
Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77 menjadi momentum yang berbahagia bagi masyarakat Indonesia untuk merayakannya dengan suka cita dan gembira. Kemerdekaan bangsa Indonesia dapat diperoleh berkat dari perjuangan para pahlawan nasional Indonesia dapat mengusir penjajahan kolonialisme dan imperialisme di tanah Nusantara.
Meskipun demikian, memperjuangkan dan merebutnya tidak hanya sekadar membalikkan tangan, karena yang lebih berat adalah mempertahankan dengan varian godaan keduniawian yang dapat memengaruhi kedaulatan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Saya teringat dengan wejangan amanat Revolusi Kemerdekaan Indonesia Bung Karno dalam petuahnya: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”. Narasi tersebut mengingatkan kepada saya untuk harus konsisten menjalankan Pancasila sebagai ideologi dunia dan amanat pembukaan UUD 1945 yang dirumuskan oleh “The Founding Parents” dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pembangunan paradigma pencerahan kepada sesama anak bangsa, melakukan penyadaran secara kolektif, dan melibatkan diri dalam pembangunan negeri.
Pasalnya, bahwa revolusi belum selesai dengan alasan masifnya karakteristik dan tindakan yang destruktif terhadap negara ini. Misalnya proyekisasi – opportunis imperium, kriminalitas, perdagangan manusia, kejahatan genosida, korupsi, hingga radikalisme yang ingin mengubah haluan konsepsi sistem kenegaraan dengan menggantikan Pancasila sebagai Way of Life bangsa Indonesia beserta instrumen kebijakannya.
Bangsa Indonesia telah memasukki umur lebih dari ¾ abad, tantangan selalu menghantuinya. Pasalnya, benih-benih gerakan aktivisme yang berbau radikalisme-ekstrimisme menandakan bahwa bangsa ini mengalami proses pengujian kedaulatan kenegaraan, baik dari aspek Pancagatra (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, dan Pertahanan Keamanan) dan Trigatra (Posisi dan Lokasi Geografis Negara, Keadaan dan Keayaan Alam, Keadaan dan Kemampuan Penduduk) ditambahkan dengan keberadaan Teknologi sebagai pendukung tambahan.
Ya, meskipun saya tidak berstatus atau diamanahkan sebagai pejabat publik atau birokrat di Pemerintahan dalam urusan pencegahan Radikalisme melalui proses kebijakan publik. Melalui kesadaran ideologi inilah lewat analisis yang dituangkan dalam tulisan, untuk berpartisipasi kepedulian terhadap negeri ini.
Oleh karena itu, maka seyogianya kita harus bergerak secara kolektif kolegial untuk memupuk ide dan gagasan yang implementatif tentang kebangsaan untuk mengisi ruang kemerdekaan secara mutlak dan berkelanjutan.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ahmad Nurwakhid, dalam diskusi publik di Kedutaan Besar Prancis, Jakarta pada Rabu (20/7/2022) dari pemberitaan LKBN Antara, menyebutkan bahwa terdapat 33 juta penduduk terpapar radikalisme di Indonesia. Beberapa ciri masyarakat yang terindikasi dengan adanya radikalisme, dalam konsep umumnya yakni muncul adanya intoleransi terhadap fenomena keberagaman dan perbedaan, menolak keberadaan Pancasila sebagai “Philosophische Groundslag” maupun “Staats fundamental norm”.
Baca juga:
- Jika Politik Identitas Tidak Berdaya, Mengapa Politik Uang Perkasa?
- Investasi Diplomatik Indonesia sejak Dini: Revolusi Perspektif
Sehingga pelaksanaan secara teknisnya karakteristik radikalisme bahwa perbedaan justru menjadi ancaman bagi fanatisme kelompok keagamaan yang cenderung konservatisme akut (lawan dari Agama yang Moderat dan Progresif) dengan cara memproduksi wacana “Kafir atau Takfiri” dengan menuduh dan menyebarkan hoaks dan fitnah.
Sehingga menurut amat penulis, bahwa kemerdekaan dapat diperoleh dengan cara membangun harmonisasi dalam membentuk lingkungan yang toleran, moderat, inklusif dan terbuka dengan keberagaman yang ada. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, berbeda-beda tetapi tetap satu jua, sebagai patronase kehidupan berbangsa dan bernegara dengan pluralisme berbudaya yang tidak hanya sekadar diterapkan di Indonesia, melainkan harus diterapkan berskala Internasional.
Konstruksi Kemerdekaan dengan Pembangunan SDM
HUT Kemerdekaan RI ke-77, perenungan dari pikiran ke pikiran, hati ke hati untuk selalu mendedikasikan diri bermanfaat bagi manusia, alam semesta, agama, bangsa dan Negara untuk selalu mengisi ruang ruang kemerdekaan bangsa Indonesia. Informasi penting yang disajikan memuat kegelisahan publik, menjadikan narasi narasi untuk mencegah paradigma paham radikalisme menjadi penting untuk diujikan dalam wacana akademik maupun publik. Agar masyarakat pun mengetahui apa yang menjadi faktor munculnya benih radikalisme.
Saya mengambil spirit dari kemerdekaan ke-77, angka 7 (tujuh) jika ditranslasi dalam bahasa Jawa bermakna “Pitu”. Dalam hal ini, bahwa “Pitu” saya coba plesetkan menjadi “Pitulungan” yang mempunyai makna “Pertolongan”.
Sehingga, kemerdekaan bangsa Indonesia, dengan memohon pertolongan terhadap Tuhan Yang Maha Menciptakan Alam Semesta, melalui lantunan doa dan harapan agar bangsa Indonesia mendapatkan pertolongan untuk bergerak kearah Pembangunan Semesta Berencana Berbasis Gotong Royong, dalam rangka mewujudkan Konsep Trisakti Bung Karno, 1) Kedaulatan Politik, 2) Berdikari Ekonomi, dan 3) Kepribadian Berbudaya.
Secara mendasar, bahwa untuk menangkal Radikalisme secara dini adalah penguatan “Pendidikan Multikulturalisme”. Pasalnya, pendidikan sebagai instrumen mendasar dalam konstruksi kemerdekaan dengan cara penguatan Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam hal ini, bahwa penguatan Manajemen SDM atau Human Resource Management seperti halnya memberikan pelatihan (training) dan pengembangan (development) terkait dengan nilai kebangsaan melalui pendidikan dan pengajaran.
Mewujudkan kemerdekaan secara step by step, Manajemen SDM melalui pelatihan pencegahan faham radikalisme dengan cara menghasilkan manusia yang berdaya unggul, kreatif dan mempunyai kapasitas keahlian yang tinggi berprinsip toleran dan dedikasi untuk membangun negeri. Pasalnya, bahwa masyarakat Indonesia terdapat varian pola pikir dan karakteristik yang berbeda.
Sedangkan proses pengembang untuk pencegahan faham radikalisme sebagai upaya implementasi, baik secara individu maupun kelembagaan, untuk berkontribusi secara aktif dan partisipatif untuk membangun negeri ini, serta didasarkan pada penanaman Nasionalisme Indonesia, yang mana karakteristik Nasionalisme Indonesia karakertnya adalah Memanusiakan Manusia. Karena pembangunan manusia adalah salah satu cara untuk membangun negeri secara berkelanjutan dan berkepanjangan.
Baca juga:
- Fikih Peradaban dan Upaya Deradikalisasi di Perguruan Tinggi - 28 Juni 2023
- Pemikiran Pluralistik KH. Yahya Cholil Staquf - 19 Februari 2023
- Quo Vadis Nasionalisme Islam? - 5 November 2022