Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi yang Bergeser Jadi Tabu

Indonesia Masuk Kategori Negara Semi-Bebas

Terkait demokrasi di Indonesia, narasumber berikutnya Adi Prayitno (Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik UIN Syaraif Hidayatullah Jakarta) menyatakan bahwa demokrasi di Indonesia secara umum berjalan dengan baik.

Karena itu, banyak akademisi luar negeri yang tertarik mempelajari proses demokratisasi di Indonesia yang secara umum berjalan dengan baik. Padahal, masyarakat Indonesia adalah mayoritas muslim yang dinilai memiliki kultur yang tidak compatible dengan demokrasi.

Meski demikian, Adi memberi catatan tentang demokrasi di Indonesia berdasarkan indeks kebebasan.

“Berdasarkan riset Freedom House terakhir, Indonesia masuk dalam kategori semi-bebas. Soal political rights, Indonesia memiliki skor kebebasan yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat bahwa di Indonesia siapa pun dapat menjadi presiden atau kepala daerah, bahkan seorang tukang kayu pun seperti Presiden Joko Widodo,” ungkap peneliti dan pengamat politik ini.

Berbeda dengan political rights yang memiliki skor yang cukup baik, skor civil rights di Indonesia mendapatkan rapor merah. Kondisi kebebasan sipil di negeri ini kurang menggembirakan.

“Ada kecenderungan orang merasa takut mengkritik pemerintah, pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi, pembubaran ormas-ormas yang dianggap terlarang, dan sebagainya itu menjadi catatan-catatan buruk dalam demokrasi kita,” beber Adi.

Meski demikian, Adi optimis demokrasi di Indonesia ke depannya akan berjalan positif. Alasannya berkaca pada jalannya demokrasi di sejumlah negara yang naik dan turun. Termasuk demokrasi di Amerika.

Dalam kesempatan ini, kepada para peserta diskusi, Adi berpesan untuk jangan takut menyampaikan pendapat dan ekspresi di negeri demokrasi. Jangan takut juga mengkritik pemerintah karena itu bagian dari demokrasi.

Baca juga:

Ia mengingatkan agar mengkritik pemerintah dengan terukur. Hindari fitnah dan hoaks.

Pentingnya Jaminan Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi

Nanang Sunandar (Direktur Eksekutif Lembaga INDEKS) selaku narasumber terakhir menegaskan kembali apa yang sudah disampaikan Bambang di atas bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah salah satu elemen penting dalam demokrasi.

Itu kenapa, kata Nanang, jaminan dari negara bagi masyarakat untuk bebas dalam berpendapat dan berekspresi penting keberadaannya.

“Agar proses demokrasi deliberatif berjalan dengan sehat, kebebasan berpendapat dan berekspresi perlu jaminan yang luar biasa supaya orang tidak lagi takut dipersekusi atau dipidanakan ketika menyampaikan pendapatnya dan berekspresi,” kata Nanang.

Menurut Nanang, kenapa banyak masyarakat saat ini takut berpendapat dan berekspresi, karena mereka ragu dengan adanya jaminan atas keamanannya dalam melakukan itu. Hal itu karena mereka melihat banyaknya kasus orang dipersekusi atau dipidanakan karena berpendapat dan berekspresi.

Untuk itu ia berharap, masyarakat sipil dapat jaminan lebih untuk bisa berpendapat dengan nyaman dalam ruang demokrasi. Karena demokrasi tanpa jaminan bagi kebebasan itu berbahaya.

Nanang mencontohkan bagaimana filsuf Yunani Socrates dihukum mati melalui proses demokrasi. Di bawah pemerintahan yang sangat demokratis (sangat baik secara political rights), Socrates dihukum mati karena menyampaikan pendapat yang dianggap mencederai ‘ketertiban umum’.

“Itu kenapa demokrasi harus dikawal dengan jaminan yang sangat kuat terhadap minority rights, hak atas kebebasan bagi minoritas. Minoritas di sini tidak hanya minoritas agama, etnis, atau gender, tetapi juga minoritas yang paling minor yaitu individu. Harus ada jaminan atas hak-hak sipil bagi setiap individu,” jelas Nanang.

Baca juga:
Sukron Hadi