Ketidakpatuhan Masyarakat Perkotaan dalam Ketentuan Aurat

Ketidakpatuhan Masyarakat Perkotaan dalam Ketentuan Aurat
©Arte

Masyarakat perkotaan cenderung lebih hidup bebas.

Islam mengajarkan bahwa pakaian sebagai penutup aurat bukan sekadar perhiasan. Oleh karena itu, Islam mewajibkan menutup aurat untuk menjaga kehormatan, nama baik, dan membuka pintu kebaikan. Dan perlu kita ketahui, bahwa aurat perempuan itu dari ujung kepala sampai ujung kaki, kecuali wajah dan telapak tangan.

Kita tahu bahwa salah satu ciri yang dapat ditunjukkan perempuan adalah menjaga aurat dan menutup aurat. Salah satu Syariat Islam dari menutup aurat bagi perempuan adalah memakai jilbab. Kewajiban perempuan memakai jilbab yaitu menjaga pandangan, memuliakan diri perempuan, dan lebih dikenal sebagai perempuan muslimah yang terhormat. Selain itu, jilbab sebagai bentuk kasih sayang Allah SWT telah menciptakan manusia dengan bentuk terbaik dan perempuan merupakan cerminan.

Pada perkembangannya, jilbab kini tidak hanya dimaknai sebagai penutup aurat, namun digunakan sebagai Fashionable atau bergaya. Trend Fashionable berjilbab ini ditandai dengan bermunculnya komunitas-komunitas perempuan muslimah, contohnya Hijabers Community (HC). Namun, di zaman sekarang banyak perempuan yang enggan memakai jilbab karena sudah terpengaruh oleh dunia model yang mencemaskan, takut penampilannya tidak terlihat modis, dan memang menganggap jilbab bukanlah kewajiban.

Modernisasi yang sudah dirasakan masyarakat hingga kini membuat perspektif jilbab dan hijab menjadi sama. Kenyataannya kedua hal tersebut berbeda, jilbab dan hijab. Hijab adalah salah satu penutup aurat yang secara harafiah berarti penghalang.

Islam memandang hijab dengan artian tirai pembatas, pakaian yang pantas sesuai aturan agama, sesuatu yang menutupibagian tubuh. Jilbab secara univesal adalah pakaian wanita yang lebar dan longgar untu menutupi seluruh tubuh hingga mendekati tanah sehingg lekukan tubuh tidak lagi terlihat. Jilbab adalah hijab tetapi hijab belum tentu adalah jilbab.

Namun pada faktanya di Indonesia ini susah membedakan antara kedua jenis tersebut. Masyarakat lebih sering menyamaratakan antara hijab dengan jilbab. Bukan masalah pengertian, yang terpenting adalah bagaimana seorang perempuan bisa mematuhi syariat Islam untuk menutup aurat terlepas dari masyarakat menyebut itu hijab atau jilbab. Sebab semua perubahan harus dimulai dari kecil, menutup aurat misalnya.

Kemajuan zaman yang makin maju terlebih memasuki era milenial ini, masyarakat terlebih remaja lebih sering mengabaikan syariat-syariat Islam khususnya dalam menutup aurat. Menutup aurat tidak bisa dijadikan sebagai problema kecil apalagi ini sudah menjadi aturan dalam Islam. Sesuai dalam dalil Alquran yang telah memerintahkan untuk menutup aurat. Pada dasarnya semua bisa dilakukan dengan niat.

Faktanya benar-benar berlawanan. Mayoritas masyarakat, khususnya remaja dalam pembahasan ini sangat ironis. Mereka lebih mementingkan eksitensi diri daripada menutup bagian yang haram diperlihatkan.

Banyak hal yang memengaruhi hal ini terjadi, sebut saja geografis. Secara geografis sudah pasti menentukan tingkat kepatuhan masyarakat dalam penggunaan jilbab. Jika dibandingkana antara masyarakat pedesaaan dengan masyarakat perkotaan akan tampak perbedaannya.

