Islam Agama Fitrah

Dwi Septiana Alhinduan

Dalam perjalanan hidup kita, sering kali kita dikejutkan dengan berbagai pernyataan yang menantang keyakinan kita. Salah satunya adalah pandangan bahwa agama adalah fitrah manusia. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat ini, perjuangan untuk memahami posisi dan esensi Islam sebagai agama fitrah sangatlah relevan. Mengapa kita meragukan hal ini? Apa tantangannya?

Ketika berbicara tentang Islam sebagai agama fitrah, kita dihadapkan pada pemahaman bahwa setiap individu dilahirkan dengan potensi untuk mengenal dan mengabdi kepada Sang Pencipta. Dalam perspektif ini, fitrah dapat diartikan sebagai naluri asli manusia yang mendorongnya untuk mencari kebenaran dan menjalin hubungan dengan Tuhan. Namun, seberapa banyak dari kita yang benar-benar menyadari akan hal ini?

Ada sebuah pertanyaan menggelitik yang patut kita renungkan: Apakah kita benar-benar berupaya memahami ajaran Islam dalam konteks fitrah, ataukah kita justru terjebak dalam rutinitas dan tradisi semata? Saat kehidupan modern menggoda kita dengan materialisme, banyak yang mengabaikan esensi spiritual yang terkandung dalam ajaran agama ini. Tantangan pertama yang dihadapi adalah bagaimana kita dapat mengatasi godaan tersebut dan kembali kepada fitrah kita.

Untuk memahami lebih dalam, mari kita telaah beberapa konsep kunci. Fitrah, dalam pandangan Islam, adalah pembersih bagi jiwa. Ia adalah inti dari penciptaan manusia, yang membawa kita pada kesadaran akan eksistensi Tuhan. Dalam Surah Ar-Rum ayat 30, Allah berfirman: “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus, dan tetaplah di atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” Dari ayat ini, jelas bahwa Islam merupakan cara hidup yang sejalan dengan kodrat manusia. Ini menantang kita untuk bertanya: apakah kita menjalani hidup sesuai dengan fitrah kita?

Kedua, tantangan dalam memahami Islam sebagai agama fitrah adalah bagaimana menciptakan keselarasan antara ajaran dengan praktik sehari-hari. Banyak dari kita yang mengenal Islam hanya dari permukaan. Misalnya, kita tahu tentang rukun Islam tapi tidak mendalami makna dan tujuan di baliknya. Definisi puasa, zakat, dan haji sering kali terbatas pada kewajiban semata, alih-alih memandangnya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan mengeksplorasi potensi fitrah. Merumuskan kembali pemahaman kita adalah langkah penting dalam menghadapi tantangan ini.

Selanjutnya, kita perlu mengidentifikasi faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pemahaman kita tentang Islam. Setiap masyarakat membawa konteks dan tradisi yang unik, yang kadang bisa membuat kita salah kaprah dalam menjalani ajaran agama. Misalnya, dalam konteks budaya, bisa jadi ada adat yang kontras dengan prinsip Islam yang seharusnya kita anut. Ini adalah tantangan yang dihadapi setiap Muslim: bagaimana menyeimbangkan antara nilai-nilai kultural dan tuntutan agama. Kita harus berani bertanya: Apakah adat tersebut sejalan dengan fitrah manusia yang sebenarnya?

Nilai-nilai kolektif dalam masyarakat juga sering kali menciptakan distorsi pemahaman terhadap Islam. Keberadaan stereotip dan stigma sosial menghambat banyak orang untuk mengenali fitrah mereka. Disinilah pentingnya pendidikan spiritual, yang tidak hanya dibentuk oleh institusi religius, tetapi juga keluarga dan lingkungan sosial. Mengingat bahwa Islam mengajarkan tentang kasih sayang, saling menghormati, dan keadilan, tantangan bagi kita adalah bagaimana menerapkan nilai-nilai ini dalam interaksi sehari-hari. Mampukah kita menjawab tantangan ini dengan cara yang bijaksana?

Menariknya, sejatinya, tantangan terbesar dalam memahami Islam sebagai agama fitrah terletak pada diri setiap individu. Adakalanya kita terperangkap dalam sikap skeptis, mempertanyakan baik buruknya ajaran dan melupakan aspek keimanan. Kemandekan dalam memahami ajaran bisa jadi menjadi penghalang bagi pengalaman spiritual yang seutuhnya. Apakah kita berani melangkah lebih jauh—mencari jawaban atas keraguan dan membuka diri terhadap perenungan?

Pada akhirnya, kembali kepada fitrah adalah perjalanan yang membutuhkan keberanian, keistiqamahan, dan introspeksi. Islam sebagai agama fitrah menandakan panggilan untuk kembali kepada kekuatan rohani kita dan mempernetukan hidup kita dengan nilai-nilai luhur yang diajarkan. Setiap pelajaran, perintah, dan izin dari ajaran Islam menjadi jembatan bagi kita untuk menapaki jalan yang penuh harapan dan kebenaran. Mari kita renungkan, sejauh mana kita siap untuk menanggapi tantangan ini demi menemukan kembali fitrah kita dalam agama Islam.

Related Post

Leave a Comment