Membaca Puisi Esai Denny JA Bikin Orang Melek Politik

Bahkan, beberapa ibu-ibu yang katanya juga membaca buku puisi esai ternyata dengan mudah menyelesaikan bacaan dan setelah itu menjadi lebih melek sosial-politik, tanpa harus melewati kerepotan yang ada dalam simpang siur berita, isu, media sosial, hoaks, dan sebagainya.

“Puisi esai-puisi esai itu merupakan bacaan yang menyenangkan sekaligus informatif bagi kalangan ibu-ibu yang lewat cerita drama yang seru sekaligus mendapat gambaran cukup lengkap situasi politik atau peristiwa politik tertentu. Lewat puisi esai, kita bisa melek politik karena puisi mudah kita baca, menarik dan dramatik, juga lengkap dengan catatan kaki sebagai tambahan informasi.”

Tidak mengherankan jika para peserta lomba Vlog puisi esai Denny JA, nilai Lili banyak yang menyajikan tayangan menarik dan segar. Ternyata, dengan puisi esai, para remaja dengan cepat bisa relate dan melek politik.

“Padahal biasanya remaja tidak mau peduli dengan berita politik dan masalah politik. Puisi esai Denny JA sudah membuat mereka tertarik dan ternyata mampu mengunyah tema sosial politik dalam puisi esai Denny JA.”

Melawan Badai

Meski puisi esai masih terus berkubang dalam pro dan kontra, Lili melihat Denny JA tidak begitu terganggu. Sang penggagas justru terus bergerak.

“Sudah sekian tahun sejak puisi esai dicetuskan olehnya, dia terus istikamah, terus berkarya melawan badai.”

Sampai kemudian Panitia Nobel Sastra di Swedia mengirimkan undangan pada Komunitas Puisi Esai Indonesia untuk mencalonkan seseorang, ia memantaskan jika pihaknya mengusung Denny JA.

“Itu sudah selayaknya. Ia penggagas dan Ibu yang melahirkan puisi esai.”

Baca juga:

Lili tidak menghiraukan pencalonan Denny JA yang menimbukan keributan di dunia sastra. Keributan seperti itu, menurutnya, adalah lumrah mengingat awal pencetusan puisi esai sudah menimbulkan perkara serupa.

“Serangan dan hujatan buat Denny JA ternyata selama ini tidak membuat dia mundur dan jatuh. Justru, sepertinya membuat dia makin bersemangat.”

Jalan untuk menjadi pemenang Nobel Sastra memang masih sangat panjang ke depan. Tapi, bagi Lili, fakta bahwa ada pertimbangan penulis Indonesia untuk calon pemenang tetap saja membanggakan.

“Pramoedya Ananta Toer pernah dicalonkan, dan dia satu-satunya selama ini. Memang tidak menang, tapi tetap membanggakan. Kini Denny JA yang dicalonkan. Entah menang entah tidak, tapi tetap saja membanggakan bahwa Indonesia diperhitungkan.”