
Setelah melewati terik matahari siang ini, setidaknya akan ada senja untuk “kita” rehat melepas penat. Oh iya. Tentang sebuah kampung sunyi di pesisir Halmahera yang pernah aku ceritakan kepadamu itu, sekarang menjadi sasaran para pencuri kelas kakap.
Ngerinya, mereka tidak mengenal kawan dari kalangan akar rumput. Mereka hanya berkawan dengan orang kantoran.
Aku yakin sebentar lagi kita akan tinggal di atas laut yang “bergelombang”
Sejarah dibabak-belurkan
Tentang lembah yang subur akan berubah jadi gersang
Tentang air yang melimpah perlahan akan kering
Aku mulai takut
Takut esok lusa nanti, generasi berikutnya akan menanggung akibatnya
Cinta Abadi
Meresapi keheningan
Kabut membalut sutra
Di mana tempat sandaran jiwa?
keanggunan sebening embun
Dari kalbu benih kasih di semai
Seiring semuanya berjalan
Ada satu titik di puncak sana
Sosok keabadian yang dinanti
Takkan terganti meski diterpa buih.
Kuncup Pengetahuan
“Kau yang tidak lagi bebas”
Menjadi sebenar-benar diri pun makin samar
Ahh..! kenapa tidak saling asah?
Pada aksara kuncup pengetahuan terus mekar tanpa batas
Parasit dalam Nalar
Pada hawa luluh lantah terkulai tak berdaya
Parasit tumbuh subur dan makin mekar dalam nalar
Mereka yang perlahan mati
Dalam kehilangan
Sebab perebutan tanah yang begitu masif terus berputar
Berpindah
Berpindah
Dan terus berpindah
Membuat yang dekat jauh dari falsafah nenek moyang
Dengan janji membawa sejahtera
Namun berujung dengan petaka
Lembah dan teluk mulai pisposo
Saling tuding
Cari aman
Cari muka
Cari segalanya
Cari makan, bahkan saling memakan sesama kawan
Laku hidup telah berubah
Kehidupan mudah diseragamkan
Kehidupan mudah dicaplok
Tangis Suara Minor
Masih dalam soal penyerobotan, ah memang gila, dikasih kursi tapi cuek bebek
Banyak mengoceh hal remeh-temeh yang jelas-jelas merugikan
Jangan tepuk dada, bung, dan jangan bangga dulu
Sebab di luar sana masih banyak duka
Tangis suara minor begitu menggema menembus langit, lantaran tak didengar
Mereka tak lagi amanah
Mereka tak lagi peduli
Mereka tak lagi berteriak
Mereka sudah seperti orang mati
Di Balik Dinding Kamar
Dulu segenggam harapan menjdi semangatmu
Aku bilang obsesi yang berlebihan
Di balik dinding kamar engkau berucap dengan santun, “jalani saja”
Cobaan itu lumrah, cobaan adalah konsekuensi riil dari pilihan-pilihan
Menyesali pilihan berarti menolak takdir
Tentang Kita
Di sinilah setitik kita berbagi
Ingat “kita”
Mencari sebuah jalan lain dari kehampaan ini
Kita akan terbang bersama
Terlintas tanya, akankah tetap kau terbang sendiri dengan sayapmu?
Rasanya mustahil
Melalui hari-hari yang sepi
Menapaki lorong tanpa jejak
Jika hanya kau, dan bukan kita mungkin tak akan berarti apa-apa
Jika hanya kau dan bukan kita hanya akan menjadi debu dan pada akhirnya menjadi penyakit
Jika hanya kau dan bukan kita cinta tak akan memiliki makna
Sebab kau tak bisa terbang sendiri
Melintasi waktu
- Aksara - 4 Oktober 2021
- Kampung Sunyi di Pesisir Halmahera - 1 Oktober 2021
- Mempertahankan Tradisi - 28 September 2021