
Nalar Politik – Dosen Komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando, meminta para pemuka adat Minangkabau bisa menunjukkan satu ayat saja dalam Alquran yang menyatakan “Injil tidak boleh diterjemahkan”. Hal itu ia sampaikan melalui surat terbukanya, 16 Juni 2020.
“Melalui surat terbuka ini, saya meminta para pemuka adat dalam Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau (MAAM), Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatra Barat (BAKOR KAN), dan Mahkamah Adat Alam Minangkabau (MTKAAM), .. agar bersedia kiranya menunjukkan kepada publik satu ayat saja dalam Alquran yang menyatakan bahwa ‘Injil tidak boleh diterjemahkan’ atau menunjukkan satu ayat dalam Alquran yang menyatakan ‘umat islam tidak boleh membaca Injil’.”
Sebagai penjelasan, MAAM dan BAKOR KAN, menurut Ade, adalah dua lembaga lembaga adat Minang yang melaporkannya ke polisi. Menggunakan Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Artinya, ia dianggap menyebarkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Sedangkan MTKAAM dengan ketuanya Irfianda Abidin, lanjutnya, adalah lembaga yang menyatakan Ade melecehkan adat dan budaya Minang sehingga ia dibuang sepanjang adat.
“Saya tentu saja bersedia menjalani proses hukum dan dibuang dari adat Minangkabau. Namun saya juga minta para pemuka adat itu bertanggung jawab atas tuduhan-tuduhannya.”
Serangan para pemuka adat terhadap Ade Armando itu terkait dengan postingan FB-nya (4 Juni 2020). Di situ ia mengkritik Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno yang melalui suratnya pada Menkominfo, 28 Mei 2020, meminta Menkominfo melarang aplikasi Injil berbahasa Minang.
Gubernur Sumbar menyatakan bahwa aplikasi Injil berbahasa Minang harus dilarang karena masyarakat Minang resah. Bahwa aplikasi tersebut, katanya, sangat bertolak belakang dengan adat dan budaya Minang, yang memiliki falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Baca juga:
- Surat UI untuk Ade Armando Kandung Kebohongan
- Ditolak Jadi Guru Besar UI, Ade Armando: Saya Korban Politik Islamis Tarbiyah
“Saya mempertanyakan penjelasan Gubernur Sumatra Barat tersebut. Karena itu saya menulis: ‘Lho ini maksudnya apa? Memang orang Minang nggak boleh belajar Injil? Memang orang Minang nggak boleh beragama Kristen? Kok Sumatra Barat jadi provinsi terbelakang seperti ini sih? Dulu kayaknya banyak orang pinter dari Sumatra Barat. Kok sekarang jadi lebih kadrun dari kadrun?’”
Rangkaian pertanyaan Ade Armando itu berdiri dalam konteks. Ia bukan menyatakan Sumatra Barat terbelakang dan lebih kadrun dari kadrun. Pertanyaannya mengenai keterbelakangan Sumatra Barat itu dilandasi pertanyaan tentang pelarangan aplikasi Injil berbahasa Minang.
“Karena itu, pertanyaan saya pada para pimpinan adat sekarang: apakah ada landasan yang kuat menurut Alquran bahwa Aplikasi Injil berbahasa Minang adalah sesuatu yang terlarang menurut Islam?”
Para pemuka adat, jelas Ade kembali, menyatakan adat Minang harus punya landasan di Alquran.
“Kalau benar begitu, para pimpinan adat dalam tiga lembaga yang menggugatnya harus bisa menunjukkan satu saja ayat Alquran yang secara tegas menyatakan bahwa Injil tidak boleh diterjemahkan atau menunjukkan ayat Alquran yang secara tegas menyatakan bahwa umat Islam dilarang membaca Injil terjemahan.”
Hanya kalau para pemimpin adat bisa menunjukkan adanya ayat tersebut, orang kemudian bisa menyimpulkan bahwa Injil Berbahasa Minang adalah hal yang terlarang. Kalau ternyata tidak ada, maka tidak ada argumen kuat bahwa menurut adat Minang yang melandaskan diri pada Alquran, Injil berbahasa Minang adalah hal terlarang.
“Saya pribadi yakin, larangan tersebut tidak ada dalam Alquran. Dari apa yang saya pelajari, saya bahkan tidak menemukan satu hadis pun yang memuat pernyataan Nabi agar umat Islam tidak mempelajari Injil. Memang ada pemuka Islam yang menganggap membaca injil itu haram, tapi itu cuma pandangan atau tafsiran orang. Bukan sesuatu yang ada dalam Alquran.”
Baca juga:
Kalau memang ada ayat Alquran yang secara tegas memuat larangan atas terjemahan Injil atau larangan bagi umat Islam membaca Injil, lanjut Ade, tentu dengan ringan hati ia menyatakan diri bersalah dan meminta maaf pada Gubernur Sumbar dan Masyarakat Adat Minangkabau
“Kalau para pemuka adat tersebut tidak mau atau tidak bisa menjawab pertanyaan saya dan menunjukkan ayat yang saya pertanyakan, adalah hak mereka juga untuk berdiam diri. Saya cukup mengetahui bahwa apa yang saya lakukan tidaklah menghina budaya Minangkabau. Dan yang lebih penting lagi tidak bertentangan dengan Kitab Allah yang menjadi landasan budaya Minang.”
Tapi kalau para pimpinan adat yang salah, Ade merasa tidak perlu minta maaf padanya walau sudah dihina sebagai orang yang harus dibuang. Mereka cukup menyatakan mereka tidak menemukan satupun ayat Alquran yang melarang penerjemahan Injil dan melarang umat Islam membaca Injil.
“Dan kalaupun mereka bahkan tidak mau mengakui itu, itu terserah pada kesadaran diri masing-masing. Allah tidak pernah salah dalam menghitung.” [fb]
- Jika Pasangan Amin Maju, Hanya 16,5 Persen Warga Akan Memilih - 22 September 2023
- Figur Presiden Lebih Kuat daripada Partai Politik - 8 September 2023
- Rakyat Indonesia Menolak MPR Jadi Lembaga Tertinggi Negara - 27 Agustus 2023