Keperawanan, Seksualitas, dan Diskriminasi Perempuan

Keperawanan, Seksualitas, dan Diskriminasi Perempuan
©Alkogolizma

Konsep keperawanan ini, dalam hemat saya, tentu ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan di kalangan masyarakat.

Perempuan, sepanjang peradaban kehidupan manusia, selalu berada pada posisi yang kurang ideal. Dalam beberapa sumber menerangkan bahwa perempuan memiliki masa lalu yang kelam, baik pada zaman sebelum masuk Islam di Arab maupun pada masa sebelum abad ke-19 di Eropa Barat dan Amerika Serikat.

Beberapa literasi juga menjelaskan bahwa saat itu banyak perempuan terkungkung dan terbatasi dari segala hal dalam aspek kehidupannya, baik di ranah domestik maupun publik. Simone de Beauvoir menamainya sebagai Second Sex sebagaimana nama bukunya yang menyebutkan perempuan pada masa itu tidak layak kita sebut dengan kata manusia. Perempuan di zaman itu hanya jadi, misalnya, sebagai sebagai objek seksual, diskriminasi, dan lain sebagainya.

Secara identitas, perempuan selalu identik dengan istilah-istilah yang tersaji di atas bahwa perempuan itu mempunyai keperawanan, perempuan itu makhluk yang melakukan seks, sama halnya dengan laki-laki atau manusia pada umumnya, dan perempuan itu selalu mengalami diskriminasi.

Perempuan dan Keperawanan

Apa itu perawan? Dalam Wikipedia menjelaskan bahwa keperawanan atau perawan merupakan seseorang yang belum pernah melakukan persetubuhan. Beberapa budaya maupun tradisi agama menempatkan keperawanan sebagai suatu kehormatan, yang umumnya perempuan yang tidak atau belum menikah sandang.

Konsep keperawanan biasanya melibatkan isu moral atau religius yang berdampak pada status sosial maupun hubungan antarpribadi. Artinya, perempuan yang tidak mempunyai keperawanan atau telah melakukan hubungan seks dengan lawan jenis (laki-laki) tentu akan melibatkannya pada isu moral atau religius yang berdampak pada status sosialnya.

Konsep keperawanan ini, dalam hemat saya, tentu ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan di kalangan masyarakat. Rosa Folia (2017) mengatakan bahwa, secara tradisional, perempuan yang belum menikah akan orang anggap memiliki moral lebih tinggi jika masih perawan. Sementara itu, masyarakat tidak memandang laki-laki dengan cara yang sama seperti memandang perempuan, meski mereka sudah tidak perjaka.

Tentu hal ini karena rasionalitas kita sudah telanjur terbangun bahwa selama ini hanya perempuan yang selalu menjadi “objek penyelidikan” tentang keperawanan. Ini merupakan bentuk standar ganda yang mengejutkannya tak hanya digaungkan oleh laki-laki, tetapi juga perempuan. Padahal ada juga keperjakaan untuk laki-laki.

Baca juga:

Ada satu kisah menarik tentang kehidupan Maryam sebagai seorang perempuan dan hubungannya tentang keperawanan serta bagaimana konsep keperawanan ini ternyata belum selesai pada tahap kesepahaman masyarakat.

Dalam sudut pandang Islam yang pada Surah 19 (Surah Maryam), menuliskan bahwa Isa (Yesus) lahir secara ajaib tanpa ayah dan Maryam (Maria) belum pernah tergauli oleh seorang laki-laki sehingga Isa merupakan hasil pembuahan dari seorang perawan (ayat 20-22). Tidak ada keyakinan doktrinal yang jelas atas satu atau yang lainnya, tetapi beberapa memperluas hal ini untuk mengartikan keperawanan Maryam untuk selamanya.

Perempuan dan Seksualitas

Ada konsensus yang menyebutkan hubungan seksual harus melibatkan dua orang atau lebih yang berjenis kelamin berbeda. Dalam hubungan itu, terdapat penetrasi kelamin laki-laki ke dalam vagina. Hubungan itu juga berlaku atas dasar sama-sama suka, yang kemudian menghasilkan kepuasan seksual (Rosa Folia, 2017).

Secara definisi, seksualitas memiliki makna yang sangat luas. Seksualitas adalah aspek kehidupan yang menyeluruh mencakup seks, gender, orientasi seksual, erotisme, kesenangan (pleasure), keintiman, dan reproduksi. Seksualitas ia alami dan ekspresikan dalam pikiran, fantasi, hasrat, kepercayaan/nilai-nilai, tingkah laku, kebiasaan, peran, dan hubungan.

Walaupun seksualitas mencakup keseluruhan di atas, tidak semuanya selalu ia alami atau ekspresikan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, sejarah, agama dan spiritual. (definisi WHO).

Kegiatan seksual manusia atau perilaku seksual manusia adalah tindakan yang manusia lakukan untuk mengalami dan menunjukkan seksualitasnya. Kegiatan seksual manusia mengandung aspek sosiologis, kognitif, emosional, perilaku, dan biologis. Aspek tersebut meliputi ikatan pribadi, saling berbagi emosi, dan fisiologi sistem reproduksi, seksual, persetubuhan, serta perilaku seksual dalam berbagai bentuknya.

Dalam beberapa kebudayaan, kegiatan seksual hanya pantas berlaku pada pasangan yang telah menikah, sedangkan hubungan di luar nikah dan perzinaan dipandang tabu. Beberapa kegiatan seksual dianggap ilegal secara universal atau di beberapa wilayah, sementara beberapa yang lain dianggap menyimpang dari norma masyarakat atau budaya tertentu.

Di Indonesia yang sangat kental akan nilai kebudayaannya sehingga melakukan hubungan seks dengan lawan jenis hanya untuk yang sudah menikah. Sedangkan yang melakukan hubungan seks di luar nikah melanggar norma yang terbangun dalam masyarakat atau budaya.

Diskriminasi Perempuan

Jika kita lihat secara seksama bahwa proses diskriminasi terhadap perempuan sudah berjalan sejak sekian lama. Lebih parahnya lagi, diskriminasi sudah menjadi sebuah budaya tersendiri dalam kehidupan perempuan. Mulai dari diskriminasi yang dilakukan secara kasar, seperti pemerkosaan, kekerasan. Dan juga diskriminasi secara halus, seperti pelecehan dan menggoda di jalanan, atau menyakiti dan menyinggung perasaan.

Halaman selanjutnya >>>

Nardi Maruapey
Latest posts by Nardi Maruapey (see all)