
Beberapa pikiran sains populis dari Yuval Noah Harari mesti dikiritisi. Selain mengutamakan sensasi, narsisme juga dipandu oleh logic neoliberalisme yang kuat. Kita diajak untuk kagum pada segala jenis kemajuan digital tapi diam-diam dijerat dalam rantai bisnis para kapitalis ventura semacam Elon Musk, Steve Jobs, Bill Gates, Tessla, Zuckerberg, dll. dengan sejumlah tentakelnya seperti IMF, World Bank, WTO, UN demi mendukung rantai bisnis mereka—alih-alih—untuk efektivitas, kemajuan dan demokratisasi.
Kebebasan di era kemajuan digital bahkan menjadi sangat absurd karena bergantung pada akses dan kontrol atas data, kepentingan politik dan bisnis yang dipegang oleh sekelompok kapitalis ventura tadi. Ucapan Harari bahwa “algoritma pada akhirnya memahami diri kita dengan sangat baik dibanding diri kita sendiri” adalah reduksi absurd terhadap manusia sekaligus menyerahkan manusia ke tangan bisnis digital.
Ia keliru. Manusia bukan hanya dibentuk oleh susunan kerja biologis, lalu bisa diatur oleh chip-chip algoritma. Kita mengenal dikotomi nature-nurture yang saling berkaitan, di mana kerja-kerja biologis tidak terpisah dari koteks sosial. Ucapannya di atas lebih berpretensi untuk mendukung proyek-proyek kapitalisme pengawasan (surveillance capitalism) atas nama kemajuan digitalisasi. Kiblat pengetahuan Harari mengarah ke sana: ke para kapitalis ventura tadi.
Tidak semua respons tubuh manusia dihasilkan dari kerja biologis. Respons, perasaan dan tindakan bekerja secara resiprositas (reaksi sensorik-motorik atau nurture-nature yang berulang).
Rasa takut misalnya, tak hadir secara biologis, melainkan dihasilkan dari reaksi amygdala (bagian di dalam otak yang bertugas menangani emosi) yang terstimulasi oleh rangsangan dari luar tubuh. Amygadala kemudian mengirim sinyal ke hyphothalamus untuk memproduski adrenalin sebagai respons yang menunjukkan rasa takut (lihat juga Dammert, 2012; Barker, 2009; Svendsen, 2008).
Dari satu contoh kecil ini saja, bisa dibilang bahwa berbagai reaksi tubuh tak hanya bisa diukur oleh kerja-kerja algoritma atau sekadar terjadi melalui proses kerja biologis.
Harari memang menerangkan pembedaan ini saat membedakan intervensi Artificial Inteligence (AI): Kecerdasan (intelligence) dan Kesadaran (Consciousness) dalam 21 Lessons for 21 Century (2018:75). Namun uraian-uraiannya secara malu-malu mengarahkan kita untuk mempercayai pengaturan algoritma atas tubuh sebagai susunan kerja biologis.
Seperti biasa, basis kognisi Harari bersisian dengan proyek kapitalisme pengawasan yang berada di bawah jejaring neolib tadi. Alhasil, akses dan kontrol atas data mesti disesuaikan dengan kompromi-kompromi bisnis digital imperium digital neolib tersebut. Siapa dapat mengakses apa, untuk apa, menguntungkan siapa, dan bagaimana caranya.
Baca juga:
Berbahaya?
Dengan begitu apakah kontrol atas data yang mengarah pada bisnis tersebut berbahaya?
Sangat berbahaya karena mensimplifikasi manusia menurut kepengaturan bisnis sejumlah orang dan perusahan. Simplifikasi tersebut memekanisasi manusia dan mencabut mereka dari basis-basis kesadaran sosial, sejarah dan memori psikis yang sebenarnya tak bisa diatur oleh kerja-kerja pongah algoritma.
Kepongahan algoritma yang mensistem mesin, data dan informasi tak bisa dipakai untuk membingkai kerja tubuh biologis, apalagi tubuh sosial manusia yang jauh lebih kompleks. Pretensi Harari untuk menyodorkan semacam “proposal data” sebagai pusat manusia masa depan (homo deus) berpretensi mengubah relasi sosial manusia menjadi relasi-relasi produksi baru: relasi data to data, machine to machine.
Selain relasi-relasi manusia dipandang sebagai susunan data yang bisa diatasi dengan sekali klik, reduksi atas dimensi sosial manusia adalah teknologi kekuasaan untuk menertibkan manusia ke dalam partisi-partisi sosial yang sangat teknis. Basis kesadaran kita pada akhirnya tidak diimbangi oleh pengalaman sosial intimacy tetapi dibonsai oleh kerja teknis kemajuan digital.
Meskipun Harari berulang kali secara eksplisit menulis bahwa “kemajuan AI dan bioteknologi menghasilkan pemisahan manusia ke dalam kelas atas manusia super dan kelas bawah besar Homo sapiens yang tidak berguna (Harari, 2018:83)”. Namun ungkapan ini justru menjadi referensi yang menopang bisnis para kapitalis ventura untuk mengatur dunia menurut kepentingan mereka.
Kita dipaksa untuk percaya pada bencana masa depan yang jauh dan mengabaikan bencana-bencana riil yang terjadi di depan mata seperti: eksploitasi, land grabbing, ketersingikiran, banjir yang sebenarnya dihasilkan dari galian-galian mineral untuk mendukung pemajuan teknologi digital dan proyek altificial intelligence ala Harari.
Proyek-proyek digital yang kelak disebut dengan macam-macam istilah: renewable, ramah lingkungan hingga ekonomi berkelanjutan.
Tak jadi soal menerima kemajuan digital. Masalahnya adalah penyederhanaan struktur kehidupan manusia hari ini sebagai mahkluk digital yang bisa diatur oleh algoritma adalah sensasi bisnis dan sains yang patut dikritisi dari Harari.
Halaman selanjutnya >>>
- Kritik atas Sains Sensasional ala Harari - 24 Agustus 2022
- Citayam Fashion Week: Gaya, Gengsi, dan Perlawanan di Jantung Ibu Kota - 4 Agustus 2022
- What Is Enlightenment? Kritik terhadap Klaim Abad Pencerahan - 17 Juni 2022