Grace Natalie Louisa dan Tantangan Karier Politiknya

Grace Natalie Louisa dan Tantangan Karier Politiknya
Ketua Umum PSI Grace Natalie

Nalar PolitikSiapa tak kenal Grace Natalie Louisa? Hingga saat ini, sosok Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut terus menjadi bahan perbincangan publik. Namanya kerap disinggung dalam banyak perkara.

Untuk perkara negatif, misalnya, pernah ia diisukan berselingkuh dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Foto-foto syur (hoaks) yang mirip wajahnya pun tak jarang beredar viral di media sosial.

Sementara yang positif, Grace Natalie diakui sebagai politikus yang termasuk progresif. Bahkan sosoknya disebut-sebut mirip dengan karakter Ahok: pelawan korupsi paling getol; dari kelompok dan penganut agama minoritas di negeri yang bineka ini.

Tetapi, apa pun itu, Grace memang layak menyandang gelar sebagai pemimpin partai paling berhasil. Tak ada yang bisa menyangkal dan meragukan keberhasilannya dalam menakhodai PSI. Ia mampu membawa partainya maju dan lolos menjadi salah satu partai yang masuk ke dalam daftar Pemilu 2019 mendatang.

Misi utama partainya pun berhasil ia terapkan. Di bawah naungannya, PSI benar-benar membuktikan diri sebagai partai pelawan dan pecegah segala bentuk ketidakadilan, diskriminasi, dan intoleransi. Itu terlihat, setidaknya, dari protes PSI yang keras atas perda berbasis agama (Perda Injil atau Perda Syariah).

Selain itu, antikorupsi yang juga merupakan misi utama PSI mampu digaungkan tanpa sekadar jargon. PSI terbukti bersih dilihat dari tidak adanya unsur eks koruptor yang maju sebagai calegnya—bandingkan dengan partai-partai lainnya (lihat laporan Bawaslu RI di bawah ini).

Rekor PSI bersama Grace Natalie

Karier Politik

Diakui Grace Natalie, dirinya tidak pernah berpikiran akan terjun ke dunia politik, apalagi sampai menjadi ketua partai, sejak mengawali kariernya sebagai jurnalis. Tetapi ambisi besar untuk mengubah Indonesia mendorongnya untuk terjun. Sejak 2014, ia mendirikan sekaligus menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia.

“Saya tidak pernah merencanakan apa yang akan terjadi pada diri saya untuk lima atau beberapa tahun ke depan. Saya memulai karier sebagai jurnalis dan tidak pernah membayangkan akan terjun ke dunia politik, apalagi menjadi seorang pimpinan partai,” ungkap Grace pada sesi diskusi Resonation Women Empowerment, Sabtu (1/12).

“Namun hidup memang penuh kejutan. Dan saya adalah orang yang bersedia untuk mengambil kesempatan dan melakukan yang terbaik,” sambungnya seperti dilansir Kumparan.

Tentu bukan hal yang mudah bagi siapa saja, termasuk Grace, untuk menjalani karier politik di Tanah Air. Grace sendiri mengaku bahwa banyak hambatan yang menyertainya. Terlebih posisinya sebagai seorang perempuan, berasal dari penganut agama minoritas, bukan keturunan asli pribumi, dan tidak memiliki latar belakang politik sebelumnya.

“Saat pertama mencari anggota, mereka banyak bertanya: apakah saya mampu memimpin sebuah partai? Apakah partai ini akan maju jika pemimpinnya adalah seorang perempuan, berasal dari penganut agama minoritas, bukan asli pribumi, dan tidak memiliki latar belakang politik yang matang?” tutur Grace.

Ketika ia mencoba menjelaskan itu, orang-orang hanya menganggapnya sebagai bentuk pembelaan diri semata. Tetapi beruntung bahwa Grace memiliki support system yang luar biasa. Itu sangat membantunya dalam menghadapi berbagai tantangan yang dialaminya di dunia politik.

“Saya menegaskan, kelemahan dan kekuatan itu tergantung bagaimana Anda menyikapinya. Jadi, jika Anda ragu untuk melakukan sesuatu, pastikan Anda memiliki pendukung, baik di rumah atau di tempat kerja. Mereka yang nantinya akan membantu Anda dalam menghadapi semua masalah. Itu tidak akan membuat Anda takut untuk melakukan apa pun yang ingin Anda lakukan,” tegasnya optimis.

Grace Natalie ajak perangi korupsi dan intoleransi

Selain tantangan, ternyata Grace Natalie juga banyak mendapat penolakan saat terjun ke dunia politik. Berkali-kali ia diremehkan dan ditolak. Banyak orang tidak yakin akan kemampuan diri dan partai yang ia bangun.

“Saya tidak pernah ditolak sebanyak ini sejak empat tahun yang lalu ketika saya memulai PSI. Namun, di sisi lain, saya mendapat dukungan yang luar biasa karena penolakan tersebut,” kisah Grace.

Dan dari pengalamannya itulah Grace kemudian menyarankan agar siapa pun, terutama perempuan, untuk tidak takut gagal. Semua, harap Grace, harus berani melakukan apa pun yang ia kehendaki.

“Ketika Anda berada di bawah, tidak ada jalan lain selain menuju ke atas. Jadi, mencapai titik terendah bukanlah hal yang buruk. What doesn’t kill you makes you stronger,” tegas Grace.

“Di dunia kerja saya, semuanya membutuhkan proses. Proses tersebut sangat menyakitkan. Tapi saya yakin, sebuah proses yang baik akan mendapatkan hasil yang baik,” pungkasnya.