Legitimasi BPD yang Diberhentikan dengan Cara Penyelewengan Hukum

Legitimasi BPD yang Diberhentikan dengan Cara Penyelewengan Hukum
©KBR

Belakangan ini sedang heboh di kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, perihal pemberhentian Wakil Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pemberhentian itu diduga telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun 2018 tentang Badan Permusyawaratan Desa.

Pemberhentian itu seakan-akan dilegalkan atau terdapat adanya kerja sama secara diam-diam secara terstruktur untuk dilakukannya pemberhentian. Lebih tepatnya pemberhentian itu ditujukan kepada Syafrudin selaku Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa Gusunge.

Terhadap pemberhentian tersebut, mendapatkan respons negatif berupa penolakan dari beberapa warga sekitar Gusunge. Dikarenakan Syafrudin baru saja dilantik pada 21 Desember 2020 dan diberhentikan di bulan Juni 2021. Masyarakat atau Warga Rt.04 melalui surat penolakannya menyatakan bahwa Syafrudin merupakan orang yang loyal serta tidak pernah absen dalam kegiatan masyarakat sehingga tidak perlu diberhentikan.

Diketahui Syarifudin diberhentikan atas dasar permohonan dari salah satu anggota BPD, di mana permohonan itu menyebutkan bahwa Syafrudin telah melanggar Pasal 11 huruf J yang bertempat tinggal di luar wilayah pemilihan dan melanggar Pasal 18 huruf G sebagai pelaksana Proyek Desa. Gugatan tersebut dilayangkan kepada Ketua BPD melalui musyawarah dan disetujui oleh Kecamatan Kusan Hilir untuk diberhentikan.

Dikarenakan banyak penolakan pemberhentian Wakil BPD bapak syafrudin dan adanya aduan kepada Lembaga Hukum Sipakatuo. Penulis pun berinisiatif untuk mencari titik terang dan mencari fakta-fakta apakah pemberhentian itu sudah sesuai dengan legitimasi hukum atau malah terdapat penyalahgunaan atau penyimpangan hukum di dalamnya. Agar masyarakat terutama warga Gusunge bisa diberikan pandangan hukum dan fakta hukum sebenar-benarnya.

Alasan Pemberhentian Wakil BPD Desa Gusunge

Secara Perda nomor 11 tahun 2018, memang benar adanya BPD atau yang sekarang ini Syafrudin dapat diberhentikan, karena bertempat tinggal di luar wilayah asal pemilihan. Dikarenakan pada kasus ini Syafrudin berpindah-pindah tempat dikarenakan atap rumahnya banyak bocornya, sehingga Syafrudin pindah ke tempat saudaranya.

Tetapi jikalau melihat lebih jauh dan melihat langsung ke rumah Wakil BPD Gusunge (Syafrudin), sangatlah tidak layak ditempati ada beberapa temuan yang penulis dapatkan seperti, atap rumah yang bocor lebih dari satu, dinding rumah yang banyak sekali terdapat bolong-bolong dan rumah yang terbuat dari kayu. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ia mengatakan hanya berpindah sementara karena memang rumah itu adalah rumah pemberian ibunya dan terletak di bagian dapur, yang seharusnya direnovasi, tetapi belum punya uang untuk merenovasinya.

Selanjutnya perihal Wakil BPD “Syafrudin” yang digugat karena menjadi pelaksana proyek desa. Setelah diteliti benar adanya larangan terkait BPD menjadi pelaksana proyek desa. Karena ditakutkan ada kepentingan pribadi. Hal ini pun penulis konfirmasi dan menemukan fakta lapangan, bahwa Syafrudin dipaksa oleh masyarakat untuk menjadi ketua pelaksana proyek.

Walaupun beberapa kali Syafrudin menolak tetapi tetap dipaksa. Agar Wakil BPD ini tidak salah dalam melangkah, ia meminta persetujuan ke dinas PUPR terkait pelaksanaan proyek ini dan disetujui.

