Goenawan Mohamad: Kemarahan Hanya Timbulkan Kerusakan

Goenawan Mohamad: Kemarahan Hanya Timbulkan Kerusakan
Goenawan Mohamad's Quote

Intoleran adalah penyakit yang sukar untuk disembuhkan, nyaris tidak dapat tersembuhkan. ~ Goenawan Mohamad

Nalar Politik – Intoleransi merupakan isu yang kian memanas di jagat Indonesia. Hal ini tampak dari ramainya pemberitaan perihal tersebut di beberapa media massa.

Baru-baru ini, ada penolakan kelompok ormas yang mengatasnakamakan Front Jihad Islam (FJI) Yogyakarta atas Bakti Sosial (Baksos) Gereja Bantul yang dilakukan oleh umat katolik mengatasnamakan gereja (Tempo, 31/1/2018).

Goenawan Mohamad hadir untuk meminimalisir sikap intoleransi tersebut dengan menciptakan kuliah umum yang bertajuk “Pada Masa Intoleransi”. Acara ini diselenggarakan di kafe Basabasi, Yogyakarta, Jumat (2/2/2018), yang juga diisi dengan kegiatan bazar buku Indie.

Pria yang akrab disapa GM tersebut sangat menyayangkan sikap intoleransi yang dianggapnya sebagai wabah penyakit di tengah-tengah masyarakat plural seperti Indonesia. Pasalnya, penyakit ini sukar atau bahkan tidak dapat disembuhkan.

“Intoleran adalah penyakit yang sukar untuk disembuhkan, nyaris tidak dapat tersembuhkan.”

Sikap intoleransi sedari dini harus segera menjadi perhatian bersama. Beberapa negara telah cukup menjadi gambaran betapa mengerikannya dampak sikap tersebut.

“Konflik di Indonesia sejatinya sangat parah. Akan tetapi, tidak semengerikan di India,” tuturnya kembali mengenang cerita rekannya yang berasal dari negara anak benua tersebut.

Pria kelahiran Batang ini beranggapan bahwa sikap intoleransi berakar dari rasa curiga terhadap sesuatu yang berbeda dari apa yang semula telah ada, kemudian mencemaskan iman di hari mendatang. Kecemasan-kecemasan tersebut akhirnya menggiring pada kemarahan berdasarkan identitas yang semula dipegang.

“Mencurigai sesuatu apa pun yang berbeda darinya, sebagai bentuk kecemasan terhadap iman di hari mendatang, kecemasan akan menggiring pada kemarahan, dan agama sebagai identitas (bukan penghayatan) kolektif, cenderung dijadikan alat.”

Melalui kuliah umum ini pula ia mengimbau kepada setiap pendengar agar cerdas dalam mengontrol kemarahan mengingat akibat buruk yang ditimbulkan.

“Kemarahan tidak menimbulkan apa pun, selain kerusakan,” pungkasnya.

Selain itu, beliau juga mengajak lapisan masyarakat terutama kaum pelajar/mahasiswa untuk mematuhi segala aturan yang ada. Mematuhi dalam artian secara aktif (tidak melanggar aturan) maupun pasif (melarang seseorang melanggar aturan). Kepastian hukum menjadi jaminan bagi siapa pun tanpa melihat strata maupun kasta.

“Dalam tatanan sosial, hukum menjadi penting sebagai benteng meminimalisir kemarahan,” harapnya. (ab)

___________________

Artikel Terkait: