Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal

Selain itu, dalam ilmu sejarah, manusia bukan sekadar alat bagi perwujudan suatu gagasan. Sejarah justru berawal dan berakhir pada manusia yang memiliki kebebasan dan kemampuan untuk mengatur masa depannya. Sejarah diartikan sebagai perjuangan yang terus-menerus untuk mewujudkan kebebasan. “Objektivitas menyeluruh” dari Hegel digantikan dengan pemusatan perhatian pada waktu dan tempat tertentu.

Seperti dikemukakan oleh Christopher Lloyd yang diilhami oleh Anthony Giddens, sejarah adalah hasil interaksi antara individu atau kelompok sosial dengan struktur sosial. Perkembangan sejarah tidak ditentukan struktur sosial. Perubahan sosial, atau sejarah, adalah upaya manusia ataupun suatu kelompok sosial (peristiwa) yang berhasil mengubah struktur sosialnya. Kausalitas tetap pada manusia karena struktur sosial, seperti dikatakan Chris Lorenz, “quasi causal”.

Sekalipun demikian, bagi pembaca yang bukan ahli sejarah profesional, buku Fukuyama ini bisa mempunyai banyak manfaat. Suatu pernyataan Fukuyama yang menyenangkan, yang pasti tidak berasal dari Hegel, adalah bahwa sekalipun sejarah adalah proses yang rasional dan universal, tetapi ada unsur-unsur irasional yang terutama terdapat di Asia, seperti negara kebangsaan, suku bangsa, pengelompokan-pengelompokan masyarakat yang menjadi dasar dari civil society, agama, tidak bisa diabaikan begitu saja.

Unsur-unsur yang tidak rasional itu, menurut Fukuyama (bukan Hegel), sangat diperlukan sebagai “sasaran antara” untuk mencapai tujuan sejarah.

*Prof. Dr. R.Z. Leirissa, Guru Besar Ilmu Sejarah dan Ketua Program Pasca-Sarjana Universitas Indonesia

Riwayat Buku

  • Judul: Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal
  • Judul Asli: The End of History and the Last Man
  • Penulis: Francis Fukuyama
  • Penerjemah: Mohammad Husein Amrullah
  • Penerbit: Qalam, 2001
  • ISBN: 979-9440-00-9
Baca juga: