
Pada sebuah ruangan kos yang berdekatan, kami berkumpul pada akhir pekan. Satu-satu berdatangan, terkadang mengadu setelah bertemu pasangan, tak jarang datang bersama tangis bercucuran.
Ketika itu kami masih mahasiswa semester-semester awal, Jogja masih belum sepenuhnya dikenal. Lucu ketika diingat sekarang, bagaimana sebuah kosan menjadi tempat peraduan mahasiswa-mahasiswa muda yang diperdaya cinta.
Saat itu saya sempat berpikir, mengapa atas nama cinta seseorang bisa terluka? Kemudian, mengapa atas nama cinta seseorang pun bisa jadi memaafkan penyebab lukanya? Menjadi seorang yang rentan dan pemaaf sekaligus hanya karena satu alasan: cinta!
Mendefinisikan Cinta
Cinta itu apa? Pengertiannya sering kali bias, tetapi orang-orang selalu meletakkan cinta di atas semua alasan untuk melakukan hal-hal yang terkadang tak masuk akal.
Saya pikir cinta adalah sesuatu yang membuat bahagia, tetapi bagaimana dengan orang yang terluka dengan alasan yang sama? Cinta membuat bahagia dan terluka, membuat dendam dan maaf pada waktu yang sama.
Sartre berpendapat bahwa cinta sebagai kegagalan mempertahankan diri sebagai subjek, karena seseorang menyerahkan diri pada orang lain, terjebak pada dunia orang lain. Cinta tak lebih dari permainan subjek-objek di mana masing-masing pihak berusaha untuk saling mengobjekkan satu sama lain.
Sebuah artikel menarik ditulis oleh Mahbub Hamdani tentang definisi centil mengenai cinta yang diberikan Marx bahwa cinta hanya dapat ditukar dengan cinta. Definisi cinta yang dikemukakan Marx tersebut hanyalah bersifat material belaka. Karena ia menghadirkan cinta, subjek, serta objek dari cinta.
Bagaimanapun, Marx pernah jatuh cinta, seperti halnya orang biasa. Mahbub menganggap definisi cinta dari Marx erat kaitannya dengan rasa memiliki yang pada akhirnya diisi dengan rasa ketakutan akan sepi. Banyaknya manusia-manusia yang takut akan sepi, tak terkecuali Marx, dengan alam bawah sadar komunal bahwa cinta harus memiliki.
Baca juga:
Erich Fromm dalam The Art Loving justru memandang cinta sebagai sesuatu yang pengertiannya berkembang seiring dengan perkembangan kapitalisme. Berbicara cinta berarti berbicara tentang bagaimana dicintai ketimbang bagaimana mencintai. Orang menjadi berlomba-lomba agar bisa dicintai, agar pantas untuk dicinta, agar lovable.
Pada akhirnya, “two person thus fall in love when they feel have found the best object available on the market, considering the limitation of their exchange values”, kata Erich.
Intinya ialah individu merasakan dan memutuskan untuk menjalani suatu hubungan ketika individu telah menganalisis terlebih dahulu calon pasangan secara intuitif dari market. Setelah itu terciptalah tolok ukur atau tipe pasangan menurut selera individu. Jika hal tersebut terpenuhi, maka proses hubungan cinta siap untuk dimulai.
Cinta didefinisikan dengan begitu pesimisnya, mulai dari dijalani oleh orang-orang yang takut akan kesepian, harus ada kepemilikan, dan terakhir didasarkan pada tipe-tipe yang telah ditentukan.
Definisi tersebut tampaknya tidak ada apa-apa dibandingkan dengan pandangan Sartre. “Cinta dipandang sebagai bentuk penindasan halus bahkan tak kasat mata,” katanya.
Sartre pun menambahkan bahwa cinta sebagai kegagalan mempertahankan diri sebagai subjek, karena seseorang menyerahkan diri pada orang lain, terjebak pada dunia orang lain. Cinta tak lebih dari permainan subjek-objek di mana masing-masing pihak berusaha untuk saling “mengobjekkan” satu sama lain.
Jatuh Cinta dan Beragam Pertanyaan-Pertanyaan Setelahnya
Seorang teman pernah bercerita bahwa menurutnya untuk jatuh cinta kita bisa memulainya dengan logika. Artinya, kalau seseorang menurut pemikiran kita sudah sesuai dengan apa yang kita harapkan dan dambakan, maka perasaan cinta itu akan menyusul kemudian.
Seperti perjodohan yang dilakukan orang tua zaman dulu, orang tua pasti sudah mempunyai kritetia tertentu, apabila sesuai kriteria maka dinikahkannya dengan sang anak. Meskipun sang anak tidak suka, orang tua pasti berdalih cinta pasti akan tumbuh kemudian.
Halaman selanjutnya >>>
- Ketika Para Seniman Masuk dalam Panggung Politik - 28 Juni 2023
- Tentang si Enu dari Kutub Utara - 2 Februari 2023
- Kata Hati - 22 Januari 2023