Kejahatan dan Hukuman

Kejahatan dan Hukuman
©Elsam

Kejahatan dalam bentuk apa pun memang sudah selayaknya kita hakimi.

Dalam setiap komune, komunitas masyarakat tepatnya, selalu ada suatu usaha untuk mengarahkan pemberian kekuasaan dan kesejahteraan tertinggi pada suatu komunitas. Juga dengan memperlihatkan komunitas lain berada pada posisi yang lemah atau barangkali menderita.

Artinya, dalam setiap komunitas mana pun, dalam suatu masyarakat, pasti ada oposisi dua kekuatan di mana mayoritas sering kali melemahkan dan menidakberdayakan minoritas.

Sebenarnya, tujuan dari sebuah hukum yang baik dan benar adalah untuk menghakimi usaha yang mengarah pada ketidakadilan. Hukum mendemonstrasikan penolakan yang keras terhadap semua jenis ketimpangan secara universal dan merata.

Meski demikian, banyak orang tidak memiliki perhatian serius terhadap suatu kebijakan omong kosong. Utamanya dari orang-orang yang memiliki kepentingan untuk merusak tatanan institusi yang sudah tertata dengan sedemikian bijak dan baik.

Hal ini mengakibatkan pada sebuah kecenderungan bersalah mengenai hal-hal yang fundamental dan esensial dalam kehidupan dan kesejahteraan mereka sendiri. Ini sering terjadi dalam urusan perpolitikan. Masyarakat sering merasa letih dan pada akhirnya mengharuskan mereka untuk mengubah keburukan-keburukan yang mereka alami sendiri. Sebenarnya, keluguan dan kepolosan masyarakatlah yang menyebabkan hal itu terjadi.

Banyak masyarakat yang tidak mampu berpikir secara terbuka. Hanya sering kali terbiasa dengan kesan-kesan penampakan luar tanpa mampu melakukan membedaan-pembedaan dan cenderung terdeterminasi oleh opini-opini orang lain daripada hasil dari pemahamannya sendiri. Namun, pada akhirnya, mereka menyadari sekaligus mengakui betapa kebenaran begitu tampak nyata di depan mata mereka.

Secara historis, kita semua tahu bahwa hukum yang seharusnya merupakan persepakatan bersama dalam kondisi masyarakat yang merdeka seperti Indonesia ini justru banyak menjadi alat kepentingan dan hawa nafsu segelintir orang saja. Hukum hanya menjadi kebutuhan sesaat oleh orang-orang yang tidak memiliki kredibilitas apa pun. Kondisi ini amat berbahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat secara luas.

Para ahli sebenarnya membuat hukum yang dapat menyesuaikan dengan sifat kealamian manusia. Tujuan utamanya tentu saja untuk menyatukan suatu pandangan dan tindakan orang banyak kepada satu wadah yang stabil, di mana tujuan pokoknya adalah kesejahteraan, keamanan, dan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi semua rakyat.

Baca juga:

Begitu indahnya jika, misalnya, sebuah bangsa di dunia ini tidak perlu menunggu suksesi perubahan yang begitu lambat untuk beralih dari sikap ekstremisme kejahatan menuju kebaikan yang paripurna. Itu artinya bahwa melalui hukum, sebuah kebijaksanaan dapat menciptakan kemajuan yang merata. Para filosof memiliki beban sekaligus tanggung jawab yang begitu berat kepada umat manusia atas keadaan ini.

Kita sudah sepatutnya memiliki keteguhan dan kepekaan hati nurani dan keberanian yang kuat untuk senantiasa menebar benih-benih kebaikan yang berguna bagi banyak orang yang sejauh ini belum tersampaikan secara luas dan merata. Paling itu, hal ini haruslah terlebih dahulu berangkat dari keberanian diri sendiri.

Montesquieu pernah berkata, kebenaran, yang adalah selalu sama sepanjang masa, mengharuskan kita untuk selalu mengikuti orang-orang besar. Hanya orang-orang yang terpelajar dan bersungguh-sungguh sajalah yang dapat membedakan di mana posisi bangunan dan fondasi kebenaran. Karena memang, pemikiran yang besar dari orang-orang besar selalu identik dengan pembelaan terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan.

Kebenaran hukum dapat terlihat ketika ia dapat menyatukan masyarakat, betapa pun dalam kedirian manusia yang secara alami selalu ada bertautan antara kebebasan, kemandirian dan independen. Namun, kebosanan dalam merasakan kondisi negara yang terus-menerus mengalami ketimpangan sosial dan chaos. Karena masyarakat pun hanya menikmati sedikit dari kebebasan mereka, serta melihat ketidakjelasan akhir dari ketimpangan ini, maka mereka harus mengorbankan salah satu posisi kebebasannya.

Dasar kedaulatan negara terbangun dari sejumlah porsi dari kebebasan individu dan selanjutnya diserahkan kepada otoritas sebagai pemimpin yang sah menurut perundang-undangan. Namun, pengumpulan terhadap seluruh kebebasan individu sebenarnya tidaklah cukup. Karena yang lebih penting adalah mempertahankan kebebasan itu dan ketetapan mutlak terhadap hak-hak asasi manusia, di mana kebebasan orang lain membatasi setiap kebebasan individu.

Mengganggu hak dan kebebasan orang lain juga merupakan kejahatan yang besar, maka hukuman harus tegak dan berlaku kepada para perusak aturan hukum. Motif hukuman semacam ini perlu, karena banyak masyarakat yang sering kali tidak lagi memakai prinsip bertindak sebagaimana yang telah disepakati, seperti adagium yang menyatakan: “Hukum ada adalah untuk dilanggar.”

Namun demikian, masyarakat harus kita cegah untuk tidak mengarah pada perpecahan. Motif hukuman inilah yang sebenarnya merupakan objek indrawi langsung yang terdapat pada akal sehat.

Ada satu anggapan yang mengatakan bahwa setiap jenis hukuman apa pun yang tidak berasal dari kebutuhan yang darurat adalah sebuah tirani atau kekejaman. Ini dapat kita buktikan melalui sebuah preposisi. Misalnya, ketika tidak ada suatu kebutuhan yang mendesak, setiap bentuk tindakan penguasaan seseorang terhadap orang lain adalah tirani. Atas dasar inilah sebenarnya kita menemukan suatu hak bahwa penguasa dapat menjatuhkan hukuman.

Halaman selanjutnya >>>
Rohmatul Izad
Latest posts by Rohmatul Izad (see all)