Kepada Lutta Nipewayu, Alosongang Nipewamba – Tammatemo Naung Setang

Misalnya, kata “malas” (lutta), “bohong” (alosongang), “mati” (mate), “setan” (setang), semua mutlak lahir untuk golongan kata yang “tidak baik”. Sedangkan kata “rajin”, “jujur”, ”hidup”, ”malaikat”, mutlak lahir untuk golongan kata yang “baik”.

Penilaian dan pengotak-ngotakan kata inilah, menurut saya, adalah tindakan sembrono. Bukan apa-apa, ya, takutnya pemakaian kata “takbir” makin dinilai baik semua orang walaupun mengikutkan seruan untuk merusak sendi-sendi kemanusiaan. Atau bisa jadi karena penilaian mutlak kita terhadap kata “rajin” itu baik, maka semua penggunaannya pasti mendidik. Entah itu pemakaiannya dalam konteks “rajin mencuri”, “rajin membunuh”, dan “rajin-rajin” lainnya.

Jadi, yakinlah, Tema, kami gunakan kata lutta, losong, tammatemo’, setang pada dirimu itu tidak lantas menjadikanmu sebagai sebuah tema yang tak mendidik. Aku akan bercerita pada konteks seperti apa kami menghidupimu dengan kata-kata tersebut.

Sebenarnya proses kelahiranmu berasal dari dorongan yang sama dengan kebanyakan orang melahirkan tema, yakni sebagai upaya reflektif berbenah diri menjadi lebih baik. Kami ingin menjadi Ikatan yang lebih rajin dan jujur lagi dalam segala hal baik yang dapat memajukan Ikatan kami ke depannya ini.

Mungkin bedanya, dalam tema kebanyakan selain dirimu, kami berpandangan bahwa untuk benar-benar ingin berbenah, maka langkah yang paling awal seharusnya kami ambil adalah berani mengakui kekurangan, bukannya langsung terfokus pada akan jadi lebih baik seperti apa nantinya. Karena pada kekurangan itulah tempatnya sebuah pengupayaan kebaikan. Begitu, bukan?

Saya tidak mengatakan bahwa pemakaian tema yang menggunakan titik fokus “hasil” adalah keliru. Tapi, sependek pengalaman saya, tema yang lahir seperti itu cenderung terlalu membuai hingga biasanya lupa pada upaya awal pembenahan—mengidentifikasi hal-hal yang tidak baik selama ini. Seolah-olah tidak ada masalah dalam organisasi yang melatarbelakangi semangat pembuatanmu.

Tahukah kau, Tema, kalimat lutta nipewayu, alosongang nipewamba – tammatemo’ naung setang adalah semangat berbenah yang luar biasa?

Kami menyadari bahwa lutta dan alosongan adalah hal yang kontraproduktif dalam konteks Ikatan kami. Makanya, kalimat tammatemo’ naung setang adalah semangat menggebu-gebu kami untuk menyumpahi setan (lutta, alosongang) agar mati dalam Ikatan kami.

Baca juga:

Tidakkah kau melihat, Tema, begitu mulianya kau bagi Ikatan kami? Apakah kau lalu akan memutuskan percaya pada tuduhan mereka yang mengatakan bahwa kau lahir sebagai tema yang tidak mendidik?

Entahlah. Tapi aku penasaran dengan jawabanmu tentang itu.

*Tulisan ini sepenuhnya kuniatkan agar kau tidak baperan mendengar beberapa tanggapan tak berdasar dalam penciptaanmu.

Riandy Aryani