Dua Konsep Kebebasan
Untuk menjernihkan posisi liberalismenya, Berlin menulis esai panjang, Two Concepts of Liberty (1958). Dalam esai Two Concept of Liberty, Berlin mengemukakan dua konsep kebebasan yang bertolak belakang: kebebasan positif (positive liberty) dan kebebasan negatif (negative liberty).
Positive liberty dia artikan sebagai kebebasan yang mengarah ke luar. Jenis kebebasan ini adalah adopsi dari nalar Pencerahan yang menempatkan rasionalisme sebagai unsur terpentingnya. Sementara itu, negative liberty dia artikan sebagai terbebasnya seseorang dari halangan-halangan. Dalam kebebasan negatif, individu menjadi tuan bagi dirinya sendiri.
Pada akhirnya, kebebasan positif punya beban moral untuk melakukan ekspansi kebebasan. Kebebasan harus tersebarluaskan demi tercapainya sebuah kehidupan yang baik. Persoalannya, bagaimana mendefinisikan kebaikan itu sendiri?
Bagi penganut kebebasan positif, prinsip kebebasan bertumpu kepada rasionalitas. Masalahnya, apa yang kita sebut sebagai rasionalitas, atau keberakalan, ternyata tidak tunggal. Dari sinilah kemudian muncul keyakinan monistik. Bahwa pasti ada satu kebenaran rasio yang mengatasi kebenaran rasio yang lain yang beragam.
Perbedaan dalam tingkat rasionalitas bukan karena kebenaran itu beragam, melainkan tingkat capaian rasiolah yang beragam. Dalam hal ini, tingkat yang lebih tinggi bisa memberikan penerangan terhadap yang lebih rendah. Kerap kali hanya karena kurangnya pengetahuan, orang tidak menyadari kebutuhan dan kepentingannya. Atas dasar ini, pemaksaan atas dasar kebebasan terjustifikasi.
Dengan demikian, sebagaimana Berlin akui, totalitarianisme ternyata tidak berasal dari konsep lain. Ia justru berasal dari konsepsi kebebasan itu sendiri. Atas nama pembebasan dan kebaikan umum, Hitler membantai jutaan orang.
Sementara itu, konsep kebebasan negatif tidak berpretensi untuk mencari siapa yang menindas kebebasannya, melainkan sejauh mana ia terkontrol. Orang bisa kita katakan bebas ketika makin banyak hal yang dia bisa kerjakan secara bebas dan di luar kontrol orang lain.
Model kebebasan negatif Isaiah Berlin sekaligus meneguhkan bahwa dia adalah seorang liberal dan penganut setia Pencerahan, tapi tanpa universalisme. Liberalisme negatif Berlin juga menjadi bantahan serius terhadap model liberalisme yang berkembang dari para pendahulunya, seperti Jeremy Bentham, John Stuart Mill, dan tentu saja Imanuel Kant.
Baca juga:
Landasan rasionalitas yang menjadi tumpuan konsep liberalisme Kant jelas tertolak melalui penjelasan di atas. Bahwa rasionalitas tidak bisa kita pakai sebagai ukuran satu-satunya bagi kebenaran. Ia bisa sangat menindas.
Bentham mendefinisikan kebebasan sebagai tiadanya halangan untuk terpenuhinya hasrat manusia. Dengan demikian, bagi Bentham, manusia akan makin bebas ketika hasratnya berkurang. Mill menentang konsepsi seperti ini, yang menganggap bahwa kebebasan justru adalah terpenuhinya kapasitas individu untuk memenuhi segala hasrat yang ia inginkan (Richard Bellamy: 2000).
Kritikan Berlin terhadap dua pemikir utilitarian itu adalah karena pencantuman tujuan dalam konsep liberalisme mereka. Tujuan itu adalah terpenuhinya hasrat bagi Bentham atau kemaslahatan bagi Mill. Liberalisme bertujuan atau positif liberty mengandaikan bahwa liberalisme penting bukan pada dirinya sendiri, melainkan adalah instrumen bagi kepentingan yang lain, yakni utility.
Melalui negative liberty, Isaiah Berlin ingin menegaskan bahwa liberalisme atau kebebasan penting pada dirinya sendiri. Di sinilah Berlin menjadi penganut liberalisme dan Pencerahan sejati dengan menganulir tendensi universalisme di dalamnya.
Baca juga:
- Homoseksualitas Bukan Kejahatan - 28 Januari 2023
- Pidato Megawati - 12 Januari 2023
- Hate Crime - 13 Juni 2022