Membangkitkan Ulang Spirit Pancasila

Membangkitkan Ulang Spirit Pancasila
©Lip6

Apa yang terpenting adalah membangkitkan ulang spirit Pancasila kita.

Pancasila dirumuskan para pendiri bangsa (founding father) dengan berbagai macam proses, banyak perdebatan, segala sudut pandang, dan corak pemikiran. Melalui peristiwa-peristiwa bersejarah itu, Pancasila kemudian disepakati sebagai dasar negara merdeka (secara hukum, politik, ekonomi, dan sosial-budaya) dan menjadikannya sebagai pedoman dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

Dalam perjalanan sejarah (history) perumusannya, pancasila dibentuk dengan berdasar kekuatan pikiran-pikiran yang apik dari mereka (baca: tokoh pendiri bangsa). Pikiran-pikiran mereka luar biasa dan relevan dengan zaman karena tentu mereka membaca berbagai macam sumber dan teks-teks pengetahuan.

Dari rangkaian proses perumusan Pancasila inilah – kemudian Soekarno atau Bung Karno menyebutkan Pancasila itu sebagai suatu pandangan dunia yakni bagaimana membentuk cara pandang manusia Indonesia terhadap kondisi dan perkembangan dunia pasca-kemerdekaan nantinya. Maka dari itu, Pancasila ini baiknya dipahami secara serius untuk seluruh lapisan generasi bangsa—bukan hanya dipahami, tapi lebih jauh dari itu diamalkan.

Dasar Negara

Tepat di tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila telah menjadi dasar falsafah Negara (Philosophische Grondslag), ideologi negara dan pandangan hidup (Weltanschauung) bangsa Indonesia. Istilah-istilah tersebut bersumber pada pidato 1 Juni 1945 oleh Bung Karno. Dalam pidatonya, Bung Karno menyebut istilah Philosophische Grondslag sebanyak 4 kali plus 1 kali memakai istilah filosofische principe, sedangkan istilah Weltanschauung ia sebutkan sebanyak 31 kali.

Perumusan Pancasila sebagai suatu dasar dan falsafah dalam bernegara oleh para founding father bangsa menjadi babak baru bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Kehadiran Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara ini kemudian pada hakikatnya adalah pemersatu dari berbagai macam perbedaan yang ada dalam kehidupan kita untuk mencapai tujuan bagi keberlangsungan dan kejayaan bangsa.

Berdasarkan pendekatan itulah, sehingga Pancasila diartikan adalah lima nilai fundamental yang diidealisasikan sebagai konsepsi tentang dasar (falsafah) negara, pandangan hidup dan ideologi kenegaraan bangsa Indonesia. Kelima nilai dasar itu adalah: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; 5) Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Yudi latif dalam bukunya Revolusi Pancasila, dijelaskan bahwa secara historis, kelima sila Pancasila merupakan perpaduan (sintesis) dari keragaman keyakinan, paham, dan harapan yang berkembang di negeri ini. Sila pertama merupakan rumusan sintesis dari segala aliran agama dan kepercayaan. Sila kedua merupakan rumusan sintesis dari segala paham dan cita-cita sosial kemanusiaan yang bersifat transasional.

Sila ketiga merupakan rumusan sintesis dari kebinekaan (aspirasi-identitas) kesukuan ke dalam kesatuan bangsa. Sila keempat merupakan rumusan sintesis dari segala paham mengenai kedaulatan. Sila kelima merupakan sintesis dari segala paham keadilan sosial-ekonomi.

Di lain tempat, Yudi Latif dalam bukunya Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas dan Aktualisasi Pancasila menjelaskan bahwa sejak disahkan secara konstitusional pada 18 Agustus 1945, singkat kata, Pancasila adalah dasar statis yang mempersatukan sekaligus bintang penuntun (Leitstar) yang dinamis, yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisi seperti itu, Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa.

Dengan berdasar pada pendekatan bahwa Pancasila merupakan dasar negara kita sebagaimana yang dicita-citakan, maka Pancasila kemudian dijadikan pijakan, pedoman, serta arah (sistem) terhadap penyelenggara negara. Dalam tatanan kehidupan berdemokrasi sebagai penyelenggara suatu pemerintahan pun Pancasila menjadi prinsip dasar akan hal itu.

Baca juga:

Pancasila yang mengatur pemerintahan negara. Pancasila sebagai dasar negara digunakan untuk mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa dan juga negara Indonesia. Serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang wajib berdasarkan Pancasila. Hal ini artinya semua peraturan yang berlaku di Negara Republik Indonesia harus bersumberkan kepada Pancasila (Kaelan, 2013: 70).

Nilai Pancasila

Secara kausalitas Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar berdirinya negara yang nilai-nilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai religius. Nilai-nilai itu hanya digali kembali sebagai upaya membangkitkan ulang agar menjadi modal perjuangan. Kemudian para pendiri negara Indonesia mengangkat nilai-nilai tersebut dirumuskan secara musyawarah mufakat berdasarkan moral yang luhur dan tekad yang kuat.

