
Filsafat dalam banyak penafsiran dikatakan sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan. Mengapa sampai disebut sebagai induk? Sebab dalam sejarah perkembangan pengetahuan manusia diawali oleh para filsuf dari Yunani kuno. Mereka saat itu mampu menginterpretasikan kejadian alam dengan menggunakan rasio sebagai penalar dari kejadian tersebut.
Dulu manusia, ketika melihat kejadian alam, mereka beranggapan bahwa sang dewa sedang marah ataupun yang lainnya. Maka pada masa Yunani kuno, yang dipantik oleh Thales sebagai filsuf pertama yang menelaah kejadian alam semesta. Kemudian di zaman Yunani di mana perkembangan pengetahuan sudah tidak lagi tergantung pada mitos, melainkan sudah mampu melihat dengan rasio sebagai alat dalam menelaah kejadian tersebut.
Pada zaman pertengahan atau juga disebut sebagai zaman kegelapan, hal ini dikarenakan sumber pengetahuan itu hanya menjadi milik otoritas. Sebagian orang atau dalam artian agama menjadi satu-satunya sumber kebenaran.
Namun di beberapa referensi juga dikatakan, bahwa di masa ini, agama khususnya Islam telah banyak melahirkan ilmuwan yang sampai saat ini temuan mereka masih digunakan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Prof. Dr. Raghib As-Sirjani dengan judul “Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia”.
Zaman renaissance, zaman ini peradaban barat bangkit dari keterpurukan dan bebas dari belenggu otoritatif keilmuan. Kemudian sampai pada zaman modern atau kontemporer, perkembangan ilmu pengetahuan sudah banyak melalui dinamika yang luar biasa, sampai pada saatnya kita menikmati sumbangsih peradaban terdahulu.
Yang menariknya ialah, penggunaan filsafat ilmu dalam berbagai keilmuan sebagai penguatan dalam teori untuk memahami ilmu pengetahuan. Walaupun terkadang juga banyak yang meninggalkan filsafat ilmu, dan langsung kepada teori-teori para filsuf besar. Padahal dengan menguasai filsafat ilmu, terlebih dahulu kita akan mendapatkan proses pencarian ilmu pengetahuan yang terstruktur dan ilmiah. Karena filsafat juga merupakan metode dalam pencarian kebenaran yang hakiki dari ilmu pengetahuan.
Sekilas Sejarah Filsafat
Filsafat yang dimulai dari Zaman Yunani saat itu kira-kira pada abad 7 SM yang dikenal dengan filsafat barat (Mukhtar Latif, 2020), yang mulai memikirkan tentang kejadian alam di dunia ini. Ini dalam perspektif barat, beda lagi jika kita berbicara dalam perspektif filsafat Islam.
Namun pada dasarnya saat itu, orang tidak lagi menggunakan otoritas atau orang dalam melihat kejadian dilingkungan mereka. Bahkan dengan perkembangan rasionya, manusia tidak lagi menjadikan agama sebagai sumber untuk menafsirkan kejadian di alam semesta waktu itu. Dengan kejadian alam yang dianggap sebagai dewa yang sedang marah kepada manusia, membuat manusia waktu itu memiliki pemikiran yang jumud, terbelakang jauh dari peradaban yang maju.
Setelah manusia menggunakan akal sebagai alat untuk berpikir dengan ciri khas menggunakan logika sebagai sumber utama dalam mempertanyakan suatu hal. Banyak kemudian tokoh filsuf klasik yang hari ini kita kenal seperti Thales yang merupakan orang Yunani pertama diberi gelar filsuf, kemudian muncul pula Socrates, Plato, Aristoteles di mana mereka merupakan guru dan murid yang mengembangkan pemikiran filsafat barat.
Filsafat sebagai Metode
Jika filsafat dikatakan sebagai metode dalam pencarian ilmu pengetahuan, itu sangatlah tepat sebab filsafat banyak menggunakan pendekatan dalam mencari suatu kebenaran. Orang yang berfilsafat tidak akan menemukan kebenaran yang murni jika langsung pada tokoh pemikiran filsafat tanpa menguasai cabang-cabang filsafat yang dijadikan rujukan dalam pencarian kebenaran pengetahuan.
Terkadang kita banyak menemukan mahasiswa ataupun siapa langsung kepada teorinya, maka biasanya penemuan pengetahuan yang ia dapatkan tidak konprehensif. Seharusnya orang berfilsafat mengunakan ontologi, epistemologi, dan aksiologi dalam membedah penemuan tentang ilmu pengetahuan.
Dalam filsafat ilmu, ketiga cabang ilmu filsafat tersebut merupakan suatu kewajiban untuk menguasai ketiganya. Sebab ketiganya adalah pisau analisis dalam membedah suatu pengetahuan.
Dalam pencarian kebenaran itu, tidak bisa dengan hanya membaca secara singkat, ataupun langsung menelan secara mentah teori-teori yang dikemukakan oleh para filsuf. Sebab teori dan perkembangan ilmu pengetahuan itu sifatnya relatif, ia akan mengalami banyak perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.
Contoh sederhananya, dulu teori empirisme yang dipopulerkan oleh John Locke dan kawannya dianggap sebagai teori yang sudah pas untuk menginterpretasikan pengetahuan. Namun setelah itu muncul teori rasionalisme yang dibawa oleh Rene Descartes yang mengatakan bahwa pengetahuan itu bersumber dari rasio.
Maka dari itu, filsafat sebagai metode pencarian kebenaran pengetahuan harus dipahami secara step by step. Atau sederhananya, belajar filsafat itu jangan langsung ke tokoh pemikirannya, melainkan dari filsafat ilmunya dulu.
Dalam filsafat ilmu dari Barat tiga cabang filsafat tersebut ontologi, epistemologi, dan aksiologi merupakan tema yang digunakan dalam mencari kebenaran pengetahuan yang ilmiah. Misalkan ontologi membahas tentang keberadaan atau eksistensi dari suatu kajian, epistemologi dengan mengkaji tentang hakikat suatu pengetahuan, dan aksiologi yang membahas terkait dengan etika atau moral.
Bagi orang yang senang dengan filsafat, untuk mendapatkan pengetahuan yang kokoh,, bukan hanya mengetahui teori dari para fllsuf, melainkan untuk mendapatkan satu pemikiran yang kokoh maka ia harus menguasai filsafat ilmu terlebih dahulu. Karena hakikat filsafat itu ialah mencari keenaran yang sebenar-benarnya.
- Kehidupan Sosial yang Terkalahkan - 23 Juli 2022
- Pemajuan Peradaban: Konsistensi Melahirkan Generasi Terbaik - 22 Desember 2021
- Generation Gap, Masalah yang Tak Disadari - 1 November 2021