Generasi Milenial Paling Benci Ketidaktulusan dan Omong Kosong

Generasi Milenial Paling Benci Ketidaktulusan dan Omong Kosong
©Redefy

Nalar Politik – Dalam 101 Ways to Make Generation X, Y, and Zoomers Happy at Work karya Cheryl Cran, ada dua hal yang paling dibenci atau tidak dapat diterima oleh generasi Y (kaum milenial). Menurut ahli kepemimpinan dan generasi ini, dua hal itu adalah ketidaktulusan dan omong kosong.

Para pengamat tren juga sering menyebutkan, generasi Y lebih kritis dan berpikiran terbuka. Sejak lahir mereka terpapar platform teknologi yang saling menghubungkan, ruang kelas atau proyek-proyek yang multikultural, sekolah yang mendorong daya kreativitas, serta keberanian berekspresi yang diwariskan dari para orang tuanya.

Tak salah ketika Tajuk Rencana Kompas hari ini, 25 Oktober 2021, menyorot generasi milenial, termasuk generasi setelahnya (generasi Z), sebagai satu ujian terbesar bagi partai politik ke depan. Partai politik diharapkan mampu mengantisipasi kian besarnya pemilih dari kalangan generasi muda itu kini.

Dijelaskan bahwa generasi Y lahir antara 1981 dan 1994. Saat ini, mereka berusia 27 hingga 40 tahun. Saat pemilu 2024, usianya 30 hingga 43 tahun. Adapun yang Z, generasi ini lahir pada 1995-2010. Sekarang, mereka berusia 11 hingga 26 tahun. Saat pemilu nanti, banyak di antaranya akan menjadi pemilih pemula karena berusia 14 hingga 29 tahun.

“Dua generasi ini akan menggeser peran generasi pendahulunya, yaitu generasi baby boomers (1946-1960) dan generasi X (1961-1980).”

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, penduduk usia 15-19 tahun berjumlah 22,3 juta jiwa; usia 20-24 tahun ada 22,6 juta jiwa; usia 25-29 tahun ada 22,3 juta jiwa; usia 30-34 tahun ada 21,9 juta jiwa; serta 35-39 tahun ada 20,9 juta jiwa.

“Total mencapai 110 juta jiwa atau 40 persen dari jumlah penduduk.”

Persentase generasi Y dan Z dari total jumlah pemilih pemilu disebut-sebut akan lebih besar lagi. Berkaca pada data pemilih tetap Pemilu 2019, pemilih berusia maksimal 30 tahun saja sudah 60,3 juta jiwa atau 31,7 persen dari total pemilih. Pada Pemilu 2024, jumlah pemilih milenial dan generasi Z diperkirakan meningkat 60 persen dari total suara pemilih.

“Mampukah partai politik mengangkat isu-isu yang menarik generasi Y dan Z? Isu tentang demokrasi yang bersih, pemberantasan korupsi yang tajam ke bawah terlebih ke atas, pembangunan yang pro-lingkungan, serta penyediaan lapangan kerja bagi usia muda di era digital pasti menjadi perhatian mereka.”

Namun, karena mereka dinilai sudah terbiasa dengan detail dan kritis, generasi ini pasti tidak puas dengan janji-janji semata. Mereka terbukti sangat tidak suka dengan ketidaktulusan dan omong kosong seperti kerap ditampilkan partai politik dari tahun ke tahun, dari pemilu ke pemilu.

Baca juga:

Apalagi, menurut survei Litbang Kompas pada Oktober 2020, porsi responden dari generasi Y yang belum menentukan pilihan masih sebanyak 39,3 persen. Generasi Z yang belum menentukan pilihan pada partai politik lebih besar lagi, yaitu 48,1 persen.

“Situasi ini menjadi tantangan tersendiri bagi partai politik untuk berbenah. Terlebih lagi, generasi Y dan Z ini dikenal tak terpaku pada loyalitas brand atau tempat kerja. Mereka sangat dinamis. Partai politik yang hanya menjual pencitraan tetapi tak menunjukkan kerja konkret dan solutif akan ditinggalkan dan akhirnya terpental di Pemilu 2024.” [ko]