Pancasila yang di dalamnya terdapat sila-sila (5 sila) adalah basic moral etik untuk merangsang pemikiran para founding father bangsa ini dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan untuk kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan kesejahteraan umum, serta melindungi keamanan dan keteritiban dunia.

Pancasila merupakan pandangan dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang syarat dengan nilai-nilai etika dan moral yang luhur, memiliki karakteristik negara kekeluargaan yang mengakui hak-hak setiap manusia, mengutamakan kepentingan yang bersifat nasional di atas kepentingan pribadi. Nilai sosial masyarakat Indonesia bersifat paguyuban yang dapat membentuk sikap saling menghormati dan menghargai (Mahfud MD, 2012).

Nilai-nilai dalam Pancasila ini mesti selalu dibumikan atau sederhananya dipraktikkan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara kita yang realitasnya banyak hal tidak lagi mencerminkan bahwa negara ini menganut sistem sekaligus cara pandang dalam bernegara yang pancasilais. Banyak kebijakan negara (baik politik maupun ekonomi) yang tidak pancasilais, perilaku pejabat negara sampai sebagian anak bangsa tidak lagi pancasilais, dan sebagainya.

Oleh karena itu, nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila dipahami dahulu sebelum dipraktikkan sebagai spirit Pancasila dalam berbangsa dan bernegara agar jangan hanya jadi konsep yang absurd. Nilai-nilai dalam Pancasila itu di antaranya:

Nilai Religius

Pancasila pada sila pertama sangat erat kaitannya dengan nilai kegamaan atau filosofi ketuhanan. Hal tersebut sangat sesuai dengan latar kehidupan masyarakat Indonesia yang notabenenya adalah umat yang memeluk sistem kepercayaan dalam beragama (masyarakat yang religius). Kita ketahui bersama bahwa di Indonesia ada terdapat agama Islam, Kristen (Katolik-Protestan), Hindu, Buddha, dan Konghucu, yang hidupnya selalu berdampingan dengan baik tanpa sekat dan batas yang tegas antara satu agama dengan agama yang lain.

Semuanya saling terbuka, sikap toleransi dan saling menghargai sangat terlihat. Terutama saat hari-hari besar agama tertentu. Dalam pertemuan-pertemuan yang ilmiah pun demikian dengan sering dilakukannya dialog-dialog antar-agama untuk mendudukkan perspektif tentang bangsa Indonesia yang plural/majemuk dari aspek suku, ras, etnis, dan agama (SARA). Artinya, perbedaan dalam sebuah kelompok masyarakat adalah anugerah dari Tuhan untuk saling kenal mengenal.

Nilai Kemanusiaan (Humanis)

Nilai yang terkandung dari sila kedua Pancasila adalah nilai kemanusiaan. Kemanusiaan yang dimaksud adalah manusia yang adil dan beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan, yang diwujudkan dalam semangat saling menghargai, toleran, yang dalam perilaku sehari-hari didasarkan pada nilai-nilai moral yang tinggi, serta untuk kepentingan bersama.

Hal ini diwujudkan dengan mengakui keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia, mengakui harkat dan martabat manusia, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, memperlakukan manusia secara adil dan beradab, mengembangkan sikap tenggang rasa terhadap orang lain dan mendorong kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.

Baca juga:

Bahwa setelah hubungan manusia dengan Tuhan dibangun (teologis), maka yang wajib juga adalah membangun hubungan manusia dengan manusia (humanis) secara baik dan adil. Mementingkan nilai-nilai yang humanis itu adalah upaya mewujudkan pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas prikemanusiaan dan pengabdi kepentingan sesama umat manusia.

Nilai Kebersamaan (Persatuan)

Sesuai dengan konstitusi tujuan negara ialah berkewajiban memberikan perlindungan kepada segenap tumpah darah Indonesia dan seluruh isinya dengan semangat persatuan tersebut. Nilai sila ketiga ini dapat diwujudkan dengan menghargai kebhinekaan, memiliki rasa cinta tanah air dan bangsa, rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, mengutamakan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara, serta membina persatuan dan kesatuan bangsa.

Perlakuan yang sama pada seluruh warga dimanapun berada haruslah dilakukan oleh
pemerintah tanpa memandang latar belakang suku, ras, budaya, maupun agamanya. Warga negara dalam semangat kebersamaan seharusnya melakukan tindakan yang tetap menunjukkan sikap dan perbuatan yang NKRI untuk kebahagiaan dan kemajuan bersama.

Semangat persatuan inilah yang harus terus dijaga agar NKRI tetap eksis, dan dapat menjadi kuat karena terbangun dari jalinan keberagaman yang harmonis. Dengan begitu tidak ada lagi konflik antar agama, suku, ras, maupun golongan tertentu. Perlakuan pemerintah terhadap rakyat pun harus berprinsipkan kebersamaan sebagai bangsa Indonesia agar tidak kecemburuan sosial.

