Identitas Islam Indonesia

Identitas Islam Indonesia
©Tirto

Umat Islam Indonesia harus berperan di semua sektor.

Perjalanan Nabi Muhammad Saw dalam menyebarkan ajaran Islam di tanah Arab (Mekkah-Madinah) dan kemudian dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin, Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, sampai Islam menyebar hampir ke sebagian besar dunia yang rentetan peristiwa itu dikenal dengan “Sejarah Peradaban Islam”. Mestinya peristiwa ini menjadi semangat awal kita dalam memaknai Islam itu secara utuh.

Dari proses penyebaran Islam itulah sehingga Islam akhirnya masuk ke Indonesia menjadi sebuah ajaran dan agama melalui para pedagang dari Arab. Kedatangan mereka, selain berdagang, mengajarkan dengan berdakwah pun dilakukan.

Sejak kedatangannya, Islam disebarkan di lingkungan perdesaan dan sangat berbeda dengan proses penyebaran Islam di negara-negara lain yang disebarkan di perkotaan.

Di Indonesia, awalnya Islam diajarkan di perkotaan yang saat itu menjadi pusat kerajaan-kerajaan. Tetapi hal itu tidak efektif diakibatkan karena para penyebar ajaran Islam pada saat melihat bahwa para petinggi kerajaan memanfaatkan Islam hanya untuk kepentingan politis. Sehingga proses penyebarannya bergeser ke desa-desa. Ini menjadi salah satu penyebab Islam lambat dimaknai secara baik.

Sebagian besar umat Islam di Indonesia masih percaya “mitos” dalam kehidupannya. Padahal mitos itu suatu doktrin yang membuat kita menerima sesuatu tanpa berpikir. Mitos itu menghambat kerja akal untuk berpikir.

Di Indonesia, kita masih mempercayai memercayai mitos-mitos. Parahnya, itu juga terjadi di kalangan umat Islam. Padahal Islam itu rasional, agama yang menghendaki manusia untuk selalu berpikir untuk mengetahui dan memahami sesuatu.

Kuntowijoyo menggambarkan umat Islam Indonesia seperti itu karena memang dalam sejarahnya Islam diajarkan dan berkembang di Indonesia melalui kaum petani yang tinggalnya di perdesaan. Sehingga kepercayaan terhadap mitos itu sangat tinggi yang cara berpikir mereka itu statis dan tidak dinamis. Sebab para petani saat itu hanya tergantung pada alam. Dan fenomena ini masih berlaku sampai hari ini pada sebagian umat Islam. Dan ini berimplikasi pada laju perkembangan, kemajuan, dan kualitas umat Islam di Indonesia pada aspek ilmu pengetahuan.

Kalau dilihat secara seksama, ada perbedaan yang sangat mendasar antara umat Islam Indonesia dengan umat Islam di negara-negara lain dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan. Dan itu berpengaruh pada kehidupan lain umat Islam di Indonesia, baik ekonomi, sosial, politik, dan lain-lain.

Problem Mendasar

Bahwa untuk menjelaskan dan mengartikulasikan masalah mendasar yang selalu dihadapi umat Islam Indonesia, saya lebih suka memakai pemikiran Kuntowijoyo dalam tulisannya. Terutama dalam bukunya Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, Kuntowijoyo melacaknya dengan melihat:

Pertama, waktu umat Islam Indonesia telah memasuki periode ideologi (mitos-ideologi-ide), para petani dan orang-orang desa masih berada dalam pemikiran mistis.

Kedua, Umat Islam sampai hari ini pun masih lebih mementingkan hubungan patron- klien, masih berada dalam struktur feodal, dan sebagainya. Padahal umat Islam kita telah melewati tiga fase dalam membangun kesadaran hubungan sosial, yakni dari Kawulo, Wong cilik, Umat sampai Warga Negara. Itulah sebabnya kita masih terpecah-pecah dalam unit kesenjangan yang cukup besar.

