Membaca Adalah Kemewahan

Membaca Adalah Kemewahan
©Yoursay

Membaca adalah kemewahan yang harus saya syukuri sebagaimana napas-napas yang terus saya embuskan.

Bulan Oktober kemarin benar-benar menyadarkan saya akan satu nikmat yang biasanya jarang saya sadari: nikmat membaca.

Satu bulan kemarin memang menjadi bulan yang benar-benar acak-adul. Saya harus melakukan rentetan pekerjaan yang nyaris tidak ada jedanya. Belum lagi ditambah ada beberapa acara keluarga. Udah gitu kepala saya yang biasa saya andalkan pun ternyata ngambek juga. Saya terserang hipertensi yang beda dari biasanya.

Dengan kepadatan itu, saya terpaksa memangkas beberapa kegiatan. Terasa berat sebetulnya, sebab beberapa kegiatan terkait dengan pendidikan matematika, bidang yang saya tekuni.

Tapi mau gimana lagi, lah waktu dan kondisi badan tak lagi memungkinkan. Selain harus melepas beberapa kegiatan, saya juga tanpa sadar kehilangan waktu membaca. Biasanya setidaknya ada satu jam dalam sehari di mana saya bermain-main dengan buku.

Kehilangan kesempatan membaca membuat saya seakan berhenti menemukan ide-ide baru untuk dipikirkan, dituliskan, atau dijadikan konten di matemagis. Itu sebabnya satu bulan kemarin saya hilang dari dunia maya.

Memang sih tidak ada waktu, tapi alasan lainnya adalah tidak adanya sesuatu yang bisa saya bagikan melalui FB ataupun Instagram. Jadi, satu bulan kemarin bukan FB dan Instagram, hanya scrolling lalu tutup lagi.

Beberapa hari terakhir ketika saya sudah sempat menyentuh buku lagi, saya langsung merasa plong. Kenikmatan itu berasa sekali. Saya akhiri puasa itu dengan membaca buku Money karya Harari, buku keren yang pas dijadikan pelepas dahaga.

Tak butuh waktu lama, buku tipis kurang dari 200 halaman itu kelar dalam waktu 2 jam. Rasanya, ide-ide baru mulai menggeliat di otak saya lagi. Mesin di dalam kepala saya rasanya mulai bergerak lagi.

Baca juga:

Pada satu titik tersebut saya sadar, membaca adalah kemewahan yang harus saya syukuri sebagaimana napas-napas yang terus saya embuskan. Membaca tentu butuh modal. Setidaknya ada dua modal menurut saya: waktu dan buku.

Untuk yang pertama, waktu adalah modal terpenting. Anda boleh punya seabrek buku, tapi kalau Anda tak punya waktu, maka buku-buku itu hanya akan menjadi cafe bagi para laba-laba.

Waktu untuk membaca tentu tidak sebentar. Kalau sekadar 15 menit, maka Anda tak akan benar-benar nyenyak dan tenggelam dalam buku yang Anda baca. Sulit sekali memahami sebuah konteks bacaan yang berasal dari buku jika waktu yang kita sediakan sedikit sekali. Setidaknya, menurut saya, waktu yang nyaman untuk membaca adalah kurang lebih 1 jam.

Yang menjadi masalah kadang kita merasa membaca bukan menjadi prioritas. Entah karena keadaan memaksa atau memang kita yang malas.

Seorang pekerja yang harus menghabiskan waktu 8 jam bekerja, dan sampai rumah selepas magrib tentu lebih memilih beristirahat dengan menonton TV daripada membaca. Mereka tak akan mau membebani kerja otak mereka lagi dengan membaca buku.

Atau seorang pekerja yang hanya bekerja setengah hari tentu akan memilih mengerjakan pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan daripada harus membaca buku. Tak mudah menyisihkan waktu untuk membaca ketika waktu di sisi lain bisa ditukarkan dengan uang.

Modal kedua adalah buku. Kalaupun Anda liburan dan punya waktu, tapi di rak buku Anda hanya ada buku-buku pelajaran yang Anda pelajari saat kuliah, atau buku-buku pelajaran anak Anda, maka tentu mood membaca Anda tak akan tiba.

Agar tertarik membaca, orang perlu memulainya dari buku yang membuatnya tertarik. Dan buku-buku semacam ini tentu tidak didapatkan dengan gratis. Harus beli. Kita harus menyisihkan sebagian uang untuk buku-buku yang membuat kita tertarik membaca.

Halaman selanjutnya >>>
Rachmat Hidayat
Latest posts by Rachmat Hidayat (see all)