
Nalar Warga – Tugas mahasiswa bukan cuma melulu belajar dan belajar. Sebagai generasi penerus bangsa, mahasiswa harus senantiasa membuka matanya dan mau mendengar apa yang dikatakan orang lain. Kalau tidak, “mahasiswa akan jadi generasi bingung,” kata Rowland Gould.
Mahasiswa jadul (zaman dulu) Indonesia tahun 1908, 1928, atau 1945, kayaknya sama di seluruh dunia. Mereka sama-sama melawan penindasan penjajah.
Era penjajahan selesai, berubah jadi era penindasan diktator. Itu terjadi juga di banyak negara di dunia. Pelakunya, ya di antaranya mereka yang dulu pernah jadi mahasiswa, yang harus menerima kenyataan kembali berhadapan dengan mahasiswa berikutnya.
Setelah para diktator terguling, entah dibunuh, digantung, dikudeta, atau mundur secara terpaksa, seperti mahasiswa yang dulu ikut menggulingkan tirani seperti tahun 98, gantian jadi pemimpin.
Problemnya sudah berubah. Mahasiswa zaman now bukan lagi berhadapan dengan penjajah atau diktator, tapi para pemimpin korup. Model pemimpin yang ketika masih mahasiswa benci pada koruptor, tapi mengulangi nikmatnya korupsi. Itu juga terjadi di banyak negara di seluruh dunia, khususnya di negara berkembang atau terbelakang seperti Indonesia.
Negara seperti Korea atau Cina yang generasi mudanya berhasil menghajar para koruptor, sebagai contoh, sekarang jadi negara maju dan telah meninggalkan Indonesia yang masih begini-begini saja. Korupsi bukannya berkurang, tapi malah menggila.
Nah, buat adik mahasiswa yang kemarin hadir di acara Dies Natalis Universitas Indonesia bersama Pak Presiden, tugasmu bukan melambai-lambaikan kartu kuning kayak wasit sepak bola. Bukan demo ke jalan-jalan bawa poster, pamflet, atau spanduk kayak mahasiswa jadul. Bukan bikin aksi gerakan bawah tanah kayak jaman belum ada hape. Sudah basi itu. Sudah ditinggalkan mahasiswa milenial.
Lihat: Kartu Kuning untuk Kak Zaadit
Dulu zaman kakak-kakakmu, faktanya emang susah kasih masukan ke pemimpinnya. Boro-boro didengerin, yang ada malah ditangkap dan dijeblosin ke penjara. Sekarang sudah tidak lagi.
Makanya, beruntung kamu kemarin cuma digiring paspampres untuk dimintai keterangan. Kalau kamu ada di era kakak-kakakmu dulu, gak tahu deh nasibmu kayak apa. Paling mati dan jadi inspirasi puisi.
Sekarang ini sudah era keterbukaan. Era (yang jeleknya) setiap orang bisa ngomong tanpa otaknya.
Kebetulan, presidenmu orang yang mau mendengarkan dan tidak mutungan. Omongin dan diskusikan saja baik-baik. Malah katanya saat itu bakal ada sesi tanya-jawab. Kenapa tidak digunakan kesempatan itu? Dan gara-gara kamu, acaranya terpaksa dibatalkan.
Gue sih gak peduli gosip miring kallau banyak yang bilang kamu simpatisan PKS bahkan HTI. Kalo pemikiranmu benar, pasti kami, alumnus, teman-teman mahasiswamu, dosen-dosenmu, bahkan rektormu, bakal mendukung pemikiran itu. Kita bisa lawan kalau pemimpinnya memang kelewatan.
Sayang, saat itu kamu bertindak sendirian dan menurut gue konyol meski viral. Kamu tidak seperti pemimpin badan eksekutif mahasiswa yang cerdas. Kamu lebih mirip orang-orang di parlemen yang tidak bermutu. Suka teriak-teriak dengan mata tertutup melihat fakta.
Lihat juga: Plonga-plongo, Fadli Zon, dan Kerapuhan Partai Gerindra
Teman-teman gue mahasiswa. Sampai sekarang biang kerok penghambat kemajuan bangsa ini adalah korupsi. Catat itu. Korupsi yang makin hari makin menggila.
Gimana tidak gila? Temannya koruptor saja sampai berani bilang, korupsi itu oli pembangunan. Yang lain bilang, habisnya gaji sebagai pejabat kecil banget sih. Saking kecilnya, si koruptor sampai beli brankas duit yang gede untuk ngumpetin uang hasil korupsinya, yang dia pikir itu nilai pantas gajinya sebagai seorang gubernur.
Teman mahasiswa, kalo serius ingin memberantas kebodohan dan kemiskinan, bantu KPK dan lawanlah koruptor. Koruptor itu temannya para iblis dan orang-orang tak bertuhan. Jadi, sikat mereka, sekali pun dia bapakmu sendiri. Berani?
Manusia tak pernah hidup damai sampai kita bisa mengatasi kebuasan yang ada dalam diri kita semua. Itu kata Arthur Hauxley.
___________________
Artikel Terkait:
- Mahasiswa di Antara Kekhawatiran, Harapan, dan Panggilan
- Merumuskan Arah Gerak dan Partisipasi Mahasiswa
- Murid Budiman - 1 September 2023
- Budiman Sudjatmiko, Dia Pasti Adalah Siapa-Siapa - 30 Agustus 2023
- Mereka Lupa Siapa Budiman - 28 Agustus 2023