Faktanya masyarakat pedesaaan lebih mematuhi syariat islam meskipun tidak semuanya. Masyarakat pedesaan cenderung lebih memberatkan sopan santun dalam berpakaian dan beretika. Itulah sebabnya jika kita melihat masyarakat pedesaaan mereka lebih tampak tertutup. Beda halnya dengan masyarakat perkotaan. Sifat individualisme yang tinggi menjadikan kurangnya kepedulian satu antarlain meskipun tidak bisa diyakini secara pasti. Masyarakat perkotaan cenderung lebih hidup bebas.

Baca juga:

Selain itu faktor kemajuan IPTEK juga sangat berpengaruh. Sebut saja media sosial yang makin merajalela. Bukan lagi remaja, bahkan semua kalangan seolah diperbudak olehnya.

Ambil saja contoh Instagram. Melalui Instagram masyarakat lebih akan memberikan postingan yang mereka anggap keren dan kekinian. Salah satunya yaitu dalam mode perpakaian. Tidak canggung-canggung banyak remaja dalam hal ini yang lebih mementingkan untuk berpakaian mini daripada harus menutup aurat. Mereka lebih memilih eksistensi diri yang menyalahi aturan agama.

Fakta lain yang bisa dibilang kritis adalah masyarakat perkotaan di Yogyakarta, terutama di kawasan Malioboro. Meskipun bukan semua penduduk Jogja namun secara sampling hal ini bisa dikatakan bahwa memang banyak yang masih mengabaikan untuk menutup aurat. Di Malioboro banyak terlihat perempuan-perempuan yang secara sengaja mengumbar aurat hanya demi mencari perhatian dari orang-orang sekitar. Berfoto ria untuk mendapatkan hasil terbaik dengan pakaian ala kadarnya tanpa syariat Islam.

Zaman yang semakin maju ini tidak bisa dimungkiri bahwa syariat-syariat Islam seperti halnya menutup aurat sudah seperti terkesampingkan. Tidak luput pula didengar tentang penerimaan karyawan yang mengharuskan karyawan perempuan tidak berjilbab bahkan dari perekrutan.

Tidak semuanya, memang. Namun dari yang hal seperti ini tidak menutup kemungkinan bahwa zaman dan generasi muda sekarang menggerus generasi berikutnya. Berjilbab bukan hanya menutup aurat saja. Banyak kelebihan yang bisa didapatkan dari berjilbab, seperti melindungi diri dari tindak kriminalitas yang hendak dilakukan oleh orang-orang jahat. Melindungi diri dari panas matahari dan lain sebagainya.

Paling penting dalam berjilbab adalah menutup aurat dan mematuhi syariat Islam untuk menjadi muslimah yang taat. Jika kita mencari kekurangan dari memakai jilbab, itu tidak ada. Tidak ada yang lebih baik dari mematuhi syariat agama.

Menyikapi hal ini, maka perlu diadakan cara agar semua kalangan masyarakat, baik di pedesaan maupun di perkotaan mengenal dan menerapkan syariat Islam untuk menutup aurat. Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah melalui hal-hal kecil seperti menyebar peringatan melalui poster-poster kebaikan yang dipasang di area jalanan. Selain itu juga bisa dilakukan dengan menggerakkan organisasi keislaman yang melakukan tour dakwah secara berkala di tempat terbuka khsusunya.

Dengan adanya tindakan-tindakan semacam itu diharapkan secara bertahap masyarakat akan sadar terkait menutup aurat. Masyarakat, baik pedesaan maupun perkotaan, ada baiknya selalu diberikan sosialisasi akan pentingnya menutup aurat karena hal ini bukan untuk kepentingan pribadi namun juga untuk memperkukuh keimanan.

Kecenderungan individualisme masyarakat perkotaan memang sulit untuk ditiadakan. Berbeda halnya dengan masyarakat pedesaan yang masih menjunjung berat sopan santun terutama dalam berpakaian. Ketidakpatuhan masyarakat akan menutup aurat dipengaruhi oleh berbagai hal, di antaranya letak geografis dan kemajuan IPTEK.

Baca juga:
Tirto Wahyuningtyas
Latest posts by Tirto Wahyuningtyas (see all)