Idealis tapi Utopis, Realistis namun Tragis

Idealis tapi Utopis, Realistis namun Tragis
©Kompasiana

Sebagai pemuda yang notabene sebagai “maha” siswa, menjadi seorang idealis memang sangat perlu. Apalagi salah satu pendahulu bangsa kita Tan Malaka pernah mengatakan bahwa idealisme adalah kemewahan terakhir yang pemuda miliki.

Sebagai mahasiswa yang masih banting rusuk untuk menghidupi perut dan kebutuhan sandang, pastilah bangga jika memiliki rasa idealis yang tinggi.

Apa sih idealis itu? Idealis berasal dari kata “ide”, yang mana adalah sesuatu yang tergagas atau gagasan. Adapun orang idealis yaitu orang yang mengemukakan gagasannya dengan kriteria tertentu sebagai tujuan akhirnya.

Menurut KBBI, idealis yaitu orang yang bercita-cita tinggi. Bahkan orang idealis biasanya jalan hidupnya cenderung terstruktur.

Jika kita melihat kenyataan yang ada, banyak orang idealis yang tumbang karena utopis (berupa khayal). Bahasa milenialnya sekarang hanya sampai pada ranah “halusinasi”. Pasalnya, kesadaran dari orang di sekitarnya ditambah pula tekad yang kurang bulat si idealis tersebut.

Contoh kecil, dalam sebuah organisasi, ada seorang anggota, sebut saja namanya “A”. Dia selalu angkat bicara karena anggota-anggota yang lain terlalu menurut pada pemimpin. Si “A” berpikiran bahwa jika anggota selalu menurut dan tak mengkritisi dari setiap kebijakan pemimpinnya, maka lama-kelamaan bisa menjadikan pemimpin itu otoriter.

Karena kebiasaan “A” yang selalu mengkritisi itu, anggota lain dan pemimpinnya mengira bahwa si “A” adalah anggota yang suka cari muka dan cari perhatian. Hingga akhirnya si “A” mendengar dan ia pun menjadi canggung jika setiap ingin menyampaikan gagasan yang sebenarnya untuk kemaslahatan bersama juga.

Dari contoh kecil itu, mengapa orang idealis di masa kini makin pesimis? Mungkin karena kurangnya kesadaran, kurang husnudzon (berprasangka baik), dan kurangnya menaruh rasa kebebasan bersuara dalam demokrasi yang sejati.

Lantas apakah Indonesia sudah benar-benar demokrasi? Lha wong dari hal kecil saja masih belum menampakkan nilai Pancasila sila ke-2.

Terkadang musuh dari orang idealis adalah orang realistis. Apa lagi itu realistis?

Baca juga:

Orang realistis biasanya memiliki suatu keunikan tersendiri. Karena mereka hidup dengan penuh rasa syukur di hari ini dan pasrah pada yang Maha Kuasa untuk apa yang akan terjadi besok dan ke depannya.

Secara bahasa, realistis adalah bersifat nyata (real) atau bersifat wajar. Seperti apa yang telah Kanjeng Sunan Kalijaga wejangkan dalam Serat Lokajaya: Anglarasan ilining banyu, angeli ananging tan keli (ikutilah aliran air, tapi jangan larut di dalamnya). Begitulah kiranya prinsip realistis yang seharusnya kita terapkan agar tak berujung tragis.

Realistis ternyata juga bisa berdampak miris dan tragis. Banyak yang menyalahgunakan sifat realistisnya karena memang tak mau berpikir untuk yang lebih baik serta rasa malas yang sudah mendarah daging.

Sifat realistis memang sangat sulit tertebak. Sebab apa yang ia lakukan memang tak pernah terencanakan. Berbeda dengan orang idealis yang selalu menimbang dan merencanakan untuk langkah selanjutnya.

Orang yang terlalu realistis juga tidak terlalu baik. Sebab jika menghadapi suatu problem, pasti akan langsung mengambil keputusan secara instan, tanpa ada pemikiran yang matang sebelumnya.

Idealis maupun realistis tak ada yang salah. Dalam hidup, memang perlu adanya kedua sikap tersebut.

Dalam menghadapi lingkungan sekitar, kita seperti masyarakat maupun orang-orang yang lebih tua, kita harus realistis. Apabila menyampaikan sebuah gagasan, perlu hal yang wajar/nyata.

Pada posisi tersebut, kita tak boleh terlalu idealis sebab sama saja kita menyombongkan diri. Malah yang ada kita akan dicela oleh mereka. Namun, jika kita merasa ada yang kurang tepat dari lingkungan kita tinggal, perlu kiranya kita bersikap idealis untuk menuju suatu perubahan yang lebih baik. Dengan catatan, tak meninggalkan sifat realistis kita apabila saat menghadapi.

Oleh karena itu, jika ingin hidup yang layak, sudah semestinya kita menyeimbangkan sifat realistis. Sebab idealis dan optimis, tanpa ada realistis, maka akan utopis.

Kita juga perlu menengok kenyataan yang ada di sekitar kita. Jangan hanya melihat kenyataan tanpa punya misi menebar perubahan ke arah yang lebih baik. Sia-sia jadi pemuda kalau hanya diam melihat sekitarnya tak ada perkembangan.

Baca juga:

Moh. Ainu Rizqi
Latest posts by Moh. Ainu Rizqi (see all)