Kebaikan Sensasional atau Esensial?

Kebaikan Sensasional atau Esensial?
Awkarin & Butet Manurung

Budaya kita lebih suka kebaikan sensasional, meski tubuh butuh yang esensial.

Nalar Politik – Nama Karin Novilda, atau yang lebih intim disapa Awkarin, terus jadi perbincangan hangat di jagat maya. Bahkan politikus Budiman Sudjatmiko turut berkomentar merespons aksi sosial yang Awkarin tonjolkan di media sosial.

Menurut Budiman, sebagaimana dalam kicauannya tertanggal Senin, 14 Oktober 2019, Awkarin jadi contoh sosok penebar kebaikan dengan cara yang sensasional. Ia membandingkannya dengan aksi sosial yang pernah dilakoni Tri Mumpuni, yang dikenal berjasa membuat sekitar 61 desa terpencil yang awalnya gelap gulita menjadi terang melalui Insitut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka).

“Dua contoh kebaikan oleh dua perempuan: 1. Awkarin dan 2. Tri Mumpuni. Yang pertama basisnya sensasi, yang kedua esensi,” tulis Budiman.

“Kebaikan harus sensasional, tapi yang lebih penting juga esensial. Tak cukup salah satu. Budaya kita lebih suka yang pertama (kebaikan sensasional), meski tubuh kita butuh yang kedua (esensial),” lanjutnya bergaya filsuf.

Ia lalu menjelaskan bagaimana kebaikan yang esensial mampu mengubah nasib banyak orang dengan mendalam, meski jumlah yang terdampak lebih sedikit daripada dampak tindakan kebaikan sensasional. Sementara kebaikan sensasional lebih menginspirasi jauh lebih banyak orang, tetapi dangkal dampaknya.

“Yang esensial itu sumur; ia dalam, tapi tak lebar. Yang sensasional itu air menggenang; ia lebar, tapi dangkal,” tambah Budiman.

Hanya samudra yang katanya bersifat dua-duanya: esensial sekaligus sensasional.

“Ia kekal dan dikenal karena dalam dan sekaligus lebar. Peradaban manusia harus diarahkan ke keseimbangan ini agar adil.”

Untuk lebih meluaskan cakrawala berpikir yang Budiman sampaikan, ia kemudian mengambil contoh lain: Greta Thunberg dan Butet Manurung.

“Greta menginspirasi orang banyak lewat sensasi di pusat-pusat atensi dunia (Eropa dan Amerika) untuk advokasi lingkungan. Butet melakukan esensinya tinggal di hutan bertahun-tahun.”

Respons Awkarin

Mengetahui hal itu, Awkarin mengaku tak patah semangat. Bahkan ia memahami kalau dirinya dengan Budiman Sudjatmiko hanya berbeda saja secara sudut pandang.

“Kita tidak bisa menyalahkan itu. Kita sebagai anak muda cuma bisa memilah mana konsep old school mereka yang masih bisa dipakai di zaman sekarang ini dan tidak. Yang penting, kita jangan berhenti berbuat baik,” responsnya.

Tetapi, di saat yang sama, ia juga bertanya-tanya mengapa dirinya harus diserang oleh politikus tersebut. Padahal, sedari kemarin, ia mengaku hanya melakukan aksi kemanusiaan saja tanpa motif yang lain.

“Nggak usah khawatir. Yang bilang saya mau nyaleg, nggak kok. Jangan merasa terancam. Saya gak minat nyaleg juga. Cukup jadi relawan dan aktivis saja tanpa bayaran, saya senang. Saya cuma mengaktualisasikan sifat kemanusiaan saya saja, biar lebih berguna buat sesama. Gak mau nyaleg kok. Nggak usah takut,” tambahnya.

Awkarin bahkan mengajak Budiman untuk berkolaborasi dalam aksi kemanusiaan. Ia berharap ada gabungan aksi antara yang sensasional dengan yang esensial.

“Pak Budi kan orang pintar dan berpower, belum lagi Bu Butet, dan saya dengan massa dan influence saya. Pasti kita bisa membuat gerakan yang bukan sekadar cuma sensasi atau cuma esensi, tapi keduanya bergabung. Yuk, Pak, I’m down. Yuk, Pak, would be such an honor to meet you in person untuk membahas apa yang bisa kita bantu untuk negara ini.”

Menunggu Waktu

Tak berapa lama, Awkarin kembali muncul. Ia unggah screenshot percakapannya dengan sekretaris Budiman Sudjatmiko di Inovator 4.0 Indonesia, Tedy Tricahyono.

“Selamat pagi, Karin. Saya Tedy Tricahyono, Sekjen Inovator 4.0 Indonesia (Pak Budiman sebagai Ketua Umum-nya). Saya diminta Pak Budiman hubungi Karin. Ini kontak saya….” Demikian isi pesan Tedy dan diiyakan oleh Awkarin.

“Yuk, kita gabungkan saja lebih baik sensasi dan esensi agar menjadi sesuatu yang besar dan bisa membantu banyak masyarakat Indonesia. Tidak sabar bertemu banyak tokoh penting Indonesia. Mari kita bersatu bukan memecah belah. Jangan berperang sama rakyat sendiri.”

Budiman pun mengonfirmasi dan segera akan melakukan pertemuan dengan Awkarin.

“Ya, nanti saya kenalin kamu dengan teman-teman pemberdaya rakyat/inovator-inovator sosial di akar rumput dan juga inovator-inovator teknologi di Inovator 4.0 Indonesia. Kita saling belajar, ya, Awkarin. Beberapa di antaranya seusia kamu dengan spirit sama dan mungkin skills berbeda denganmu.” [tw]

Baca juga: