The Gang of Three: Socrates, Plato, dan Aristoteles

Dengan caranya itu, Socrates membangunkan dalam jiwa lawannya bertanya-jawab tentang keyakinan. Bahwa kebenaran tidaklah manusia peroleh begitu saja sebagai ayam goreng yang melompat ke dalam mulut yang ternganga, melainkan mereka cari dengan perjuangan seperti memperoleh segala barang yang tertinggi nilainya.

Dengan cara itu pula, maka tujuan lain pun terlaksana, yakni membentuk karakter. Karena itulah, tepat kiranya Socrates mengatakan bahwa “budi ialah tahu”. Artinya, budi yang baik hanya timbul dengan pengetahuan. Manusia yang sekian lama sudah rusak oleh ulah pendahulunya (kaum sofis), ingin ia bentuk dan ia lahirkan kembali sebagaimana semestinya. Itulah tujuan utama Socrates dalam berfilsafat.

Plato dan Dunia Idenya

Lahir di Athena (427 – 347 SM) dari keluarga politis. Awalnya ia berminat melanjutkan pergumulan hidupnya dalam panggung politik. Namun, semua itu berbalik arah mengingat kekacauan yang terjadi di negaranya, khususnya pasca kematian gurunya, Socrates. Plato ingin melanjutkan ajaran filsafat yang sangat memengaruhi dirinya dari ajaran gurunya.

Ajaran tentang Ide-Ide menjadi inti dan dasar berfilsafatnya. Ide yang ia maksudkan bukanlah gagasan yang terdapat dalam pemikiran saja yang bersifat subjektif belaka, melainkan sesuatu yang objektif, terlepas dari subjek yang berpikir.

Baginya, ide-ide tidaklah tercipta dari pemikiran, tidak bergantung padanya, melainkan pemikiranlah yang tergantung pada ide-ide. Justru dengan adanya ide-ide yang berdiri sendiri, pemikiran itu memiliki kemungkinan.

Lantaran sifat etiknya yang intelektual dan rasional, jelaslah bahwa dasar ajarannya adalah mencapai budi yang baik. Sebagaimana Socrates, Plato juga menyebutnya bahwa budi ialah tahu. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik.

Sebab itu, sempurnakanlah pengetahuan dengan pengertian. Tujuannya hanyalah satu, yakni mencapai “kesenangan hidup”, yang ia peroleh lewat pengetahuan, tentang nilai-nilai barang yang ia tuju.

Dualisme dunia Plato yang bersendi pada ajarannya tentang ide termaktub dalam teori pengetahuan lalu ia teruskan dalam praktik hidup. Karenanya, kemauan seseorang bergantung pada pendapatnya, nilai kemauannya ia tentukan oleh pendapatnya sendiri. Dari pengetahuan yang sebenarnya yang ia capai dengan dialektika timbul budi yang lebih tinggi daripada yang ia bawakan oleh pengetahuan dari pandangan.

Baca juga:

Menurutnya, ada dua macam budi, yakni budi filsafat yang timbul dari pengetahuan dengan pengertian, dan budi biasa yang terbawa oleh kebiasaan orang banyak. Dengan begitu, sikap hidup yang ia pakai tidak lahir dari keyakinan, ia sesuaikan kepada moral orang banyak dalam hidup sehari-hari.

Dalam negara idealnya pun, Plato mengungkap bahwa nasib sebuah bangsa hanya dapat tertolong dengan cara mengubah dasar hidup rakyat dan sistem pemerintahannya. Peraturan yang menjadi dasar untuk mengurus kepentingan umum, kata Plato, tidak boleh terputuskan hanya karena kemauan atau pendapat perorangan atau oleh rakyat seluruhnya, melainkan lahir dari suatu ajaran yang berdasarkan pengetahuan dengan pengertian.

Dari ajaran itu, maka timbullah keyakinan bahwa ide tertinggi harus memimpin pemerintah, yakni ide kebaikan, kemauan untuk melaksanakan tergantung kepada budi. Maka, tujuan pemerintah yang benar adalah mendidik warga negaranya untuk senantiasa mempunyai budi.

Aristoteles, Menurunkan Filsafat dari Surga ke Bumi

Aristoteles terkenal sebagai bapak logika. Bukan berarti bahwa sebelumnya tidak ada logika, tetapi darinya logika kemudian berkembang begitu pesatnya lantaran uraiannya yang terbilang sistematis dari sebelumnya.

Lahir pada 384 – 322 SM di Trasia, sejak kecil mendapat asuhan dari bapaknya sendiri yang saat itu menjabat sebagai dokter istana pada raja Macedonia Amyntas II. Karena itulah perhatiannya sedikit banyak tertumpu pada ilmu alam, terutama ilmu biologi.

Setelah bapaknya meninggal, ia pergi ke Athena dan berguru pada Plato di Akademia hampir 20 tahun. Sebagai seorang murid, mungkin Aristoteles tidak tergolong sebagai murid yang baik lantaran kritikannya terhadap gurunya sendiri marak ia lontarkan, baik langsung ataupun lewat karya-karyanya, salah satunya tentang ajaran Plato mengenai negara yang ideal.

Aristoteles dalam salah satu karyanya menyatakan bahwa manusia menurut kodratnya merupakan “Zoon Politicon” atau mahluk sosial yang hidup dalam sebuah negara. Karenanya, negara terjadi berkat adanya sifat kodrati setiap individu untuk hidup bersama.

Katanya, manusia bukan semata-mata makhluk yang hanya ingin survive, melainkan mahluk yang mempunyai rasio dan berdasarkan pada pengertian untuk mencapai kesejahteraan bersama.

Halaman selanjutnya >>>