Ketiga, semangat persatuan karena kesadaran sebagai warga negara bangsa belum kuat. Kita masih terjebak dalam status sosial (miskin, kaya) dan kepentingan kelas (borjuis/zalim, proletar/mustadh’afin) yang akhirnya muncul tindas-menindas.

Mencari Jalan Keluar

Satu hal yang mesti ditegaskan sebagai bentuk penyadaran bagi masyarakat Islam di Indonesia bahwa jangan terlalu sempit dan kaku dalam memaknai Islam. Sebab Islam adalah ajaran yang sangat universal, komprehensif, dan rasional.

Islam itu sangat terbuka, sehingga Islam sangat menerima berbagai macam pemikiran, ideologi, dan budaya dari luar. Islam itu sangat dinasmis dan tidak statis, sehingga Islam selalu mengalami dan menerima perkembangan peradaban dari berbagai ruang dan waktu.

Tetapi di Indonesia, di kalangan ulama misalnya, Islam masih dimaknai hanya secara normatif. Kita harus keluar dari cara berpikir semacam ini untuk memahami Islam secara baik dan utuh. Bahwa Islam itu bukan hanya bicara soal agama yang tujuannya untuk kepentingan kehidupan setelah mati (akhirat). Tetapi Islam juga bicara soal ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, sains, dan teknologi.

Artinya, umat Islam harus lebih berperan di semua sektor, baik ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya. Kita harus mempunyai kesadaran kuat bahwa kita ini bersama-sama dengan kaum dhuafa (kaum lemah) 36,2 juta penduduk dari kelas lemah secara ekonomi maupun politik adalah kaum muslimin. Mereka yang bodoh, sakit-sakitan, di Indonesia adalah kaum muslimin.

Kuntowijoyo juga menjelaskan dengan sangat optimis bahwa umat Islam Indonesia harus optimis dalam bersikap untuk menatap masa depan dengan melihat pada tahap-tahap kesadaran umat yang sekarang ini sudah memasuki periode ide. Tampaknya perkembangan ini cukup besar dipengaruhi oleh pendidikan. Sehingga umat Islam lalu harus lebih terbuka dengan budaya dan lebih aktif terlibat pada percaturan ideologi-ideologi dunia.

Masa Depan Indonesia

Dalam fakta historis, umat Islam di Indonesia yang paling mendominasi dinamika sejarah keindonesiaan terutama pada perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia dari penjajah. Perjuangan masa lalu umat Islam pun harus tetap relevan sampai hari ini. Kita perlu berperan lebih besar di negara ini. Masa depan Indonesia adalah masa depan umat Islam.

Kita harus lebih memerankan diri sebagai agen dari pelbagai perubahan, karena kita berkepentingan dengan perubahan-perubahan itu. Kita harus selalu jeli dan berada di baris depan untuk mengamati kecenderungan-kecenderumgan sejarah Indonesia. (Kuntowijoyo, 2017)

Dengan demikian, untuk merumuskan diri dalam perkembangan sejarah sekarang, harus dimulai secara bersama (kelompok). Misalkan, organisasi-organisasi Islam harus lebih membuka diri dengan orang-orang dan pemikiran dari luar organisasinya. Supaya ada kesamaan pandangan dalam membicarakan kepentingan negara bangsa ke depan. Organisasi-organisasi Islam ini jangan terlalu sibuk di dalam saja, bisa habis energi mengurus masalah internal saja.

Dalam bidang politik, kita harus lebih aktif dan bersikap integrasionis. Artinya, tidak perlu memisahkan masalah antara kepentingan Islam dan kepentingan negara bangsa. Sebab umat Islam adalah mayoritas di Indonesia. Jadi umat Islam harus menjadi garda terdepan dalam setiap perubahan di negara ini.

Baca juga:
Nardi Maruapey
Latest posts by Nardi Maruapey (see all)