
Nalar Politik – Peretasan masih kerap terjadi di dunia maya. Serangan siber ini bahkan tak jarang menyasar situs-situs lembaga negara. Sudah ada banyak data negara yang berhasil diperjualbelikan secara bebas karena peretasan.
Situs yang dibobol para peretas pun bukan situs sembarangan. Dalam “Tajuk Rencana” Kompas, jaringan internal Polri disebutkan diretas untuk kedua kalinya. Data pribadi personel Polri, seperti nama, pangkat, satuan kerja, golongan darah, surel, dan nomor telepon, diperjualbelikan di dunia maya.
“Direkrorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri tengah mengusut kasus ini. Namun, pengusutan saja tidak cukup. Perlu ada upaya komprehensif untuk mengatasi masih lemahnya pengamanan situs dan data siber di negeri ini,” tulis Kompas (22/11).
Sebelumnya, akhir Oktober 2021, diberitakan pula bahwa situs Pusat Malware Nasional Badan Siber dan Sandi Negara (Pusmanas-BSSN) juga diretas. Halaman depannya berhasil diubah.
“Catatan Komisi I DPR yang membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi, informatika, serta intelijen lebih mengejutkan. Hampir 50 persen situs pemerintah pernah diserang peretas.”
Investigasi yang dilakukan Redaksi Harian Kompas terkait aksi peretasan yang laporannya diturunkan akhir Oktober lalu juga mendapati bukti-bukti yang menunjukkan keamanan situs-situs pemerintah masih sangat rendah.
Disebutkan, standar keamanan situs pemerintah masih belum sama. Peretas hanya butuh waktu paling lama tiga jam untuk membobol situs berdomain go.id di daerah. Keamanan situs pemerintah masih dalam kisaran 4 dari skala 10.
“Kesungguhan negara dalam mengatasi peretasan tercermin dari tertunda-tundanya pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber. RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, yang pernah dibahas pemerintah bersama DPR tahun 2019, masih terkatung-katung hingga saat ini.”
Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi pu disesali lantaran masih berkutat soal status badan pengawas. Pemerintah dan DPR masih dinilai berbeda pandangan.
“Sementara itu, peratasan terus terjadi dan data pribadi kian banyak bocor dan diperjualbelikan bebas di dunia maya.”
Baca juga:
- Data Is The New Oil: Perlindungan Data Pribadi di Indonesia
- Permikomnas: Indonesia Darurat Ketelanjangan Data
Di tengah kurangnya tenaga ahli teknologi informasi keamanan siber, menghimpun dan membina para peretas di negeri ini untuk menguji keandalan pengamanan siber situs-situs pemerintah dan publik diharapkan perlu dilakukan. Perlu dibangun pertahanan rakyat semesta di dunia siber.
“Rapuhnya keamanan siber di negeri ini tidak bisa terus dibiarkan karena dapat menggerus kepercayaan publik pada otoritas pemerintah dalam mengamankan data pribadi warga negara.”
Ke depan, ketahanan digital menjadi isu kian strategis. Pandemi mengondisikan warga dunia bekerja dalam jaringan digital. Perjalanan lintas daerah, kawasan, dan negara mengharuskan contact tracing. Kondisi ini membuat makin banyak data pribadi yang akan tersebar.
“Jaringan 5G yang makin memperbesar akses, sebaliknya, berpotensi memunculkan serangan siber yang juga makin besar. Dalam buku Cyber Wars, peretasan bahkan bisa menggoyang ekonomi dan politik sehingga menjadi senjata baru dalam perang.” [ko]
- Ravindra Airlangga Ajak Petani dan Pelaku UMKM Bogor Berorientasi Ekspor - 1 Oktober 2023
- 42 Persen Pendukung Gerakan 212 Memilih Anies - 30 September 2023
- Jika Pasangan Amin Maju, Hanya 16,5 Persen Warga Akan Memilih - 22 September 2023