Nilai Demokrasi

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan untuk newujudkan negara yang demokratis, yang mana kedaulatan diserahkan sepenuhnya kepada rakyat. Nilai yang terkandung sila keempat pancasila ini adalah pedoman berdemokrasi Indonesia. Namun bagaimana cara mengimplemen-tasikan demokrasi Indonesia masih dalam tahap pencarian identitas.

Sejak merdeka, Indonesia telah melalui beberapa tahapan demokrasi, yaitu demokrasi masa revolusi, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi era orde baru dan demokrasi era reformasi. Bagaimana dasar demokrasi khas Indonesia, dikemukakan oleh Soekarno di depan sidang BPUPKI 1 Juni 1945. Soekarno berpidato, “Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan.

Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara, satu untuk semua, satu buat semua, semua buat satu.

Saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah per musyawaratan perwakilan. Nilai sila keempat ini dapat dilihat dan pahami dari kedaulatan negara ada di tangan rakyat, manusia Indonesia sebagai warga masyarakat dan warga negara mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, musyawarah untuk mencapai mufakat dengan semangat kekeluargaan dan mengutamakan musyawarah dalam setiap pengambil keputusan.

Nilai Keadilan

Sebagaimana Nurcholish Madjid yang berpendapat mengenai nilai keadilan dengan melihat intisari pada pesan dari ayat Al-Qur’an (5:8) bahwa menegakkan keadilan merupakan urgensi usaha reformasi dunia itu, sehingga juga ditegaskan bahwa bertindak adil adalah perbuatan yang paling mendekati taqwa.

Nurcholish Madjid (2008) dalam buku Islam Doktrin dan Peradaban mengatakan bahwa dengan demikian, komitmen kepada usaha menciptakan rasa keadilan merupakan makna sosial keyakinan agama yang harus ditumbuhkan dalam setiap pribadi yang beriman. Dan rasa keadilan itu tidak lain adalah kelanjutan rasa kesucian primordial manusia dalam fitrahnya.

Baca juga:

Indonesia sebagai negara yang seluruh penduduknya adalah manusia beragama, punya keyakinan dan percaya kepada Tuhan, maka memperjuangkan keadilan bagi seluruh rakyat di bumi Indonesia merupakan sebuah keharusan. Dan keadilan itu adalah sesuatu yang sangat fitrah pada manusia, maka keadilan merupakan hal yang paling mendasar untuk mewujudkan kesejahteraan.

Keadilan sosial diharuskan untuk diwujudkan dengan berdasar keadilan ekonomi bagi setiap warga negara Indonesia. Agar kemiskinan, kesenjangan sosial, kesejahteraan masyarakat dapat dihapus dari kehidupan masyarakat Indonesia. Keadilan sosial adalah yang paling utama dari keadilan-keadilan yang lain (keadilan individu).

Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menurut Prof. Dr. Notonegoro yang dibagi menjadi tiga, yaitu nilai material, nilai vital, dan nilai kerohanian. Nilai material dalah segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia. Nilai vital adalah sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas.

Sementara itu, nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian menurut Notonegoro terdiri atas empat macam. Nilai pertama yaitu nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal manusia, dan nilai kedua yaitu nilai keindahan yang bersumber pada unsur rasa indah manusia.

Nilai ketiga yaitu nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kodrat manusia dalam segala dimensinya. Sementara itu, nilai keempat adalah nilai religius yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tinggi dan mutlak. Nilai religius bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila inilah yang menjadikan Pancasila menjadi sangat penting bagi bangsa Indonesia. Kandungan nilai ini juga dapat diartikan bahwa Pancasila merupakan suatu landasan bagi bangsa Indonesia dalam melaksanakan segala aspek yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegera.

Selain itu, Pancasila juga berfungsi sebagai penunjuk arah dalam kehidupan bernegara Indonesia. Sama seperti kapal tanpa kompas, yang tidak tahu akan ke mana arah arus membawanya, Republik ini juga akan sama seperti itu apabila tidak adanya penunjuk arah, yaitu Pancasila.

Pancasila juga mengandung nilai-nilai sejarah di dalamnya karena Pancasila merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pendiri bangsa ini ketika mendirikan Republik Indonesia ini. Hal-hal inilah yang membuat Pancasila memiliki fungsi dan juga kedudukan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia.

Tetapi dengan perkembangan dan kemajuan sejarah dan tatanan kehidupan bangsa kita dalam segala aspek (sosial, politik, ekonomi, hukum, dll) tidak beringan dengan apa yang menjadi cita-cita dalam Pancasila. Nilai-nilai, fungsi, dan semangatnya selalu terkubur dan dikuburkan. Oleh sebab itu Pancasila sebagai dasar negara harus dibangkitkan ulang bagi siapa saja yang mencintai tanah air dan bangsa Indonesia.