
Anjuran berjilbab, di satu sisi, diyakini sebagai seruan pada kebaikan. Makin banyak orang menyeru pada sesama untuk berjilbab, makin banyak pula kebaikan akan ia peroleh.
Dan, kebaikan ini, meski lahir dari keyakinan yang kurang kritis, termanifestasi kepada pahala-pahala sebagai bekal hidup di akhirat nanti. Maka tak salah ketika semua orang tampak berlomba-lomba dalam pengupayaannya.
Tentang anjuran berjilbab ini, ada satu artikel menarik dari Orrik Ormeari berjudul Resenya Anjuran Berjilbab. Ia gambarkan secara gamblang bagaimana seruan yang didorong oleh pandangan “kewajiban” tersebut tampak berujung bak aktivitas Multi Level Marketing (MLM).
Di awal paragraf ia menulis, “Saya pikir kenalan-kenalan saya yang beragama Islam sudah mulai keterlaluan dalam aktivitas MLM-nya sesama muslim demi mengamankan kuota mereka di surga nanti. Lama-lama saya muak juga melihatnya.”
Bermula ketika ia bertandang ke Banda Aceh untuk mengikuti salah satu acara di sana. Kita tahu, kondisi daerah ini berselimut rapat pada aturan atau hukum agama (syariat Islam). Imbasnya terutama pada kaum perempuan (muslimah).
Mereka yang tidak berhijab akan dilirik sinis. Sedang mereka yang menggunakannya akan langsung dibombardir untuk tetap mempertahankan tradisi berhijabnya.
Lumrah memang ketika hasil pose di acara tertentu, apalagi yang berskala besar dan melibatkan orang-orang penting di dalamnya, dan lalu di-share ke jejaring sosial. Akibatnya, beragam komentar pun bermunculan, bahkan untuk sekadar nge-like.
“Kamu cantik ya kalau pakai jilbab. Mudah-mudahan selamanya pakai jilbab,” begitulah salah satu komentar yang tertera yang Orrik gambarkan layaknya seruan pelaku MLM.
Baca juga:
“Ada apa dengan orang-orang ini? Kok sepertinya ada propaganda khusus untuk hal-hal berbau agama? Setiap ada perempuan yang menggunakan jilbab, teman dan kenalannya langsung berbondong-bondong memberikan ucapan selamat, pujian, dan sebagainya,” tulis Orrik yang bernada menyertakan jeritan hati.
Memang ada seruan Tuhan agar para perempuan (juga laki-laki) menutup aurat sebagaimana bunyi ayat al-Nur di atas. Hanya saja, bukankah seruan tersebut hanya ke pada masing-masing individu? Mengapa kita yang harus ribut betul apakah si A pakai jilbab atau si B tidak pakai jilbab? Ini kan perkara pribadi, antara si A atau si B dengan Tuhan mereka sendiri.
Jikalau benar bahwa anjuran berhijab adalah seruan pada kebaikan, tulis Orrik, tentu kita patut bertanya: “Untuk apa? Jaminan masuk surga? Apakah dengan makin banyak orang yang kita dakwahi, maka akan makin banyak bonus pahala yang kita dapati? Kalau begitu, apa bedanya kita dengan agen MLM? Ataukah jangan-jangan agama ternyata hanya sebentuk usaha MLM?”
Menggelikan memang melihat dan mendengar komentar-komentar seperti “Aduh, kamu tambah kelihatan cantik setelah menggunakan jilbab.”
Maksudnya apa coba? Apakah sebelum dia berjilbab, kecantikannya mirip dengan sosok pemeran Sundal Balong Susanna? Atau si Manis Jembatan Ancol yang ngeri-ngeri sedap itu?
Bagaimana dengan para koruptor perempuan atau pelaku tindak kejahatan yang lazim menggunakan jilbab ketika menghadiri persidangan. Kok gak ada yang berbondong-bondong menghampiri dan memberi ucapan selamat, cipaka-cipiki, dan lalu berkata, “Masya Allah, kamu tambah cantik deh berjilbab begini. Semoga kamu tidak dihukum mati, ya.”
Sungguh, fenomena jilbab semacam ini hanya akan melahirkan bullying kepada orang tertentu yang bersangkutan. Apakah demi sebuah kuota di surga atau bonus pahala yang nyata belum tentu juga adanya lalu kita sah melakukan tindakan bullying? Ataukah agama memang menganjur hal demikian demi kuota atau bonus pahala tersebut?
Entahlah. Yang jelas, kita hanya akan terlihat norak atau kampungan dengan memberi ucapan selamat kepada mereka yang menggunakan hijab, dan sebaliknya, memberi bullying kepada mereka yang tidak mengindahkan. Mau pakai jilbab kek, mau tidak, terserah yang bersangkutan.
Tak perlulah ber-norak ria. Tak perlu pula kebakaran jenggot ketika melihat ada orang yang melepas jilbabnya. Toh ibadah adalah urusan masing-masing individu kepada Tuhannya, bukan? Kata Gusdur, “Begitu aja kok repot?”
Baca juga:
- AdSense for Search, Fitur Penelusuran Istilah Terkait untuk Laman Konten - 17 Februari 2022
- AddToAny Share Buttons, Peningkat Traffic dan Engagement Terbaik - 3 Februari 2022
- Menggunakan Google Analytics; Panduan bagi Pemula - 2 Februari 2022