
Di kebun Instagram, kutaburkan bibit-bibit puisi
Agar kelak, mereka akan berkembang biak
Dan tumbuh menjadi bagian pasukan kemerdekaan atas perasaan-perasaan kesepian
Menyusuri beranda dan story
Ber-username sajak kini
lihai menjelma caption perih
Yang hobi hashtag dukamu abadi
Bercita-cita menjadi penyair sejati
Angan masa depan selebgram terhits kini
Tetapi, di kebun Instagram
Bibit-bibit puisiku
Kalah oleh qoutes cinta jutaan followers
Yang banjir like comment
Berisi senja, hujan, dan kopi
Masa Depan ~Puisi~ Anakku
Di kebun Instagram, kulahirkan anak-anakku—puisi
mereka berkembang biak
Tumbuh liar di feed dan story
Ber-username @sajakmilenial
dengan caption perih teraktual
ber-hashtag #dukamuabadi
Anak puisi berparas elegi
Tetapi, di kebun Instagram
Anak-anakku tergeser
Kalah oleh quote–quote bucin jutaan followers
Berisi senja, hujan, kopi juga bualan basi
Nasib anakku—puisi
Makin muram di kebun Instagram
Squid Game
Aku berada di keriuhan
Dunia keputusasaan
Enam babak sebelum kematian
Orang-orang merawat keruwetan
Serupa kemungkinan mengundi yang telah pasti:
- Lari tak tentu arah berburu sepi awas lampu merah
- Gulali bukan tujuan tetapi buruk ingatan entah sampai kapan
- Mengulur tiap jengkal mimpi hanya untuk terjungkal berkali-kali
- Mencacah kecemasaan yang ganjil dan aku tak mampu meneroka
- Aku ingin membangun jembatan menujumu
- Pertanyaan bersarang: adakah cumi-cumi wajah keputusasaan yang lain?
Note: Squid Game adalah serial drama survival melalui televisi internet asal Korea Selatan yang ditulis dan disutradarai oleh Hwang Dong-hyuk
Malam di Jogja (2)
Malam merambat
Kenangan menikam musim
Diriku menjalar
Memenuhi bait-bait yang gigil
Angkringan seperti puisi
Berserak mengarung relung
Ada yang asing di taman kota
Tetapi bukan lampu jalan
Doa-doa menghentak
Pada gudeg kupesan
Kemungkinan-kemungkinan
Adalah pertanyaan yang memenjara
Tugu menjelma seseorang
Yang ingin kusebut berulang
Sekian kali datang
Inikah pulang?
Perahu Bahasa
Kesunyian tak pernah surut
Mengalir hingga ke hilir
Memukul lambung perahu
Yang membawa huruf-huruf
Pustaka diri
Diksi melukis isyarat
Layar frasa mengembang
Jelajahi citraan sebelum ombak
Memecah pantai
Dan buih imaji hilang kendali
Usia tak pernah cukup bagi puisi
Menyelami tiap detik kerapuhan
Tetapi kesunyian tak pernah surut
Mengeja samudra
Mengeja derita
Mengeja kita
Sepuluh Purnama
/Temu/
Akhirnya lelah sepuluh purnama
Melipat jarak pertemuan
Kali sekian kenangan terbenam
Mendera ribuan kecamuk
/Peluk/
Aku ingin menjemput kecupan
Mengisap lebih banyak asap rindu
Merekam denyut kata-kata di tiap helai ingatan
/Jatuh/
Baris aksara sepi
Tak kenal koma tak tahu titik
Bulir air mata
Menyengat kesadaran
Vibrasi Rasa
redup degup sembunyi dalam sepiku, senyap
tak pernah betah lama-lama menginap dalam riuh gaduh yang berderap
ada getar rasa mengidam sentuh
mengendap ke setiap saraf
mengidap berbagai harap
mengurai bentuk ke bentuk lain yang tak terungkap
dari haus menuju dahaga
membawa muara ke palung paling gelap
kutubmu menolak
menghubungkan benak
antara aku dan jarak
sebab porosmu berarus
tak pernah lurus
makin tirus
tak punya tuju
Membaca Cuaca di Matamu
1/
Di matamu, pedih berhamburan. Terendap dalam gelap. Meratap lalu lebur jadi debu ; menjelma serbuk remah-remah yang akhirnya berlarian pada angan.
2/
Di matamu, laut menumpahkan gemuruh. Angin rindu riuh. Ombak pasang mengantarkan tempias wajah lusuhmu. Kemudian hanyut dibawa arus keterasingan kata-kata. Menyentuh palung bahasa dan tenggelam sedalam-dalamnya.
3/
Di matamu, tanah tandus kerap merayu hujan. Pohon-pohon tinggal kerangka. Burung-burung kehilangan hutan. Dan sansai kata adalah sembahyang musim yang kau ingin.
4/
Di matamu, awan kalang kabut, namun tak kunjung melahirkan hujan. Di debar dada, gelegar batin masih bersahutan.
5/
Di matamu, aku ingin sekali tinggal. Tuk menampung kepedihanmu yang tunggal. Atau jadi bunga musim semi paling mekar: sesuatu yang hangat dan lampau segar. Lalu kau ciumi tubuhku sebagai kasih di keabadian.
- Masa Depan Puisi - 13 Oktober 2021