Ki Hadjar Dewantara dan Warisan Demokrasi Kepemimpinan

Bagi Kenji, konsep demokrasi dan kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara ini merupakan petualangan atas tafsir logika dalam menciptakan dan membina tata tertib negara nasion. Dan, formulasi ulang dari sistem dan konsep tradisional wicaksana dan Manunggal Kawula Gusti, tanpa mengubah paradigma sedikit pun. Dengan pendasaran sebagai kebijaksanaan pemimpin; manunggal terjadi melalui kebijaksaan rakyat dalam menifestasi persepsi, rasa, dan kebijaksanaan pemimpin.

Warisan gagasan dan gerakannya melalui Taman Siswa sebagai salah satu pelopor antikolonial tak kalah pengaruhnya bagi formulasi gagasan radikal dan visionir atas terbentuknya Indonesia modern. Tak mengherankan jika Benedict Anderson dalam Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism (2006) menyebut sebagai patron para aktivis “Nasionalis-Jawa-Indonesia awal”.

Joss Wibisono dalam Lembaran Sejarah berjudul “Soewardi di Pengasingan: Nasionalisme versus Sosialisme” (2014) turut menyatakan. Bahwa gagasan dan gerakan Ki Hadjar Dewantara memiliki kecondongan haluan dan pemikiran politik pada “nasionalisme kanan”.

Kajian Kenji ini tentu sangat menarik. Bukan karena mengungkap pandangan demokrasi Ki Hadjar Dewantara melalui Taman Siswa pada satu sisi, akan tetapi juga mengungkap penggunaan kepustakaan yang memadai dan cukup bervarian, mulai dari terbitan pada masa pra-kemerdekaan hingga buku terbitan pasca-proklamasi kemerdekaan. Para penulisnya cukup beragam; ada yang dari Taman Siswa, sumber penulis Indonesia, dan penulis non-Indonesia.

Pada akhirnya, semua warisan dan gagasan Ki Hadjar Dewantara, terutama dalam pendidikan, akan selalu terkenang oleh segenap bangsa. Hal ini terbukti setiap awal Mei kita kenal sebagai hari pendidikan nasional. Dan ini melambangkan bahwa Ki Hadjar Dewantara memiliki peran penting dalam dunia pendidikan Indonesia. Gitu.

Baca juga:
Syahuri Arsyi
Latest posts by Syahuri Arsyi (see all)