versi baru tersebut bakal bertambah substansial, jika diaplikasikan dengan penafsiran ulang pada nama-nama yang wajar pada ruang sufistik klasik. Usaha penafsiran ulang ini sudah dipelopori oleh Hamka pada karyanya, Tasawuf Modern[9]. Adapun, pada karyanya ini, terbongkah pandangannya yang menerima secara wajar terhadap penafsiran Islam, tetapi tetap dengan berprinsipkan hukum-hukum Islam.

Dengan demikian, sebetulnya tasawuf modern ini masih pada landasan dari paradigm Al-Ghazali. Hanya saja, Hamka menaksirkan penafsiran keagamaan yang bersifat rahasia atau esoteris. Hal ini tentu tidak mengaplikasikan diri  dengan keterasingan, justru terlibat aktif pada sosial kemasyarakatan dengan sifatnya yang lentur dan toleran.

Tasawuf dengan esensinya dapat mengatasi problema psikis dan mental dan seluruh masalah yang ada pada seseorang. Hal ini didorong oleh ajaran tasawuf yang dapat diaplikasikan segala aspek kehidupan.

Lalu bagaimanakah implementasi tasawuf di perkotaan? Menurut beberapa masyarakat yang telah mengimplikasikan tasawuf secara pemahaman mungkin masyarakat tidak secara sadar ternyata telah mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari walaupun tidak secara teoritisnya. Adapun metode implikasi tasawuf antara lain:

  1. Sabar
  2. Tawakkal
  3. Ridlo
  4. Qanaa’ah
  5. Mawas diri

Dan sebagainya.

Kesimpulan

Manusia di zaman sekarang ini telah mengalami perkembangan dari berbagai macam modernitas, baik secara pola pikir, saintek, digitalisasi informasi, industrialisasi, budaya instan, sifat hedonis dan sebagainya. Manusia dengan hasrat nafsu duniawinya membawa ia pada keterasingan, baik pada sesama mahluk maupun dengan Tuhannya.[10] Tidak lain pada masyarakat perkotaan.

Fenomena modernitas agaknya telah terbuka secara bebas bagi pemenuhan materi untuk manusia diera sekarang ini. Akan tetapi, terlepas dari hal tersebut, manusia juga akan mengalami kekosongan dalam berambisi untuk memenuhi kebutuhan materinya.

Halaman selanjutnya >>>
Nisrina Zain
Latest posts by Nisrina Zain (see all)