Setelah dikonfirmasi pada dinas PUPR, mereka mengatakan Syafrudin layak menjadi ketua pelaksanaan proyek, karena dia calon satu-satunya dan beliau bertanggung jawab secara penuh dan memenuhi kualifikasi. Sehingga permohonan dugaan pelaksanaan proyek bisa dibicarakan baik-baik, terlebih pekerjaan itu sama sekali belum dilaksanakan dan belum terjadi pada saat permohonan pemberhentian itu dilayangkan.

Terdapat Dugaan Penyelewengan Hukum

Setelah penulis menelusuri fakta-fakta lanjutan dan dikaitkan langsung dengan permohonan dari salah satu anggota BPD. Seharusnya rumah yang tidak layak tersebut dapat dimaklumi karena memang Syafrudin tidak jauh bertempat tinggal di rumah sebelumnya. Dan pada salah satu permohonan perihal pelaksanaan proyek, tidaklah sepatutnya dilayangkan mengingat kegiatan itu diperbolehkan oleh dinas PUPR dan belum dilaksanakan.

Tidak sampai di situ saja ada hal yang menjanggal bagi penulis, setelah dilihat dan dicari datanya seperti menemukan adanya unsur-unsur penyelewengan hukum. Terlihat dari pengakuan Dahlia selaku Ketua BPD desa Gusunge, yang merasa tidak menandatangani berita acara pertama dan berubah pikiran untuk menandatangani berita acara yang kedua yang fakta-faktanya dipalsukan. Ditambah lagi Syukur selaku sekretaris BPD Desa Gusunge membantah adanya musyawarah terkait usulan pemberhentian BPD.

Padahal di lapangan musyawarah tersebut memang terjadi tetapi tidak mengikutkan ketua BPD dan tidak ada Wakil BPD “Syafrudin” yang akan diberhentikan. Musyawarah tersebut hanya dihadiri oleh Samsul Bahri dan 4 rekannya yaitu Amirdat warga Rt.02 bukan warga Rt.04, Abdul Rahman Ketua Rt.02 Bukan warga Rt.04, Samsul Bahri satu satunya anggota BPD Desa Gusunge selaku pemimpin rapat, dan Asserudin warga Rt.04 yang akhirnya menggantikan “Syafrudin” menjadi BPD melalui PAW.

Bahwa demi melancarkan musyawarahnya itu terdapat dugaan pemalsuan stempel Ketua BPD yang asli pada permohonan pertama oleh Samsul Bahri, serta membuat permohonan kedua dibuat lagi oleh Samsul bahri bersama anggota BPD lainnya dengan meminta tanda-tangan Ketua BPD yang di mana ada unsur pemalsuan fakta dalam berita acaranya, bahwa setelah diselidiki tidak atau belum pernah dilaksanakan musyawarah tetapi ketua BPD menandatanganinnya.

Dari surat permohonan itulah  menghasilkan pemberhentian atau pengganti antar-waktu kepada Syafrudin, pada 2 Juli 2021 oleh Arianto Sani, S.T., MM selaku Camat Kusan Hilir. yang digantikan oleh orang lain. Dari kasus penyelewengan hukum BPD yang diderita Syafrudin ini kita dapat memetik hikmah bahwasanya bukan di tingkat nasional saja praktik terstruktur yang mencederai hukum itu terjadi tetapi di level desa pun hal itu bisa terjadi.

Penyelewengan hukum ini seharusnya menjadi perhatian publik secara luas agar legitimasi BPD ke depannya tidak tercoreng dengan kejadian-kejadian seperti ini dan tidak terjadi lagi. Apalagi sampai merugikan masyarakat sekitar karena adanya pemberhentian dari adanya surat hasil musyawarah yang diduga dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan semata untuk menggugurkan seseorang dari jabatannya.

Jaya Hasiholan Limbong
Latest posts by Jaya Hasiholan Limbong (see all)