Mantan

Mantan
Foto: eligiblemagazine.com

Seperti kata-kata yang dirajut menjadi aforisme lalu berubah menjadi bait-bait dan berevolusi menjadi sajak yang indah. Inilah sajak untuk dan tentang mantan.

Rupa-rupa kau datang dengan pura-pura sehingga paru-paru mulai rapuh.

Jemala kepala dan jendela, terlihat kenangan manis berbinar di dalam cahaya. Habis manis sepah dibuang, begitulah aku menggambarkan.

Sementara penyesalan menantimu, menunggumu datang kepadanya. Kau mengadu kepadaku, kepadanya, kepada semua orang. Menyatakan yang tidak nyata, memberi yang tidak ikhlas, dan berbicara yang tidak sehat.

Kau sungguh tidak berubah perilah hati. Sama sepertiku. Mengidungkan agonia yang menjadikanku dekaden. Mungkin kau juga mengalaminya. Aku tidak ingin mengabduksimu, biarlah malam itu yang mengabrupsikan semuanya.

Kurajut metafora agar kau berpikir rumitnya cinta biru. Terjebak dalam nostalgia masa lalu. Jangan mendendam kepadaku, apalagi membenciku. Karena aku merasa asa kepadamu.

Jika waktu tak mengganggu, mungkin sudah dua puluh purnama yang kita lalui. Tapi labil berkata lain. Seolah-olah cinta menjadi candu yang merenggutmu. Tapi aku tak begitu, kita tidak bisa terus-menerus menjadi pecandu cinta. Aku tidak mau menjadi kepemilikanmu karena aku mau kebebasan.

Sangat lucu jika liburan adalah tanda perpisahan. Kembali ke rutinitas adalah tanda perdamaian. Layaknya pemuda-pemudi labil yang belum siap diterjang ombak kasmaran.

Intuisimu sangat estetis, begitu pun wajahmu. Selalu kulukis di awan putih langit biru, meskipun aku tak pandai dalam hal melukis. Aku ribang kepadamu. Ya, meskipun kedengarannya jelek, tapi maknanya bisa dimaklumi.

Masa lalu tetaplah masa lalu. Masa depan perlu diperjuangkan. Masa kini adalah kesempatan untuk berbenah, entah itu perihal diri juga hati.

Kita merasakan derita yang sama. Aku sepi kau juga sepi. Lebih baik simpan saja memori itu dalam lemari sepi. Tidakkah kau tersinggung oleh puisi Chairil Anwar  “mampus kau dikoyak-koyak sepi”?

*Klik di sini untuk melihat sajak-sajak lainnya.

Muchsin Fadly
Latest posts by Muchsin Fadly (see all)