Jangan Anaktirikan Sebuah Kesulitan

Jangan Anaktirikan Sebuah Kesulitan
©Possibility Change

Sangat mengherankan, akhir-akhir ini beberapa orang rela untuk melakukan bunuh diri hanya karena beberapa hal. Mayoritas alasan yang melatarbelakangi perbuatan mereka adalah ketidakterimaan terhadap nasib yang Tuhan berikan. Mereka merasa bahwa apa yang Tuhan berikan adalah kesulitan-kesulitan yang tak sanggup mereka hadapi. Hingga mengakhiri hidup merupakan solusi terbaik menghapus kesulitan yang terjadi.

Ketika dipikir kembali, apakah benar mengakhiri hidup karena kesulitan adalah solusi terbaik? Apakah benar kesulitan hanya akan menimbulkan kerusakan saja? Kenapa kesulitan harus selalu dikambinghitamkan sebagai sebab peristiwa buruk? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut saya temukan pada pedagang air botolan di jalan Malioboro, Yogyakarta.

Malioboro merupakan salah satu tujuan utama para wisatawan ketika mengunjungi Yogyakarta. Keindahan jalan yang dihiasi dagangan khas Yogyakarta akan selalu menarik hati setiap orang yang mengunjunginya.

Di balik kenyataan itu, di sana juga terdapat beberapa pedagang air botolan yang sedikit kumuh. Perbedaan yang sangat kontras terlihat ketika kita pergi ke sana. Tak jarang para pengunjung merasa risih dengan sikap dan pakaian mereka.

Sekilas, mungkin kita akan berpikir bahwa kehidupan mereka pastilah sengsara, sulit untuk mencari uang, dan hidup di lingkungan kumuh. Kenyataan itu mungkinlah benar. Namun di balik itu, kita selaku orang normal harus kagum terhadap mereka.

Secara ekonomi, dapat dilihat bahwa pedagang air botolan itu memiliki kondisi ekonomi menengah ke bawah. Dalam kondisi yang memprihatinkan ini, uang menjadi hal yang sulit untuk digapai.

Tapi lihatlah, kesulitan tidak menghalangi mereka untuk terus hidup. Kesulitan terus mengajarkan mereka untuk terus berusaha. Gengsi dan malu rela mereka tanggalkan untuk mencari rezeki dengan cara yang baik. Mereka terlatih untuk menjadi manusia yang siap hidup dalam segala keadaan. Miskin, kumuh, kotor, dan makan dengan sederhana tak lagi menjadi penghalang mereka untuk terus hidup.

Secara intelektual, memang kita bisa mengalahkan para pedagang, tapi tidak secara mental. Kesulitan telah membentuk manusia-manusia yang mampu tegak dalam segala hal. Tingkat spiritual yang tinggi juga mereka dapat dari berbagai masalah hidup. Kesulitan-kesulitan tersebut membuat manusia sadar bahwa kekuatan tertinggi hanyalah miliki Tuhan YME. Hingga, kesadaran tersebut melahirkan pribadi-pribadi bijak yang dituntun oleh pengalaman hidup.

Tak hanya itu, sadarkah kita kalau kesulitan sebenarnya dapat meningkatkan rasa peduli terhadap sesama? Cobalah kita tilik kembali bagaimana kondisi masyarakat kita. Kebanyakan masyarakat desa memilih bertani sebagai profesi mereka. Sebagian lagi memilih menjadi buruh tani atau peternak. Sebagai buruh, petani, dan peternak, tentunya masyarakat memiliki penghasilan yang lebih sedikit daripada penduduk kota. Masing-masing profesi memiliki kesulitan-kesulitan yang kadangkala berbeda.

Dari kesulitan-kesulitan masing-masing, akhirnya mereka memilih bekerja sama. Petani membutuhkan buruh untuk membantu persawahannya, buruh membutuhkan petani untuk bekerja sama menghasilkan uang, peternak membutuhkan rumput di sawah petani, sedangkan petani diuntungkan karena rumput telah diambil oleh peternak.

Baca juga:

Meski membuahkan sedikit penghasilan, setidaknya mereka saling membantu karena berbagai kesulitan yang dihadapi. Kesulitan menuntut mereka untuk berkomunikasi satu sama lain secara intens. Lambat laun, mereka dapat mengerti apa yang dirasakan orang lain lewat komunikasi tersebut.

Ketika manusia sudah saling mengerti, maka yang terpenting bagi mereka bukan lagi uang. Namun bagaimana dapat menyejahterakan satu sama lain? Bukankah ini sebuah kehidupan yang ideal?

Kita mungkin juga lupa kenapa bangsa kita bisa bersatu. Bangsa kita bersatu karena adanya penjajahan. Rakyat kita dipaksa, disiksa, diancam oleh negara kolonial demi menguntungkan negara penjajah. Tak terhitung jumlah korban yang terbunuh akibat menentang penjajah. Para wanita seakan tak punya harga diri dan anak-anak tak punya hak mendapat pendidikan.

Secara lahiriah, penjajahan sangatlah merugikan bangsa kita. Namun tak dapat dimungkiri, bangsa kita dapat bersatu karena adanya penjajahan tersebut. Nasib buruk yang sama menyatukan bangsa untuk bersama-masa melawan penjajah tanpa membedakan ras dan agama. Semua orang dari Sabang sampai Merauke mendaku satu saudara dan menyatukan tekad untuk mengusir para kolonialis. Hingga akhirnya perjuangan dari kesatuan rakyat melahirkan nama Indonesia, sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.

Nah, bukankah uraian tersebut sudah menjadi bukti konkret untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas? Kehidupan berputar layaknya roda, terkadang kita berada pada posisi sulit dan terkadang kita berada pada posisi bahagia. Namun jangan sampai kita merasa terpuruk dalam kondisi sulit kita.

Kondisi sulit memiliki peran besar dalam kehidupan kita. Ia berperan sebagai bagian proses untuk kita mendapat kesuksesan. Orang tidak akan benar-benar sukses jika ia tidak dapat melalui kesulitan-kesulitan itu. Jadi, jangan bersedih ketika tertimpa kesulitan. Kesulitan menandakan bahwa kita sudah makin dekat dengan kesuksesan. Oleh karena itu, jangan anaktirikan kesulitan!

Ahmad Ronal
Latest posts by Ahmad Ronal (see all)