Elsam Dorong DPR Optimalkan Fungsi Jaminan Kebebasan Berpendapat

Elsam Dorong DPR Optimalkan Fungsi Jaminan Kebebasan Berpendapat
©MI

Nalar Politik – Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Miftah Fadhli memberi rekomendasi agar Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengoptimalkan fungsi-fungsi mereka.

Selain fungsi legislasi dan penganggaran, Miftah menekankan fungsi pengawasan untuk meningkatkan jaminan kebebasan berpendapat di Indonesia harus menjadi perhatian utama.

“Misalnya, kalau ada lembaga negara tertentu mengancam kebebasan berpendapat, DPR bisa mengoptimalkan fungsi pengawasan, seperti meminta klarifikasi atau konfirmasi terkait dengan kebijakan-kebijakan dari lembaga pemerintah,” kata Miftah dalam sebuah webinar nasional yang diselenggarakan oleh BPM FISIP Universitas Padjadjaran, Sabtu (27/11).

Miftah berharap DPR juga mampu memastikan undang-undang yang sedang disusun telah sesuai dengan aspirasi masyarakat dan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Peneliti Elsam ini turut merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang eksesif dan menimbulkan efek ketakutan.

Berdasarkan survei dari Komnas HAM, masyarakat Indonesia sejauh ini cenderung merasa takut untuk menyampaikan kritik. Keberadaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya pasal karet terkait pencemaran nama baik, menjadi sebab.

“Survei dari Komnas HAM menyebutkan bahwa saat ini masyarakat makin takut menyampaikan kritik. Mereka takut kritik itu akan membuatnya dihukum berdasarkan UU ITE.”

Kondisi tersebut, bagi Miftah, menyebabkan ekosistem demokrasi di Indonesia menjadi tidak sehat. Dengan demikian, sudah sepatutnya persoalan itu segera dievaluasi oleh pemerintah dengan melibatkan partisipasi masyarakat sipil dan akademisi.

Baca juga:

Sebelumnya, Komnas HAM menilai bahwa tingkat ketakutan masyarakat dalam penyampaian kritik terhadap pemerintah cukup tinggi. Melalui laporan akhir tahun (2020), pihaknya bahkan mendesak pemerintah agar segera mengevaluasi konsep pemidanaan terhadap masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.

Dalam laporan tersebut, Komnas HAM merujuk pada survei yang dilakukan internalnya di 34 provinsi. Survei yang dilakukan pada Juli-Agustus 2020 tersebut melibatkan 1.200 responden.

“Sebanyak 29 persen responden takut dalam memberikan dan mengkritik pemerintah,” tulis Komnas HAM dalam laporan akhir tahunnya.

Dari survei tersebut, sebanyak 36,2 persen responden atau masyarakat merasa ketakutan dalam menyampaikan pendapat dan kritik, baik melalui internet maupun media sosial.

Tingkat ketakutan akademis di lingkungan pendidikan juga tergolong tinggi. Tingkat ketakutan penyampaian pendapat dan ekspresi di kampus dan universitas sebanyak 20,2 persen.

Tingginya angka ketakutan tersebut tentu saja menjadi persoalan serius bagi pemerintahan yang demokratis. Pihaknya pun meminta agar pemerintah dapat memberikan jaminan perlindungan atas kebebasan berpendapat, salah satunya dengan mereview UU ITE serta menyegarkan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi.

Menurutnya, reaksi berlebihan dari pemerintah dalam penggunaan aparatur keamanan berdampak pada pemidanaan orang-orang yang mengemukakan kritik dan pendapatnya terhadap pemerintah.

“Komnas HAM menyerukan bahwa penindakan dan pemidanaan terhadap orang yang menyampaikan pendapat dan kritik tidak diperlukan. Karena berpotensi memberangus hak asasi dan demokrasi.”