
Tanggal gugur satu-satu
Desember segera berlalu
Akan tumbuh angka satu
Pada tahun baru
Ihwal roda kehidupan
Kemarin itu kenangan
Hari ini harapan
Esok adalah tujuan
Setumpuk tanya
Kemarin aku siapa
Hari ini aku bagaimana
Esok aku seperti apa
Di altar-Mu berlumur homili
Aku lumpur menyelimuti
Mohon ampun diri ini
Amin
Ibu (1)
: Ema Lisa
Bekas telapak hujan kemarin sore
Masih terbaring di halaman rumah
Seperti bebutiran sengal meringkuk
Guratan-guratan halus di kernyit kening
Lebam punggung menggambar usia
Tiada aduh mengaduh gaduh
Sejak tangisku melengking bening
Pagi dan malam menempel bising
Cemas gerogoti debar jantungmu
Adalah sajak-sajak pengikat nadiku
Engkau yang tabah menenun aksara
Dengan lentik jemari nan lembut
Lantunan syair-syair syahdu
Menjadi bait-bait harapan
Pada aku yang telah menjadi kini
Terima kasih atas tetes peluh tak keluh
Atas perih peliknya menyibak takdir
Berpilin-pilin rapalan di setiap sujud
Penuntun langkah memetik nasip
Maaf atas segala silap yang menyayat
Lisan dan laku menohok rongga dada
Tiada maksud menyemai luka
Izinkanlah aku tetap memeluk
Surga di telapak kakimu
Sebagai mata angin mimpi berlayar
Semoga searah angin menuju ingin
Ibu (2)
Sebelum mentari ketuk jendela
Pukul pagi yang masih nyenyat
Tanpa keluh kesah dalam senyap
Engkau lebih dulu menyibak hari
Pada tanur keringat menggelayut
Menampi asa semangkuk angan
Menanak mimpi yang menguar
Dari bilik dada anak-anakmu
Tepat di bola mata adalah lautan
Miliaran ujud lalu-lalang berselancar
Di dermaga hati doa-doa berlabuh
Aku adalah pelaut menyelam makna
Engkau surga tempat membasu gelisa
Tempat anak-anak merebahkan kisah
Adalah nafas dalam larik-larik mimpi
- Puisi Rumit - 17 Januari 2020
- Kontemplasi - 6 Januari 2020
- Hargailah Puisi - 21 Desember 2019