
Nalar Warga – Gus Dur adalah orang pertama yang mengingatkan adanya ancaman sektarianisme di Indonesia.
Awal 1990-an, ketika tokoh-tokoh Islam lainnya justru merayakan fenomena “ijo royo-royo” alias islamisasi di pemerintahan Orde Baru, Gus Dur mengambil posisi sebaliknya. Posisi ini dipegang teguh hingga akhir hayatnya.
Sektarianisme adalah paham yang mengungkung orang pada satu ajaran tertentu. Orang yang sektarian adalah orang yang picik, menganggap ajarannya adalah satu-satunya yang layak dan berhak hidup di muka bumi. Ajaran yang dimaksud bisa agama dan politik, atau umumnya campuran di antara keduanya.
Sejak awal, Gus Dur melihat adanya gejala sektarian dalam fenomena kebangkitan Islam yang memuncak di awal tahun 1990-an. Oleh karena itu, dia menolak masuk ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) karena dinilai akan menggiring intelektual muslim ke dalam kotak sempit politik identitas. Bagi Gus Dur, kotak sempit itu mudah digunakan oleh kekuasaan.
Dulu analisis Gus Dur dicibir, tetapi sekarang terlihat semakin relevan. Hari ini kita menyaksikan Islam dipolitisasi sedemikian rupa, sehingga tak lebih dari sekadar instrumen kekuasaan.
Satu hal lagi, sejak awal, Gus Dur juga melihat sektarianisme dalam kebangkitan Islam akan berdampak pada penyingkiran kaum minoritas. Tidak hanya di luar Islam, penyingkiran juga terjadi terhadap kelompok-kelompok tertentu di dalam Islam.
Gus Dur mungkin tidak mengira demokrasi yang diperjuangkannya justru menjadi arena bagi tumbuh-pesatnya sektarianisme yang sejak awal ditolaknya. Alih-alih mendorong sikap inklusif terhadap yang lain, demokrasi memelintir kebebasan menjadi ruang terbuka bagi kebencian.
Paradoks ini, kalau tidak segera dicari jalan keluarnya, akan menggerus keutamaan demokrasi itu sendiri.
___________________
Artikel Terkait:
- Mungkinkah Agnes Dapat Dipidana? - 28 Februari 2023
- Transformer - 6 Februari 2023
- Jalan Panjang Demokrasi Kita - 2 Februari 2023